CARITAU JAKARTA - Sejak viralnya kasus dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dialami Lesti Kejora, masyarakat kini menjadi lebih peduli terhadap isu tersebut.
Psikolog Klinis Forensik dari Universitas Indonesia (UI), Kasandra Putranto, menyebut KDRT terjadi karena salah satu atau kedua pasangan ingin mempertahankan kekuasaan atas kontrol istri maupun suami.
“Kekerasan dalam rumah tangga berasal dari keinginan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan dan kontrol atas pasangan. Orang yang melakukan kekerasan percaya bahwa mereka memiliki hak untuk mengontrol dan membatasi kehidupan pasangannya," kata Kasandra, Selasa (11/10/2022).
"Seringkali karena mereka percaya bahwa perasaan dan kebutuhan mereka sendiri harus menjadi prioritas dalam hubungan, atau karena mereka menikmati menggunakan kekuatan yang diberikan untuk melakukan kekerasan terhadap pasangannya," tambahnya.
Baca juga: Lesti Kejora Laporkan Rizky Billar atas Dugaan KDRT, Polisi Jelaskan Hal Ini
Sebelum menikah, penting bagi pasangan untuk mengenali pasangan dan kematangan emosional. Salah satu fasilitas yang disediakan negara ialah konseling pranikah.
Konseling pranikah ini bisa dilakukan calon mempelai agar mendapat arahan profesional dan menentukan langkah pencegahan tindakan kekerasan.
Selain itu, penting juga untuk membekali diri dengan literasi mengenai UU yang mengatur tentang KDRT agar masing-masing pihak lebih sadar dengan konsekuensi kekerasan di mata hukum.
Baca juga: Jadi Edukasi Masyarakat, KPI Apresiasi Langkah Lesti Kejora Laporkan Kasus KDRT
Psikolog klinis Anggiastri Hanantyasari Utami dari Universitas Gadjah Mada menyebut hal tersebut mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di masa depan.
"Penting bagi calon pengantin mengetahui secara umum bagaimana hubungan pasangan dengan keluarganya dan bagaimana mereka berinteraksi dalam keluarga," beber Anggiastri.
Anggota Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Indonesia tersebut menambahkan calon pasangan suami istri perlu untuk berdiskusi mengenai hal-hal yang berpotensi memunculkan masalah dalam rumah tangga dan bagaimana mereka akan mengatasinya di kemudian hari.
"Seperti masalah finansial, keromantisan dalam rumah tangga, pengasuhan, dan lain-lain," tambah Anggiastri.
Selain itu, calon pengantin sejak awal harus secara tegas menentukan batasan toleransi ketika mereka menghadapi konflik.
Misal, menyepakati jika perselingkuhan dan KDRT adalah hal fatal yang tak dapat diterima dalam pernikahan.
Baca juga: Pernikahan Artis ini Ramai Dibicarakan Publik, Raffi Ahmad–Nagita Slavina Paling Heboh
Di sisi lain, setiap calon pengantin, seperti dilansir Antara, juga perlu untuk memahami dan menyiapkan dirinya terlebih dahulu di mana individu mampu memahami karakter diri, peka pada kebutuhan-kebutuhan diri, mengembangkan kematangan emosional dan mampu memberdayakan diri.
Sementara itu, psikolog klinis Annisa Prasetyo Ningrum dari Universitas Indonesia mengatakan kekerasan dalam rumah tangga pada umumnya tidak terjadi secara tiba-tiba. KDRT terjadi karena dipicu oleh sesuatu.
Maka, penting bagi calon pasangan suami istri untuk mengidentifikasi situasi atau hal yang berpotensi menjadi sumber konflik dalam rumah tangga, mulai dari kondisi keluarga, karakter, perbedaan sudut pandang hingga masalah finansial.
"Hal ini diharapkan dapat memotivasi calon pasutri untuk berupaya agar tidak sampai menjadi pelaku atau korban KDRT," imbuh Annisa. (RIO)
Peluang Pilkada Jakarta Dua Putaran, RK-Suswono Bi...
Percepat Pembangunan Jakarta, Pj Teguh Lantik Peja...
Pj Teguh Apresiasi DPRD DKI Jakarta Setujui Raperd...
Dorong Edukasi Gen Z, Desie Minta Dispusip DKI Sel...
Penyelenggaraan Haji 2025, Kemenag Fokus Tingkatka...