CARITAU JAKARTA – Sejarawan Belanda, Haary Poese dalam buku Madiun 1948 bergerak menjabarkan tentang dinamika politik Indonesia yang dangkal pada saat itu.
Di sini, perlu disorot ialah tragedi Musso sebagai sosok pemimpin. Pandangan dan analisis dirinya yang dangkal dalam membaca dinamika politik Indonesia 1948, menjadikan Musso sebagai pemimpin yang terkurung dalam lingkungannya sendiri.
Alhasil, Musso tidak mempunyai penglihatan yang baik tentang tali-temali masalah yang membelit republik yang baru berumur tiga tahun itu.
Tambahan lagi, orang orang di ring satu Musso seperti Amir Syarifuddin, Setiajit, dan Maruto Darusman, tetap saja sejatinya sosialis dan komunis bercita rasa Eropa. Dan tengah frustrasi setelah tersingkir dari pemerintahan.
Sehingga terciptalah masukan kepada Musso, isinya berupa hasutan untuk mengobarkan kemarahan Musso yang dasarnya memang temparemental, dan tukang kepruk.
Sehingga informasi dan analisis ketiga orang ini kepada Musso, merupakan penilaian subyektif dan penuh fantasi. Tidak berdasarkan laporan intelijen yang sesuai kondisi nyata dalam masyarakat. Dan tidak berdasarkan analisis ideolog Marxis yang selalu bertumpu pada kondisi obyektif.
Disinformasi dan analisis keadaan dari Amir-Setiajit-Darusman kepada Muso inilah yang menjadi dasar dari keputusan meletuskan pemberontakan Madiun 1948.
Apa pelajaran buat kita sekarang? Pola pikir dan gaya kepemimpinan ala Musso ini ada di berbagai kelompok pergerakan saat ini. Bahkan di dalam tubuh pergerakan Islam. Sehingga gampang jadi sasaran provokasi untuk diradikalisasi. Jadi bukan di lingkup pergerakan komunis saja.
Selain dangkal pemikiran dan pandangannya dalam menilai tali-temali masalah, juga miskin informasi. Sehingga model kepemimpinan ala Musso ini dengan mudah dikurung di kandangnya sendiri.
Pantas Bung Karno waktu itu lebih suka menyebut penyakit Amir-Muso ketimbang menyudutkan komunis sebagai isme. Dan beliau benar dan berpandangan jauh. Sebab nyatanya penyakit Amir-Muso banyak juga menular ke beberapa kalangan aktivis non komunis saat ini.
Penulis: Hendrajit (Pengkaji Geopolitik dan Direktur Eksekutif Global Future Institute)
pola pikir dan gaya kepemimpinan ala musso kelompok pergerakan aktivis pergerakan amir syarifuddin setiajit maruto darusman
PMJAK Desak Bawaslu DKI Tindaklanjuti Soal Dana Ka...
Yuks Ramaikan Kampanye Akbar Andalan Hati di GOR S...
Masyarakat Bantaeng Sambut Kunjungan Andi Sudirman...
GKJ Pererat Hubungan dengan Warga Melalui Jumat Be...
Demi Kepentingan Kaum Betawi, RK dan Eki Pitung Se...