CARITAU JAKARTA – Aktor Gary Iskak ditangkap bersama empat orang lain di kawasan Pasir Putih, Bandung pada Senin (23/5/2022) malam lantaran kepemilikan sabu.
Ini bukan kali pertama Gary terseret kasus narkoba jenis sabu. Pada September 2007 lalu, ia harus mendekam di balik jeruji besi karena positif mengonsumsi barang haram tersut. Saat itu, ia ditangkap di sebuah kelab malam di Jakarta Barat.
Tak hanya Garry, banyak artis maupun tokoh publik yang ditangkap lantaran mengonsumsi sabu.
Di Indonesia, sabu adalah narkoba yang berbentuk seperti pecahan kaca atau batu putih kebiruan mengkilat.
Barang haram ini memiliki kemiripan secara kimiawi dengan amfetamin, yakni obat yang digunakan untuk mengobati gangguan hiperaktivitas defisit perhatian (ADHD) dan narkolepsi.
Dilansir dari berbagai sumber, sabu atau metamfetamin adalah obat yang kuat dan sangat adiktif dan dapat memengaruhi sistem saraf pusat.
Biasanya, sabu dikonsumsi dengan cara dijadikan rokok, ditelan sebagai pil, disuntikkan pada tubuh, atau diisap melalui hidung.
Setelah mengonnsumsi sabu, jumlah dopamin di otak yang memicu rasa bahagia, semangat, dan energi buat para pemakai.
Maka tak heran, orang yang mengonsumsi sabu bisa merasa bahagia atau bersemangat, yang dikenal dengan sensasi ‘tinggi’.
Namun, efek sabu tersebut akan memudar dengan cepat. Banyak orang yang kemudian mengonsumsinya dalam dosis tinggi sehingga menyebabkan kecanduan.
Berawal dari Riset
Sabu atau metamfetamina pertama kali ditemukan tahun 1871. Saat itu seorang ahli farmasi Jepang bernama Nagai Nagayoshi sedang melakukan riset di Universitas Humboldt, Berlin.
Dari riset tersebut, Nagoyashi berhasil mengisolasi senyawa efedrina yang berfungsi sebagai stimulan dari tumbuhan Cina, ephedra sinica.
Awalnya efedrina ini diharapkan dapat membantu penderita asma, tetapi beberapa perusahaan menolak untuk memproduksi obat tersebut karena efeknya yang tidak jauh berbeda dengan adrenalin.
Hal ini memicu Nagayoshi untuk meningkatkan efek efedrina dan mengembangkannya menjadi metamfetamina. Sayangnya, Nagoyashi belum dapat menemukan cara praktis membuat metamfetamina.
Pada tahun 1919, seorang ahli kimia Jepang lainnya, Akira Ogata, berhasil menemukan proses yang lebih mudah dan cepat untuk memproduksi kristal metamfetamina.
Seiring berjalannya waktu, popularitas metamfetamina makin meningkat. Bahkan tercatat metamfetamina digunakan secara luas selama Perang Dunia ke-II, saat kedua belah pihak menggunakannya agar pasukan tetap terjaga.
Salah satunya pilot Kamikaze Jepang juga mengonsumsi metamfetamin dengan dosis tinggi sebelum melakukan misi bunuh diri mereka. Setelah itu, para pilot lantas menabrakan diri ke kapal Amerika.
Usai Perang Dunia ke-II, pada tahun 1950-an metamfetamin sering diberikan dengan resep dokter untuk membantu diet dan melawan depresi.
Namun seiring berjalannya waktu, penggunaannya yang meluas juga berdampak terjadinya penyalahgunaan di masyarakat.
Pola ini berubah mendadak di 1960-an karena metamfetamin yang bisa disuntikkan tersedia lebih banyak, berarti penyalahgunaannya juga meningkat.
Penyalahgunaan ini karena barang tersebut mudah didapat. Sabu bahkan sering digunakan sebagai stimulan non-medis oleh mahasiswa, supir-supir truk dan olahragawan yang membyat penyalahgunaannya makin meluas.
Di Amerika Serikat, penjualan sabu dikontrol oleh geng sepeda motor, mulai produksi hingga distribusi. Kebanyakan pengguna saat itu hidup di pedalaman dan tidak mampu untuk menggunakan kokain yang lebih mahal.
Menyikapi maraknya peredaran sabu, pada tahun 1970 pemerintah Amerika Serikat menyatakan jika penggunaan sabu adalah tindakan ilegal.
Tahun 1990-an, organisasi penyelundup narkoba Meksiko mendirikan laboratorium yang besar di California, AS. Selagi lab besar itu mampu menghasilkan 22,7 kg zat dalam satu akhir pekan, lab pribadi yang kecil banyak bermunculan di dapur dan apartemen sehingga sabu dijuluki zat ‘stove top’.
Mulai dari sana menyebar ke seluruh Amerika Serikat dan ke Eropa melalui Republik Ceko. Dewasa ini, kebanyakan narkoba yang ada di Asia dihasilkan di Thailand, Myanmar dan Cina, termasuk ke Indonesia.
Meski tak catatan dan waktu yang jelas, namun dari berbagai sumber menyebut sabu masuk ke Indonesia sekitar awal 1990-an.
Pemerintah Indonesia secara tegas melarang peredarannya di Indonesia pada tahun 1997 melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. (RIO)
apa itu sabu sejarah sabu garry iskak konsumsi sabu bahaya sabu
Masyarakat Bantaeng Sambut Kunjungan Andi Sudirman...
GKJ Pererat Hubungan dengan Warga Melalui Jumat Be...
Demi Kepentingan Kaum Betawi, RK dan Eki Pitung Se...
Pertarungan Dukungan Eks Gubernur Foke dan Anies v...
Buka 35.000 Lowongan Pekerjaan, Pj Teguh Resmikan...