CARITAU JAKARTA – Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengajukan permohonan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Maret 2023, tentang persyaratan batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) seperti diatur pada UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, khususnya pasal 169 huruf (q).
Partai yang tidak lolos ambang batas parlemen ini mengajukan permohonan uji materi bukan tanpa alasan. Mereka menilai, batas usia minimal 40 tahun bagi capres dan cawapres tidak berdasar dan mencederai hak konstitusional orang-orang yang berusia 35-40 tahun.
Baca Juga: Ganjar Pranowo Hadiri Deklarasi Dukungan PP Polri
PSI mengklaim, langkah mereka sebagai upaya memberikan ruang kepada para anak muda supaya bisa berpartisipasi dalam politik dan jabatan kepemimpinan publik.
Terkait permohonan PSI ini, MK telah menggelar sidang pengujian pasal 169 huruf q tersebut pada Rabu (3/5/2023).
Pemohon, dalam hal ini PSI, menyampaikan poin perbaikan permohonan, di antaranya: menambahkan ketentuan berupa Perppu 1/2022 sebagai objek permohonan, karena Perppu tersebut telah disahkan pada Rapat Paripurna DPR RI pada tahun 2022.
Memperjuangkan Hak Politik Kaum Muda
PSI menilai ada banyak anak muda yang berprestasi saat mengemban jabatan kepemimpinan publik dan berpotensi menjadi presiden maupun wakil presiden RI.
"Namun sayangnya terganjal syarat usia minimal 40 tahun dalam UU Pemilu saat ini," kata Direktur LBH PSI Francine Widjojo.
Menurut Francine, PSI sebagai partainya anak muda mendukung untuk memberikan kesempatan sebesar-besarnya kepada anak muda yang kompeten untuk maju sebagai capres dan cawapres.
"Banyak anak muda menunjukkan prestasinya dalam jabatan kepemimpinan publik yang bisa jadi berpotensi menjadi presiden maupun wakil presiden. Namun sayangnya, terganjal syarat usia minimal 40 tahun dalam UU Pemilu saat ini," kata Francine.
Dirinya membandingkan UU Nomor 7/2017 dengan dua UU Pemilu sebelumnya yang mengatur syarat minimal usia 35 tahun, yakni UU Nomor 23 Tahun 2003 pada pasal 6 huruf (q) dan UU Nomor 42 Tahun 2008 yang telah diganti oleh UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
"Saat ini tidak ada batasan usia minimal untuk menjadi menteri. Sedangkan dalam pasal 8 ayat (3) UUD 1945 ada potensi menteri yang usianya di bawah 40 tahun dapat melaksanakan tugas sementara sebagai presiden dan wapres," tambah Francine.
Pasal 8 ayat (3) UUD 1945 mengatur, bahwa jika Presiden dan Wapres mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, maka tugasnya dilaksanakan oleh Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama.
Menurut dia, Indonesia pernah punya sejarah kepemimpinan saat Sutan Syahrir di usia 36 tahun menjadi Perdana Menteri pertama. Sutan Syahrir sebagai perdana menteri termuda di dunia saat itu.
"Beliau juga dipercaya sekaligus merangkap jabatan Perdana Menteri dengan Menteri Dalam Negeri dan Menteri Luar Negeri," tutur Francine.
PSI pun berharap agar UU tidak menjadi penghambat potensi anak muda.
"Jangan sampai UU justru menjadi hambatan potensi anak muda. Sutan Syahrir sudah membuktikan umur bukanlah tolak ukur yang tepat untuk menilai kompetensi seorang pemimpin," pungkasnya.
Diduga Manuver Politik buat Gibran
Pengamat komunikasi politik Hendri Satrio menganggap permohonan judicial review yang dimohonkan PSI ke MK tentang batas usia capres dan cawapres terlalu kasat mata sebagai sebuah manuver politik.
Maka wajar jika kemudian publik mengaitkannya dengan peluang memunculkan Gibran Rakabumig Raka, Wali Kota Solo yang juga putra Presiden Joko Widodo, untuk menjadi cawapres.
Gibran yang lahir pada 1 Oktober 1987 saat ini baru menginjak usia 35 tahun.
"Saya justru menjadi kasihan dengan Gibran yang jadi terseret-seret dalam persoalan. Hal ini tidak baik untuk Gibran yang sedang fokus pada tugas menjadi Wali Kota Solo," kata pria yang akrab disapa Hensat tersebut.
Hensat justru mengkhawatirkan Gibran bisa masuk dalam pusaran konflik politik yang sebenarnya tidak perlu. "Jangan sampai demi kepentingan politik praktis, malah menjerumuskan demokrasi kita dan membuat posisi Gibran menjadi sulit," katanya.
Sementara itu, pengamat kebijakan publik Amir Hamzah menilai, upaya PSI mengajukan judicial review terkait batasan usia capres dan cawapres hanyalah sebuah manuver politik. Sebab PDI Perjuangan yang mengusung Ganjar Pranowo sebagai capres, sejauh ini tak mengakomodir PSI. PDI Perjuangan hanya mengakomodir dukungan dari PPP dan Partai Hanura.
Amir pun menilai wajar, jika kemudian PSI bermanuver mendukung Gibran sebagai cawapres. Namun karena terganjal factor usia, maka digugatlah Pasal 169 huruf (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang memuat aturan mengenai batas usia minimal 40 tahun untuk capres dan cawapres.
"Saya melihat apa yang dilakukan PSI hanya manuver. Apalagi mengingat dukungan PSI ke Ganjar tidak diakomodir oleh PDIP. Jadi PSI bermanuver mendukung Gibran sebagai cawapresnya Ganjar dengan mengajukan judicial review," kata Amir Hamzah.
Menurut Amir, meskipun di dalam UU Pemilu diatur batasan usia presiden dan wakil presiden, namun UUD 1945 tidak tegas mengatur mengenai batasan umur.
Sebenarnya persoalan batas usia pejabat negara sudah berkali-kali digugat ke MK. Pandangan MK selama ini yang dimuat dalam pertimbangan hukumnya menyebut UUD 1945 tidak menentukan batasan usia minimum. "Itu artinya UUD 1945 menyerahkan kepada pembentuk undang-undang untuk mengaturnya," pungkasnya.(Wahyu Praditya Purnomo)
Baca Juga: Konsolidasi Partai Golkar di Sumut
psi gugat batas usia presiden mk hak politik kaum muda manuver politik ganjar pranowo gibran rakabuming raka pilpres 2024 pemilu 2024
lrqwn8
o8uext
2v0dkm
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...