CARITAU JAKARTA - Pemerhati lingkungan yang juga Ketua Umum Masyarakat Perkotaan Indonesia, Ubaidillah mengajak semua pihak untuk sama-sama menanggulangi polusi udara di tanah air, termasuk Jakarta.
Menurutnya, penanggulangan polusi udara ini tidak bisa dilakukan sendiri oleh pemerintah, namun harus dilakukan oleh semua komponen bangsa, termasuk pelaku usaha.
Baca Juga: Gedung Bakamla Terbakar
"Penanggulangan ini juga perlu dilakukan oleh pelaku usaha, salah satu hal yang bisa dilakukan adalah dengan mendapatkan sertifikasi keberlanjutan baik terkait gas rumah kaca (GRK) maupun sertifikasi karbon atau International Sustainability and Carbon Certification (ISCC)," kata Ubaidillah dalam keterangannya, Senin (14/8/2023).
Penanganan dampak buruk emisi GRK itu, tegasnya, harus dilakukan secara massif oleh semua pihak. Dia mencontohkan, masyarakat luas bisa melakukan hal kecil seperti sadar sampah, yaitu mengelola sampah berdasarkan klasifikasinya sejak dari rumah sehingga memudahkan pengelolaan di tingkat yang lebih besar. Masyarakat juga bisa melakukan penghijauan di lingkungan rumah.
Ubaidillah menjelaskan, efek GRK adalah fenomena alam ketika gas-gas tertentu di atmosfer bumi terperangkap sehingga tidak melepasnya kembali ke angkasa.
"Efek rumah kaca itu gas di atmosfer yang tidak ditangkap ke atas dan dipancarkan lagi ke bumi sehingga membentuk emisi yang cukup tinggi radiasinya. Itu penyebabnya ada dua zat emisi yang cukup signifikan, yaitu karbondioksida (CO2) dan Metana (CH4)," terang Ubai.
Lebih lanjut dijelaskan Ubai, karbondioksida dihasilkan dari emisi bahan bakar fosil seperti batubara dan gas bumi. Sedangkan gas metana bersumber dari pengelolaan limbah, pertanian dan peternakan, serta limbah sampah rumah tangga.
Selain itu, efek rumah kaca juga terjadi karena aktivitas penggundulan hutan, minimnya penghijauan di perkotaan, serta industri yang turut menghasilkan gas karbon dari aktivitas industrinya.
Dampak yang paling terasa adalah pemanasan global, termasuk peningkatan suhu bumi, perubahan iklim yang tidak menentu, kenaikan permukaan air laut, hingga gangguan ekosistem dan pemusnahan hayati.
Apa yang disampaikan Ubai sejalan dengan data yang dikeluarkan Persatuan Bangsa Bangsa (PBB). Disebutkan bahwa sejak tahun 1990, sudah ada 420 juta hektar hutan yang musnah dengan alasan untuk pertanian, perkebunan, pemukiman, hingga pembangunan infrastruktur.
Indonesia sendiri masuk dalam negara-negara yang penyumbang penggundulan hutan paling parah bersama Brasil, dan Republik Kongo Demokratik.
Dia menegaskan, pada tahun 2023 ini Indonesia masuk dalam daftar 10 besar kota dengan polusi udara terburuk, dan menjadi negara di Asia Tenggara dengan tingkat polusi udara paling buruk.
Menurutnya, para pemimpin negara di dunia telah mengambil sejumlah kebijakan untuk menanggulangi polusi udara yang diakibatkan oleh emisi GRK yang semakin buruk.
Sejatinya, kata Ubai, emisi GRK memang dibutuhkan oleh bumi. Utamanya untuk menjaga suhu bumi agar perbedaan suhu antara siang dan malam tidak terlalu besar.
Para ilmuwan yang mempelajari efek rumah kaca sejak tahun 1824. Salah satu ilmuwan, Joseph Fourier mengatakan, adanya gas-gas rumah kaca tersebut membuat iklim bumi layak huni. Tanpa efek rumah kaca, diperkirakan suhu permukaan bumi akan berubah sekitar 60°F atau 15,6° C lebih dingin. (DID)
Baca Juga: Penetapan Hasil Pemilu 2024
polusi udara polusi udara jakarta terburuk di dunia setifikat karbon dki jakarta
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...