CARITAU BANDUNG – Jembatan Jembalas yang menghubungkan Kecamatan Batujajar dengan Kecamatan Cihampelas di Kabupaten Bandung Barat ambruk pada Minggu (2/1/2022). Jembatan tersebut ternyata dibangun oleh perorangan dan karena itu mengharuskan masyarakat yang lewat untuk membayar sejumlah tarif.
Adalah Cecep Sumanta, orang yang membangun jembatan Jembalas dengan dana pribadinya sendiri. Jembatan jembalas yang melintasi Sungai Citarum itu memiliki lebar 2,5 meter dan hanya bisa dilewati kendaraan roda dua. Jembatan dengan alas kayu itu membentang sepanjang 517 meter dari Kecamatan Batujajar ke Kecamatan Cihampelas.
Sebagai penopang jembatan, tampak drum-drum berwarna biru dirakit berjejeran. Jembatan yang dibangun pada November 2021 itu memiliki bahan utama kayu dolken yang didatangkan langsung dari Indramayu.
Pengelola jembatan, Cecep Sumanta mengaku membutuhkan biaya hingga Rp1 miliar untuk membangun jembatan tersebut dengan tujuan agar aktivitas di daerah tersebut kembali hidup. Biaya itu tidak sedikit, sehingga wajar ia meminta sejumlah tarif kepada warga.
“Kami ingin menghidupkan kembali lokasi ini yang dulunya mati. Dulu memang ada jembatan di sini, tapi tenggelam. Saya ingin membangkitkan kembali agar daerah ini hidup,” kata Cecep seperti dilansir suara.com.
Jembatan apung yang menghubungkan Jatijajar-Cihampelas ini diklaim sebagai jembatan terpanjang yang ada di perairan Waduk Saguling.
Tarif Melintas 2.000-3000 Rupiah
Tarif melintas di jembatan tersebut adalah Rp3.000 untuk kendaraan roda dua, sementara pejalan kaki dikenai biaya Rp2.000. Bagi yang ingin melakukan swafoto atau selfi jangan dikira bisa gratis, karena pengelola juga menerapkan tarif kepada mereka sebesar Rp2.000.
Tarif ini disebut Cecep tidak memberatkan karena manfaatnya yang sangat besar untuk warga sekitar. Sebab, dengan adanya jembatan ini, waktu untuk menuju lokasi bisa terpangkas sampai 30 menit.
“Kalau lewat jalan raya dari Batujajar ke Cihampelas itu membutuhkan waktu sampai 30 menit, sekarang lewat jembatan ini paling 10 menit,” papar Cecep.
Saking strategisnya jembatan ini, setiap harinya warga yang melintas mencapai 1.000 kendaraan. Jika dihitung, maka potensi pendapatan Cecep bisa mencapai sekitar Rp90 juta, atau setahun mencapai Rp1 miliar lebih.
Gurihnya untung yang bisa diraih membuat banyak pihak tertarik membangun jembatan apung. Tak heran, selain jembatan milik Cecep, ada juga jembatan apung lain yang berdiri di perairan Waduk Saguling. Sebut saja Jembatan Jubang yang menghubungkan Kampung Cibacang dengan Kota Baru Parahyangan di Desa Cipendeuy, Kecamatan Padalarang.
Kemudian ada Jembatan Sasak Bodas di Kampung Cangkorah. Jembatan ini menghubungkan Cangkorah ke Kampung Seketando di Desa Cangkorah, Kecamatan Batu Jajar dan Desa Girimukti, Kecamatan Saguling.
Terakhir ada Jembatan yang namanya cukup familiar di kalangan milenial, Jembatan Bucin. Jembatan ini melintasi Kampung Bunder Desa Karang Anyar Kecamatan Cililin dan Kampung Cimonyet Desa Tanjung Jaya Kecamatan Cihampelas.
Jembatan Viral di Karawang
Selain di Perairan Waduk Saguling, di Aliran Sungai Citarum juga dibangun banyak jembatan-jembatan apung perorangan. Salah satu yang viral adalah milik Muhammad Endang Junaedi. Jembatan yang dibangun Haji Endang menghubungkan antara Desa Anggadita Kecamatan Klari dengan Desa Parungmulya Kecamatan Ciampel Kabupaten Karawang.
Haji Endang membangun jembatan ini pada tahun 2010 dan menerapkan tarif Rp2.000 per sepeda motor. Video mengenai jembatan apung Haji Endang ini viral di media sosial. Masyarakat dibuat takjub dengan hasil pungutan di jembatan tersebut yang jumlahnya sangat fantastis, mencapai Rp20 juta per hari.
Jembatan Haji Endang terbuat dari rangkaian perahu ponton dari besi. Untuk menghubungkan Desa Anggadita ke Desa Parungmulya, dibutuhkan sebelas perahu ponton. Masing-masing perahu berjarak 1,5 meter dan di bagian atasnya diberi alas untuk lewat pengendara motor. Sebagai pengaman agar tidak terjatuh ke sungai, ada tali yang menyambung antar perahu.
Dulunya, Haji Endang melayani jasa penyebrangan warga hanya bermodal perahu yang ia jalankan saat ada penumpang. Idenya untuk membangun jembatan muncul setelah jumlah konsumennya mulai membludak.
Namun bentuk jembatan sepeti saat ini bukan sekali jadi. Dulu ia membangun jembatan berbahan kayu. Tapi pada tahun 2014 jembatannya karam hingga ia harus tiga kali mengganti perahu kayu sebelum akhirnya menemukan ide bikin perahu ponton dari besi.
Menurut Endang, dirinya butuh modal hingga Rp5 miliar untuk membangun jembatan gantung dari perahu ponton besi ini. Besarnya modal yang dibutuhkan membuat Endang harus beberapa kali meminjam ke bank.
Hasil Pungutan untuk Biaya Operasional
Endang mengaku tak membebani masyarakat yang ingin lewat di jembatannya. Meskipun ada tarif yang dipatok, tapi terkadang ada masyarakat yang bayar lebih sedikit atau bahkan tidak membayar sama sekali karena tidak punya uang.
"Tapi terkadang ada yang kasih Rp1.000, kadang ada juga yang enggak (bayar) ya enggak apa-apa," katanya seperti dilansir idntimes.com.
Niat awal Endang membangun jembatan ini awalnya bukan untuk berbisnis. Ia mengaku hanya ingin membantu masyarakat menyediakan jasa penyebrangan sungai. Di wilayah tersebut, akses jembatan memang minim, sementara masyarakat yang mayoritas bekerja di pabrik, butuh akses jalan cepet agar tidak terlambat bekerja.
Namun, aliran cuan yang mengalir ke kantong Endang juga tak bisa ditutupi. Dalam sehari, sekitar sepuluh ribu sepeda motor melintasi jembatannya, khususnya pada hari kerja. Jika dikali Rp2.000, maka pendapatan kotornya bisa mencapai minimal Rp20 juta.
Menurut Endang, hasil pungutan tersebut tidak semua masuk kantongnya. Ada yang digunakan untuk biaya operasional. “Untuk biaya operasional seperti perawatan perahu, upah pekerja, penerangan hingga perbaikan akses jalan,” kata Endang.
Berdirinya jembatan perorangan yang menetapkan tarif memang tak melulu membebani masyarakat. Banyak di antara mereka yang malah mendukung karena terbantu. Namun, fenomena ini tetap menimbulkan kritik keras terhadap peran pemerintah daerah dalam menyediakan infrastruktur transportasi.
Seharusnya, pemerintah daerah seperti di Kabupaten Bandung Barat dan Karawang, bisa membangun satu atau dua jembatan di antara sekian banyak jembatan perorangan yang berdiri di atas kali Citarum. Keberadaan jembatan permanen dengan konstruksi yang bagus bisa sedikit meringankan beban masyarakat. (DIM)
jembatan apung sungai citarum jembatan haji endang karawang jembatan jembalas
Viral! Video Oknum Relawan Paslon Kotabaru 02 H Fa...
Perkuat Pengamanan Pilkada DKI Jakarta, Pj Teguh B...
Pj Teguh Pastikan Komitmen Forkopimda Sukseskan Pi...
Stiker Pilkada Jakarta 2024 Tuai Protes PDIP, Ini...
PT KAI Lakukan Perawatan Rel Jelang Libur Nataru 2...