CARITAU LEICESTER - Kemenangan yang terasa hambar, begitulah perasaan yang terangkum jelas pada raut wajah penonton di King Power Stadium. Adapun Leicester menutup musim ini dengan raihan tiga poin atas West Ham, namun tak mampu menyelamatkan mereka dari jurang degradasi.
Tiga tim yakni Leicester, Everton dan Leeds mengemban misi untuk bertahan di Liga Premier pada pekan terakhir. Everton di posisi cukup menguntungkan; kemenangan melawan Bournemouth akan membuat posisi mereka aman.
Baca Juga: Semakin di Atas Angin, Kapan Manchester City Bisa Pastikan Juara Liga Premier Inggris Musim Ini?
Sementara Leicester yang sama-sama mengantongi 31 poin dengan Leeds berharap Everton dapat terpeleset. Di hari yang teramat menentukan itu, Leicester menghadapi West Ham, sedangkan Leeds melawan Tottenham.
Ketiga pertandingan tersebut digelar serentak. Harapan sempat membuncah tatkala Harvey Barnes mencetak gol untuk Leicester di babak pertama. Di sisi lain, Leeds terjungkal oleh aksi Harry Kane dan Everton vs Bournemouth masih tanpa gol. Untuk sementara, The Foxes di atas angin.
Pada babak kedua, posisi Leeds semakin terjepit. Gol Pedro Porro membuat The Lilywhites, julukan Tottenham unggul 2-0. Namun, publik Leicester langsung terdiam usai aksi Abdoulaye Doucouré membawa Everton unggul di menit ke-57.
Leicester berhasil menambah keunggulan lewat aksi Wout Faes. West Ham sempat memperkecil ketertinggalannya menjadi 2-1, pertandingan pun menjadi menarik menjelang akhir-akhir pertandingan.
Di Elland Road, Leeds akhirnya menemani Southampton usai ditumbangkan Tottenham 1-4. Sedangkan Leicester berhasil mempertahankan keunggulannya.
Dan detik-detik menegangkan itupun datang. Laga Everton vs Bournemouth mendapat tambahan waktu 11 menit sehingga laga Leicester vs West Ham lebih dulu usai setelah waktu tambahan hanya tujuh menit.
Tentu, para suporter mengecek secara berkala ponsel mereka untuk mendapatkan informasi pertandingan di Goodison Park. Namun, harapan mereka melihat Bournemouth membalas tak kunjung tiba. Wasit meniup peluit panjang, Everton dan seisi stadion gegap gempita.
Adapun pendukung Leicester di King Power dibiarkan menyesali kampanye yang menyedihkan di mana mereka hanya memenangkan sembilan pertandingan liga. Leicester yang naik kasta pada 2014/15 silam dan juara semusim berselang, kini harus merasakan pahitnya degradasi.
Dari Kampiun Liga ke Championship
Liga Inggris 2023/2024 bakal kehilangan salah satu tim ikoniknya, Leicester City. Tentu, perjalananan sembilan tahun Leicester di divisi teratas kompetisi Inggris itu tidak dapat dipandang sebelah mata.
Leicester promosi ke Liga Inggris setelah menjuarai Divisi Championship musim 2013/2014. Namun di musim pertamanya di Liga Inggris, The Foxes nyaris terdegradasi.
Leicester yang dilatih Nigel Pearson bangkit di pekan-pekan terakhir, alhasil mereka bertahan dan menutup musim di peringkat 14.
Namun Pearson dipecat oleh Leicester pada Juni 2015. Kabarnya ia didepak karena berselisih dengan pemilik klub saat itu, Vichai Srivaddhanaprabha. Hal ini berkaitan dengan skandal orgy yang dilakukan tiga pemain muda saat menjalani tur di Thailand. Salah satu dari tiga pemain itu adalah anak Pearson.
Hingga pada akhirnya, manajemen Leicester menunjuk Ranieri sebagai pelatih selanjutnya. Musim semi Leicester pun dimulai.
Jamie Vardy dan kolega membuka perjalanannya di musim itu dengan hasil positif. Dua laga pertama disapu bersih, peringkat pertama dikuasai.
Akan tetapi, lima laga selanjutnya berjalan cukup mandek; hanya meraih satu kemenangan. Bahkan, mereka tumbang di markas sendiri atas Arsenal dengan skor 2-5. Hasilnya, Leicester terjun ke peringkat enam.
Setelah itu, Leicester tampil menggila. Dalam 10 laga berikutnya, mereka tidak terkalahkan. Hasil-hasil positif itu membuat Leicester bisa menguasai pucuk klasemen lagi mulai pekan ke-13. Meski sempat turun ke posisi kedua di pekan ke-14, The Foxes bisa balik ke puncak di pekan ke-15.
Di pekan ke-18, mereka dikembalikan ke posisi kedua usai dijegal Liverpool. Posisi tersebut bertahan setidaknya sampai pekan ke-21.
Dan setelahnya? mereka kembali ke pucuk klasemen. Sejak saat itu mereka terus berada di puncak sampai kompetisi berakhir. Gelar Liga Inggris musim ini akhirnya resmi mereka raih setelah Tottenham ditahan imbang Chelsea 2-2 di Stamford Bridge pada 2 Mei 2016.
Leicester akhirnya mengemas 81 poin dari 38 laga. Mereka unggul 10 angka dari Arsenal yang ada di posisi kedua dan 11 angka dari Tottenham di posisi ketiga. Kisah dongeng terbaik pun tercipta di kompetisi Liga Inggris.
Kerap Menghiasi Papan Atas
Di musim selanjutnya, Leicester memang tampil monoton di ajang Liga. Meski begitu, Leicester City tampil cukup baik di Liga Champions Eropa, sebelum dipulangkan Atletico Madrid di perempat final. Namun di periode tersebut pula, Claudio Ranieri dipecat.
Leicester sempat menunjuk Craig Shakespeare dan Claudio Puel, namun peforma tim sempat mandek dan hanya menghiasi papan tengah Liga Inggris di periode 2017-2019. Singkat cerita, Leicester akhirnya menunjuk mantan pelatih Liverpool, Brendan Rodgers pada 26 Februari 2019.
Kedatangan Rodgers sempat memberi dahaga baru bagi Leicester. Mereka beberapa pekan mangkir di posisi empat besar Liga Inggris 2019/2020, sebelum tumbang di pekan terakhir melawan Manchester United dan harus rela turun ke posisi lima.
Hal yang persis sama tercipta semusim selanjutnya. Mereka kalah dua kali melawan Chelsea dan Tottenham di dua laga pamungkas di musim 2020/2021. Untuk kali kedua secara berturut-turut, Leicester merelakan tiket UCL dan harus tampil di Europa League.
Kendati demikian, Leicester menggondol trofi FA Cup tahun 2021. Gol tunggal Youri Tielemans sukses membalaskan dendamnya atas Chelsea di musim tersebut.
Di awal musim 2021/2022, Leicester kembali tersenyum lebar dan kembali meraih trofi. Kali ini, mereka mengalahkan juara bertahan Liga Inggris Manchester City di ajang Community Shield.
Kemudian, Leicester tampil tidak meyakinkan seperti di dua musim selanjutnya. Mereka mengakhiri musim di posisi kedelapan dan gagal tampil di kompetisi Eropa. Manajemen Leicester pun memecat Rodgers pada Maret 2023, dan tegredasi di akhir periode tersebut.
Terdegradasi dengan Menyakitkan
Leicester mengakhiri musim yang buruk dengan hanya tiga kemenangan dari 17 pertandingan terakhir mereka dan hanya menjaga satu clean sheet sejak November.
Pasca pertandingan, Dean Smith memberikan komentarnya. Smith mengakui telah gagal membuat Leicester bertahan di kasta tertinggi sepak bola Inggris. Namun ia berharap Hhe Foxes bisa segera bangkit pada musim depan.
"Kami bermain dengan baik hari ini dan pantas meraih kemenangan. Selama 60 menit kami tampil sangat baik. Senang dengan aspek itu tetapi sangat sedih karena semua orang di klub tidak bisa melewati batas.
"Saya tidak [mengikuti pertandingan lainnya]. Saya merasa itu tidak relevan bagi saya. Saya berkonsentrasi untuk memenangkan pertandingan. Dari sana kita lihat saja apa yang akan terjadi.
"Jaraknya hanya tujuh pekan dan delapan pertandingan dan saya merasa kami membutuhkan 11 poin. Kami gagal dengan sembilan poin. Saya akan melihat kembali pertandingan Leeds dan Everton di mana kami kehilangan poin.
"Orang-orang harus melihat ke masa depan dan apa yang dilakukan klub. Akan ada peninjauan kembali. Saya tidak bisa mengomentari hal itu. Tugas saya adalah tujuh pekan dan mencoba membuat kami tetap bertahan di Premier League dan saya gagal dalam hal itu," kata dia dikutip BBC Sport.
Leicester City dinobatkan sebagai juara Liga Premier hanya tujuh musim lalu. Tapi maju cepat 2.557 hari dan mereka telah menjadi tim kedua yang membawa tag yang tidak diinginkan dari 'Champions to Championship' - mengikuti Blackburn Rovers.
"Sulit untuk melihat kejatuhan dari kasih karunia ini datang. Leicester telah finis di paruh atas di masing-masing dari lima musim sebelumnya, kehilangan kualifikasi Liga Champions pada hari terakhir di 2019/20 dan 2020/21, sebelum finis di urutan kedelapan musim lalu. Tapi Liga Inggris bisa menelanmu," kata analisis sepak bola Sky Sports Lewis Jones. Dia menilai kesalahan manajemen transfer Liecester menjadi penyebab terbesar kejatuhan Leicester di musim ini.
"Rekrutmen Leicester adalah di mana semuanya salah. Selalu ada lini produksi berikutnya, Riyad Mahrez, Harry Maguire, Wesley Fofana, N'Golo Kante atau Ben Chilwell. Lemari telah mengering di bagian itu. Patson Daka, Boubakary Soumare dan Wout Faes seharga £67 juta adalah pengeluaran uang yang sangat buruk.
"James Maddison dan Harvey Barnes telah bermain-main dengan penampilan penyelamat musim, tetapi keduanya tersendat dalam panasnya pertempuran degradasi, sementara kaki Jamie Vardy pergi musim lalu sehingga ketergantungan padanya terbukti sia-sia," paparnya.
The Foxes akan mengikuti musim 2023/24 di Sky Bet Championship – divisi yang telah mereka menangkan tujuh kali. Southampton dan Leeds United akan bergabung dengan mereka di kasta kedua Inggris musim depan setelah juga mengalami degradasi musim ini.
(RMA)
Baca Juga: Berikut Jadwal Laga Pramusim 2023/2024 Klub-klub Liga Premier Inggris
leicester city leicester degradasi liga premier inggris 2022/2023
Fauzi Bowo Ingin Jakarta Dipimpin oleh Orang yang...
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024