CARITAU JAKARTA - Pengamat politik Citra Institute, Efriza menyoroti ikhwal kegiatan pertemuan antara Presiden Joko Widodo alias Jokowi dengan Ketua Majelis Tinggi dari Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhohono (SBY) di Istana Bogor, Senin (02/10/2022) pekan lalu.
Pertemuan tersebut ditenggarai bakal membangun kerjasama politik antara keduanya. Pasalnya, usai pertemuan itu muncul soal isu reshuffle kabinet diduga imbas kasus dugaan korupsi yang telah menyeret Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Baca Juga: Mensos di PHPU MK: BLT El Nino Sudah Melalui Persetujuan DPR
Adapun sejumlah pihak menilai, selain menjalin kerjasama politik menjelang Pemilu 2024, salah satu poin pembahasan dari pertemuan tersebut ditenggarai mengenai tawaran posisi Menteri di kabinet pemerintahan Presiden Jokowi bakal di isi oleh Partai Demokrat.
Efriza menilai, pihak Demokrat saat ini ditenggarai bakal labil dalam mengambil sikap, sebab harus memilih antara bergabung dengan tawaran kursi Menteri atau tetap menjaga marwah sebagai oposisi untuk mendorong elektabilitas partai di Pemilu 2024.
Dirinya mengungkapkan, hanya saja jika posisi tawaran untuk mengisi kabinet Presiden Jokowi diterima Demokrat maka ditenggarai juga dapat berimplikasi pada menurunya elektabilitas partai lantaran figur AHY maupun SBY sejauh ini cukup dikenal oleh publik sebagai representasi oposisi pemerintah.
Oleh sebab itu, menurutnya, partai Demokrat saat ini harus mempertimbangkan peluang dari tawaran kursi menteri itu juga dapat berimbas pada elektabilitas suara partai dan berpotensi di tinggal oleh para pendukungnya lantaran tidak lagi menjadi kelompok oposisi dari pemerintah.
"Andai akhirnya PD mengambil posisi menteri, PD akan mencoba merumuskan diksi yang tepat. Biar tak mengecewakan para pemilihnya yang masih berharap PD sebagai oposisi pemerintah, sebab itu yang juga mendongkrak elektabilitas dirinya," tutur Efriza kepada caritau.com, Selasa (10/10/2023).
Meski begitu, menurut Efriza, jika nantinya Jokowi menawarkan masuk kabinet imbas dari kasus yang telah menyeret Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo, maka ditenggarai bakal diambil Demokrat dalam rangka sebagai upaya balas dendam kepada partai Nasdem.
"Jadi nanti bisa saja diambil Demokrat sebagai upaya membuat Nasdem sakit hati, namun jika ini yang diambil sepertinya PD nanti juga bakal berpikir keras soal siapa yang akan dimajukan sebagai Menteri Pertanian," kata Efriza.
Ia mengatakan, momentum pertemuan SBY dan Jokowi merupakan bentuk sikap keseriusan Partai Demokrat untuk memenangkan Prabowo di Pilpres 2024. Selain itu, menurut Efriza yakni ajang balas dendam pada Anies Baswedan dan Nasdem yang disebut telah menyakiti perasaan seluruh jajaran Partai yang menjadi pemenang pemilu dua periode tersebut.
Disisi lain Efriza mengatakan, sikap seolah ingin balas dendam yang ditunjukan Partai Demokrat telah menguntungkan Prabowo Subianto untuk selangkah lebih maju dibandingkan dua calon lain lantaran bertambah kekuatan politik jelang Pilpres 2024 mendatang.
"Demokrat juga ingin 'menyakiti' Nasdem dan Anies, oleh sebab itu pertemuan SBY dan Jokowi itu adalah menunjukkan keseriusan SBY untuk memenangkan Prabowo. Ini menguntungkan bagi Prabowo, sebab SBY tampaknya sekarang serius untuk memenangkan Prabowo dan KIM," ujarnya.
SBY Lobi Jokowi Usung AHY Jadi Cawapres Prabowo
Selain membahas tentang kerjasama politik dan wacana reshuffle kabinet, dalam pertemuan SBY dan Jokowi disebut-sebut juga turut membahas mengenai potensi tawaran SBY kepada Jokowi agar AHY dapat dimajukan menjadi salah satu kandidat Cawapres dalam mendampingi posisi Prabowo Subianto.
Efriza melihat, pertemuan SBY dan Jokowi juga ditenggarai sebagai momentum mantan orang nomor satu di Cikeas itu untuk meyakinkan atau melobi Presiden Jokowi agar AHY masuk dalam kandidat Cawapres Prabowo.
Keputusan SBY untuk turun gunung cawe-cawe politik bertemu dengan Jokowi, menurut Efriza, tidak terlepas dari imbas kekecewaan Demokrat atas keputusan Surya Paloh dan Anies yang telah resmi mengusung Cak Imin menjadi Cawapres.
Selain itu, Efriza menilai, lobi-lobi politik yang dilakukan SBY agar AHY masuk dalam kandidat Cawapres Prabowo dilakukan ditenggarai dalam rangka melampiaskan balas dendam pada Anies dan Surya Paloh yang disebut-sebut ingkar janji kepada Demokrat.
Disisi lain, Efriza menilai, posisi Partai Demokrat yang saat ini terjepit maju pun kena, mundur kena juga menjadi pertimbangan alasan SBY terpaksa turun gunung ikut merancang stategi dan manufer pada kontestasi Pemilu 2024.
"Diyakini Demokrat juga dalam pembicaraannya mencoba melobi Jokowi meyakinkan AHY untuk jadi cawapres pendamping Prabowo, sebab posisi itu target mereka. Tetapi SBY sadar ia sudah terjebak, ia bisa saja menerima usulan cawapres Jokowi, namun terjadi tukar menukar kepentingan," ungkapnya.
Kendati demikian, Efriza menambakan, apabila Mahkamah Konstitusi (MK) menerima putusan gugatan tentang penurunan ambang batas usia capres/cawapres dari 40 jadi 35 tahun, maka jalan yang harus ditempuh Demokrat terpaksa menerima posisi di Kementerian di akhir masa jabatan Presiden Jokowi.
"Namun ini semua sepertinya benar-benar akan dikaji bijak oleh PD. Sebab target PD adalah ingin jabatan cawapres buat AHY, sekaligus mengalahkan Anies dan Nasdem," tuturnya.
"Namun mereka paham bahwa penguasa politik bisa melakukan apa saja, makanya mereka bertemu untuk merumuskan kemungkinan kerjasama ke depan, sekarang, maupun tukar-menukar kepentingan antara PD dan Jokowi sebagai presiden," lanjut Efriza.
Diketahui sebelumya, Presiden Jokowi mengaku agenda pertemuan dengan SBY di istana Bogor pekan lalu merupakan kegiatan silaturahmi kebangsaan sekaligus juga membicarakan soal dinamika politik jelang Pemilu 2024.
Dalam kesempatanya, Jokowi mengatakan, tak ingin mengutarakan lebih jauh mengenai apa saja substansi pembahasan pertemuan antara dirinya dengan sosok SBY.
"Hari Senin ya, Senin sore. Bertemu hampir satu jam. Ya silaturahmi, kita berbincang-bincang terutama mengenai 2024, yang dibicarakan apa? Rahasia," kata Jokowi di JCC Senayan, Jakarta, Rabu (4/10/2023).
Selain itu, saat hendak ditanyakan perihal isu reshuffle kabinet yang memunculkan nama partai Demokrat, Jokowi pun enggan menjawab lebih jauh mengenai stagsu Partai Demokrat soal isu bergabung ke dalam Kabinet Indonesia Maju,(KIM) mengisi salah satu pos Kementerian.
"Rahasia," ucap Jokowi singkat.
Adapun agenda pertemuan itu tak terlepas juga terkait isu reshuffle perombakan kabinet Mentri di pemerintahan Presiden Jokowi. Pasalnya, isu itu muncul ditengah kabar kasus dugaan korupsi yang disinyalir juga menyeret Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo menjadi tersangka oleh KPK.
Sementara itu, sosok politikus Partai Demokrat Santoso sebelumnya mengungkapkan, bahwa belum ada arahan khusus usai pertemuan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Kepresidenan Bogor pekan ini.
“Tidak ada (arahan khusus). Belum, belum,” ujar Santoso di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (3/10/2023).
Dalam keteranganya, Anggota Komisi III DPR RI ini juga enggan berspekulasi lebih jauh perihal adanya kabar mengenai permintaan Presiden Jokowi kepada sosok SBY untuk mengisi kader nya dipos kementerian di kabinet.
“Saya belum mau berandai-andai,” ucap Santoso.
Kendati demikian, Santoso mengaku juga telah menyambut baik perihal pertemuan Presiden RI keenam SBY dengan Jokowi lantaran juga telah berimplikasi untuk menciptakan suasana yang kondusif menjelang Pemilu 2024.
“Nah ini lah yang mungkin saya kira merupakan bagian dari niatan Pak SBY dan Jokowi bertemu dalam rangka mencitpakan itu, supaya rakyat jangan terbelah,” pungkasnya. (GIB/DID)
Baca Juga: Tak Lagi Keberlanjutan, Ini Jargon Ganjar-Mahfud di Pilpres 2024
partai demokrat presiden jokowi elektabilitas tinggi pemilu 2024
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...