CARITAU SURABAYA – Guru Besar Departemen Fisika, Fakultas Sains dan Analitika Data (FSAD) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Prof Darminto MSc berhasil melakukan fabrikasi komponen semikonduktor sel surya dengan memanfaatkan biomassa.
Darminto menjelaskan, karbon amorf merupakan material semikonduktor pada sel surya yang berfungsi sebagai komponen pengubah energi matahari menjadi arus listrik.
Baca Juga: Pengembangan Ekosistem Biomassa PLN Dukung Pemanfaatan Lahan Kritis 1,7 Ha jadi Produktif
“Pada umumnya, material tersebut tersusun oleh grafit yang merupakan produk pertambangan, sehingga ketersediaannya terbatas. Dengan demikian, perlu adanya karbon amorf berbasis grafena dengan memanfaatkan sumber daya terbarukan,” paparnya dalam keterangan, Minggu (9/7/2023).
Salah satu alternatif tersebut yakni memanfaatkan biomassa atau bahan organik tumbuhan. Inovasi ini memanfaatkan nira dari pohon lontar yang dikonversi menjadi serbuk karbon. Kemudian, serbuk karbon dilarutkan dan dibentuk menjadi sebuah lapisan tipis.
“Lapisan tipis tersebut yang disebut karbon amorf berbasis grafena,” ujarnya.
Karbon amorf berbasis grafena memiliki beberapa keunggulan seperti bahan baku ramah lingkungan, harga bahan baku yang lebih terjangkau, serta proses pengolahan yang lebih sederhana.
Pada implementasinya, karbon amorf berbasis grafena ini juga diterapkan dalam berbagai aspek teknologi seperti superkapasitor, bahan elektroda baterai, komponen berbagai sensor, dan pelapis antiradar.
Perangkat karbon amorf berbahan biomassa gagasan Darminto dan tim tersebut kini sedang dalam tahap pengembangan lebih lanjut.
Lelaki asal Tulungagung ini mengungkapkan bahwa nilai efisiensi sel fotovoltaik atau sel surya yang dihasilkan masih dalam angka 0,1 persen. Terpaut jauh dengan bahan amorf jenis silikon yang sudah mencapai di atas 10 persen.
“Hal ini menjadi tantangan besar dalam meningkatkan nilai efisiensi karbon amorf,” ungkapnya.
Inovasi karbon amorf berbasis grafena tersebut menjadi makalah dalam sebuah jurnal internasional. Nilai efisiensi yang dihasilkan pada karbon amorf berbasis grafena ini sangat berpotensi ditingkatkan agar setara dengan sel surya yang ada di pasaran.
“Keterbatasan fasilitas di Indonesia menjadi kendala kami, sehingga perlu bantuan mitra dari luar Indonesia,” tandasnya.
Melalui program Matching Fund Kedaireka dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) tahun 2023, inovasi gagasan dosen berkacamata ini sedang giat dikembangkan untuk produksi mikro material biografena dengan mitra perusahaan swasta.
“Harapannya, karbon amorf berbasis grafena ini dapat diproduksi secara massal dan diimplementasikan pada berbagai aplikasi teknologi dalam kehidupan sehari-hari,” kata Darminto. (HAP)
Baca Juga: PJB Sukses Uji Coba Co-Firing 6% PLTU Paiton 1 dan 2, PLN Siap Sukseskan KTT G20
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...