CARITAU JAKARTA – Panglima TNI Jenderal Andhika Perkasa menyatakan peristiwa penembakan yang dilakukan KKB pada 27 Januari lalu di Pos Gome, Kabupaten Puncak Papua yang dilaporkan oleh Komandan Kompi (Danki) kepada dirinya merupakan kebohongan.
Jenderal Andhika mengungkapkan, awalnya Danki di Pos militer Gome melaporkan bahwa kelompok KKB melakukan penyerangan ketika prajurit sedang berpatroli di beberapa titik.
"Jadi yang dilaporkan komandan itu, mereka mengeluarkan tim untuk patroli ke titik-titik koordinat yang disebut. Rupanya Komandan Gome ini berbohong, ternyata prakteknya gak di situ. Titik yang dilaporkan itu semuanya tidak benar," ungkap Jenderal Andhika di Gedung DPR Senayan, Jakarta, Kamis (24/3/2022).
Andhika menjelaskan, laporan tersebut berbeda dengan sejumlah fakta yang terjadi di lapangan. Faktanya, para prajurit di pos militer Gome diarahkan bergeser untuk menjaga titik yang menjadi lokasi penggalian pasir.
"Titik patroli yang dilaporkan itu semuanya enggak benar, karena yang dilaporkan misalnya titik A, yang dilakukan ke titik lain yaitu di pinggir jalan, di sana ada galian pasir," jelas Andhika.
Kendati demikian, Andika menyebut sebenarnya TNI bisa saja mengerahkan prajurit menjaga proyek tertentu, asalkan dilaporkan pimpinan karena proyek itu masuk kategori kepentingan nasional.
"Memang proyek strategis nasional harus didukung, tetapi kalau memang iya, supervisi atas situasi di sana bagaimana," kata Andhika.
Proses Hukum Tetap Berjalan
Meski mengalami beberapa kendala, menantu mantan Kepala BIN AM Hendropriyono itu memastikan, proses hukum kelalaian danki yang berujung gugurnya tiga prajurit di Distrik Gome, Puncak, Papua masih terus berlanjut.
"Proses hukum sudah dimulai karena memang lokasinya, jadi proses penyidikan memerlukan waktu yang lebih panjang. Karena untuk ke sana juga kita tidak terlalu bebas seperti di sini. Tapi yang jelas itu akan terus berlanjut," kata Andika.
Panglima TNI memastikan pihaknya akan terus tegas memproses hukum terhadap prajurit yang melanggar ketentuan hukum pidana militer dibukukan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM).
Penegakan hukum terhadap prajurit harus tetap tegas mengikuti aturan perundang-undangan agar para prajurit fokus dan selalu disiplin menjalankan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang ada.
"Proses hukum. Jadi kalau proses hukum kita punya pegangan. Apakah hanya Pasal 103 KUHPM atau bahkan ada pasal KHUP-nya pasal-pasal pidana lain. Ini tergantung tindak pidana yang dilakukan. Pasti kita akan tegakkan hukum supaya juga fokus pada tupoksinya di mana pun mereka berada," imbuh Andika.
Lebih dalam Andhika menuturkan, pihaknya sudah melakukan evaluasi dari kejadian tersebut. Menurutnya, tragedi itu terjadi lantaran danki yang bersangkutan tak melakukan tugasnya sesuai dengan prosedur operasi standar (SOP).
"Sudah. Evaluasi langsung kita beritahukan ke seluruhnya yang sedang bertugas tentang case study ini sehingga jangan sampai ada yang melakukan lagi. Karena kan SOP aktivitas anggota kita di sana sudah diberikan. Secara detail sudah. Itu yang tidak dilakukan," tutur Andhika.
Selain itu Andhika kembali menegaskan bahwa kejadian tersebut adalah peristiwa yang harus dijadikan evaluasi dalam kubu internal TNI.
Tidak boleh ada lagi perajurit TNI yang terlibat dalam pengamanan proyek pertambangan dan galian pasir. Apabila masih terulang kejadian yang sama, maka akan secara tegas dapat diproses hukum.
"Kami tegakan hukum agar fokus pada tupoksi dimanapun prajurit berada," pungkasnya. (GIBS)
PMJAK Desak Bawaslu DKI Tindaklanjuti Soal Dana Ka...
Yuks Ramaikan Kampanye Akbar Andalan Hati di GOR S...
Masyarakat Bantaeng Sambut Kunjungan Andi Sudirman...
GKJ Pererat Hubungan dengan Warga Melalui Jumat Be...
Demi Kepentingan Kaum Betawi, RK dan Eki Pitung Se...