CARITAU JAKARTA - Dewan Pers mengungkapkan telah memperluas jangkauan bidang usaha media atau perusahaan pers yang mengajukan diri untuk ikut verifikasi. Hal itu disampaikan Ketua Komisi Pendataan, Penelitian, dan Ratifikasi Pers Dewan Pers, A Sapto Anggoro.
Dalam keterangan tertulisnya, Sapto menuturkan, selama ini Dewan Pers menetapkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) untuk media hanya di bidang penerbitan pers saja.
Jika ada perusahaan pers yang ikut verifikasi dan memiliki bidang usaha lain, maka hal itu dinyatakan tidak sesuai dengan KBLI sehingga tidak bisa lolos verifikasi.
“Sekarang tidak lagi seperti itu. KBLI untuk perusahaan pers kita perluas. Di samping penerbitan berita, perusahaan pers bisa memiliki bidang usaha lain yang terkait dengan bidang utama usahanya,” tutur Sapto, dalam diskusi di sela peringatan Hari Pers Nasional di Ancol, Jakarta, dikutip Selasa (20/2/24).
.
Ada pun contoh KBLI perusahaan pers yang diperluas meliputi usaha bidang penerbitan buku, pelatihan-pelatihan, dan diskusi publik berbayar. Bahkan, kata Sapto, perusahaan pers bisa saja memiliki bidang usaha sebagai penyelenggara acara atau event organizer bagi perusahaan lain.
Perluasan bidang usaha dalam KBLI ditetapkan sekitar dua bulan lalu. Keputusan ini tak lepas dari kondisi perusahaan pers yang saat ini menemui banyak permasalahan dan kendala. Salah satu kendala itu adalah kue perolehan iklan yang semakin terbatas.
Dia menjelaskan, tahun 2023 kue iklan media nasional (cetak, daring, tv, dan radio) dalam mencapai Rp68 triliun. Dari jumlah itu sekitar 75% kue iklan nasional diambil oleh platform global. Mereka itu antara lain Google, facebook, Instagram, TikTok, dan lain-lain. Perusahaan pers nasional hanya kebagian sisanya.
Sapto menambahkan, dalam membangun bisnis media, setiap orang bisa punya pilihan. Ada pendirian perusahaan media yang dijadikan komoditas. Artinya, jika sudah berjalan maka media itu akan dijual demi mendapat untung yang besar. Ada pula media yang dikembangkan sebagai produk/brand. Dua model lain adalah menjadikan bisnis media sebagai usaha rintisan (start up) serta legacy (peninggalan untuk keluarga).
Sekarang ini, papar Sapto, media tidak lagi sepenuhnya mengacu pada teori jurnalisme yang ada. Platform global yang selama ini merajai perputaran iklan untuk media justru lebih banyak menjadi acuan.
“Media akan mengikuti algoritma platform global. Semula algoritma Google berdasarkan hits (adu cepat mengunggah berita). Setelah itu algoritmanya berubah menjadi page views yang mendasarkan diri pada banyaknya berita,” kata dia.
Kemudian, algoritma itu berubah lagi menjadi impression. Dalam hal ini, berita yang menjadi pilihan Google untuk diadopsi adalah berapa lama berita itu dibaca. Perkembangan terakhir adalah algoritma impression plus scrolling atau lama berita dibaca dan pergerakan kursor. (IRN)
dewan pers KBLI Media Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia Perusahaan Pers Verifikasi Dewan Pers
RI - China Jajaki Kerja Sama Investasi dan Ketenag...
Chip M4 Tandai Apple Resmi Ikuti Tren AI
PLN Gelar Inspection Day K3 Serentak
HLM Rakorwil TP2DD Jatim Sepakati Pengembangan Ino...
China Serukan Israel Berhenti Menyerang Rafah