CARITAU DEPOK – Sampah seolah menjadi problem abadi di mana saja. Sekumpulan remaja karang taruna Kampung Bojong, Kelurahan Bakti Jaya, Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok, yang menamakan diri Sangkar Semut atau Sanggar Karya Muda Seni Taruna berikhtiar mengolah sampah menjadi kerajinan tangan yang harganya mencapai Rp700 ribu.
Melalui tangan mereka, satu per satu sampah anorganik di lingkungannya disulap menjadi suatu karya seni yang bernilai dan berdaya jual.
Imran Riyadi alias Boim, pembina Sangkar Semut menjelaskan, ide membuat produk seni dari paralon bekas itu bermula saat mereka bersih-bersih sungai.
“Karena kebetulan lokasi sanggar kami berdekatan dengan sungai. Pada saat bebersih sungai, selain ngangkutin sampah sampah yang berserakan memenuhi sungai, kami nemuin paralon bekas. Dari situ akhirnya kita pilah sampah tersebut dan muncul ide untuk berkreasi memanfaatkan limbah peralon menjadi kap lampu hias,” kata Boim kepada caritau.com, Kamis (23/12/2021).
Untuk memoles paralon bekas menjadi kap lampu hias, Sangkar Semut dibantu oleh seniman setempat Njunedi Sofyan, juga beberapa seniman lainnya.
“Cang Njun sebagai instruktur pembuatan kap lampu dari peralon bekas. Selain Cang Njun, beberapa seniman juga aktif melatih disini. Ada Cang Sulis sebagai seniman pelukis dan seniman mural, ada juga Cang Umar sebagai seniman yang melatih pembuatan kap lampu yang berbahan baku dari lidi atau ranting pohon,” kata Boim dengan logat Betawi.
Bahu Membahu Seperti Semut
Sangkar Semut berdiri pada 5 September 2019 dari sekumpulan pemuda dan pemudi karang taruna unit RW Kampung Bojong yang sadar akan berbagai permasalahan di lingkungan.
Nama Sangkar Semut bermakna filosofis kerumunan semut yang bergotong-royong dan saling bahu membahu membantu dalam kondisi sesulit apapun.
Maka tak perlu heran saat pandemi Covid-19 yang berdampak pada kondisi ekonomi termasuk pembatasan kegiatan berkumpul, Sangkar Semut terus berkreasi dan berkarya.
Kini selain kap lampu hias berbahan baku paralon bekas, mereka juga memiliki hasil karya yang lain, yakni kap lampu hias berbahan baku sapu lidi, juga pot bunga berbahan baku pakaian bekas.
“Terkait kap lampu hias sapu lidi, awalnya ada tawaran pekerjaan untuk membuat janur pengantin. Nah lidi-lidi sisa pembuatan janur pengantin kemudian kite kumpulin tuh jadi sapu. Kemudian di sela sela kita kumpul sambil menikmati kopi, muncul ide untuk membuat kap lampu hias yang berbahan baku dari lidi atau ranting pohon,” jelas Boim.
Muhamad Rifki, anggota Sangkar Semut menambahkan, ide memproduksi pot bunga berbahan baku dari pakaian bekas berawal dari kegiatan bakti sosial terhadap korban banjir bandang Gunung Mas di Cisarua Bogor.
“Saat itu kami membuka posko untuk penerimaan makanan dan pakaian. Namun sayangnya terdapat beberapa baju yang tak layak disumbangkan. Dari pada kita buang akhirnya coba kita berkreasi untuk membuat pot bunga dari pakaian tak layak tersebut,” katanya.
Sedekah 2,5% Penjualan
Selain menghasilkan karya seni berbahan baku limbah sampah, Sangkar Semut juga aktif membangun sarana dan prasarana kegiatan belajar, mulai dari perpustakaan, pelatihan melukis, pelatihan seni musik, pelatihan hadrah, juga pelatihan seni bela diri tradisonal silat.
Selain menggunakan akun instagram @sangkar.semut untuk memasarkan produk-produk hasil karya, mereka juga aktif mengunggah kegiatan-kegiatan pelatihan. Keceriaan dan kegembiraan tergambar melalui senyum para peserta yang mengikuti pelatihan.
“Terkait pemasaran kita juga dibantu masyarakat dari mulut ke mulut. Kita sering juga ikut pameran-pameran baik di tingkat kelurahan, kecamatan maupun undangan dari luar Kota Depok,” jelas Boim.
Berbagai karya seni limbah sampah produksi Sangkar Semut Boim berharga variatif, tergantung proses dan tingkat kesulitan pembuatannya.
“Kalau kap lampu hias berbahan baku peralon bekas, kita pasarkan antara Rp 50 ribu– Rp500 ribu. Kalua pot dari bahan baju bekas kisaran Rp15 ribu-Rp75 ribu dan kap lampu hias dari sapu lidi kita pasarkan Rp50 ribu-Rp700 ribu,” papar Boim.
Hasil penjualan Sangkar Semut dibagi dengan komposisi 2.5% untuk infak dan sedekah, memperbesar modal 50%, pengerajin 30% dan masuk kas sanggar 17,5%.
Dimas Anugerah, Sekertaris Karang Taruna Kelurahan Baktijaya menambahkan, kegiatan Sangkar Semut adalah ikhtiar para pemuda untuk melestarikan budaya.
“Sangkar Semut terbuka untuk siapapun yang ingin belajar budaya seni dan keterampilan. Semua kegiatan pelatihan gratis tanpa dipungut biaya. Tujuan kita di sini untuk mengembangkan potensi-potensi pemuda, baik seni lukis, pengolahan limbah barang bekas, seni musik dan lain lain.” Ungkap Dimas yang juga pengurus Sangkar Semut.
Dimas berharap Pemkot Depok dan seluruh stake holder di Depok memberikan support terhadap kegiatan-kegiatan positif yang dibangun oleh pemuda.
“Saya yakin dari kegiatan-kegiatan positif yang dibangun pemuda, bakal meminimalisir kegiatan negatif dan kenakalan remaja. Saya harap sarana sanggar belajar dan kegiatan positif yang telah Karang Taruna ciptakan menjadi salah satu tolak ukur bahwa pendidikan bisa gratis dan tidak semua hal harus dikomersialkan,” pungkasnya.(GIB)
GKJ Pererat Hubungan dengan Warga Melalui Jumat Be...
Demi Kepentingan Kaum Betawi, RK dan Eki Pitung Se...
Pertarungan Dukungan Eks Gubernur Foke dan Anies v...
Buka 35.000 Lowongan Pekerjaan, Pj Teguh Resmikan...
Pj Teguh Instruksikan Perangkat Daerah Bersinergi...