CARITAU JAKARTA – Direktur Riset Center of Reform on Economics Core Indonesia, Dr. Piter Abdulah menyatakan kenaikan harga minyak goreng dan sejumlah pangan akan terus berulang jika pemerintah tidak merubah kebijakan.
Piter menjelaskan, harga-harga meroket atau fenomena gejolak harga pangan terjadi di setiap Rezim pemerintahan, tidak hanya pada periode atau rezim pemerintahan saat ini.
Baca Juga: Harga Minyak Goreng Melangit, Pemerintah Berencana Subsidi Minyak Goreng Curah
Oleh sebab itu Piter kembali menegaskan, kenaikan-kenaikan harga pangan akan terus berulang jika kebijakan pemerintah dalam menanggulangi fenomena tersebut tidak merubah paradigma.
"Bagaimana inflasi itu lebih diutamakan disebabkan oleh gejolak kenaikan harga pangan dan juga barang-barang administratif, administratif ini kaitanya dengan subsidi, ketika subsidinya dikurangi harganya akan melonjak naik," ujar Piter Abdulah dalam diskusi bertajuk 'Harga-Harga Meroket, Rakyat Menjerit di Manakah Negara?, Rabu (16/3/2022).
Piter mengungkapkan ada beragam faktor yang menyebabkan harga pangan mengalami kenaikan. faktor pertama suplai, kemudian demand, distribusi, kegagalan pasar, dan faktor terakhir mengenai lemahnya kebijakan pemerintah.
"Terkait faktor suplai, bisa kita lihat ketika panen harganya turun dan ketika gagal panen harganya naik, lalu terkait dengan kebijakan impor. Ketika impornya ditutup harganya naik. Kemudian jika terjadi gejolak di global misalnya gagal panen harganya langsung melonjak tinggi," ujar Piter.
Menurut Piter, Indonesia selama ini sangat tergantung oleh kondisi suplai. Hal itu disebabkan, Indonesia tidak mampu memproduksi secara cukup untuk kebutuhan dalam negeri.
Pria yang juga berprofesi sebagai dosen Perbanas Insitute itu menambahkan, fenomena kenaikan harga pangan juga dapat disebabkan karena ketergantungan Indonesia kepada barang impor.
"Kita sangat bergantung kepada kebijakan impor ya karena kita tidak mampu memproduksi sendiri, hal itu menyebabkan gejolak harga pangan" kata Piter.
Kemudian Piter mengatakan, Faktor Demand sangat bergantung pada musiman. Misalnya, Ketika lebaran dan Ramadhan demand nya naik kecenderungannya harga-harga juga akan mengalami kenaikan.
Lebih dalam Piter menjelaskan terkait faktor distribusi sangat berpengaruh terhadap ketersediaan bahan pokok, khususnya di pulau-pulau terpencil. Hal itu bersandar pada letak geografis bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan.
"Sangat besar sekali pengaruhnya. Kalau jalan putus atau ada gangguan, suplai terganggu harga naik lagi," ujar Piter.
Piter mengungkapkan faktor kegagalan pasar memang menjadi salah satu faktor yang selalu dikritisi, pemerintah nampaknya tidak cukup mampu untuk mengendalikan pasar.
Hal itu menurut Piter dapat dilihat bagaimana kondisi saat ini banyak kartel dan mafia-mafia di dalam pasar yang memanfaatkan situasi untuk kepentingan dirinya disaat kondisi harga pangan tidak stabil.
"Bahkan hampir di setiap produk yang ada di pasar. Ada mafia beras, mafia kedele, dan mafia lain-lain. Ini yang harus kita sadari. Selama ini masih ada gejolak harga pangan akan terus terjadi," ujar Piter.
Kendati demikian Piter juga mengingatkan pemerintah mengenai faktor kelemahan kebijakan yang diambil ketika terjadi gejolak harga pangan.
Menurut Piter, pemerintah lemah dalam melakukan pengawasan kebijakan. Hal itu sering terjadi bahkan pada rezim-rezim sebelumnya hingga rezim hari ini.
"Gejolak itu terjadi dari rezim ke rezim karena memang tidak ada perubahan kebijakan yang signifikan, jadi faktor lemahnya kebijakan ini menyebabkan faktor kenaikan harga pangan itu terus terjadi," Pungkasnya. (GIBS)
Masyarakat Bantaeng Sambut Kunjungan Andi Sudirman...
GKJ Pererat Hubungan dengan Warga Melalui Jumat Be...
Demi Kepentingan Kaum Betawi, RK dan Eki Pitung Se...
Pertarungan Dukungan Eks Gubernur Foke dan Anies v...
Buka 35.000 Lowongan Pekerjaan, Pj Teguh Resmikan...