CARITAU SURABAYA – Epidemiolog Unair menyebut kebijkan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson membebaskan penggunaan masker bagi warga negaranya disebabkan negeri Ratu Elizabeth sudah melewati masa puncak varian Omicron.
“Inggris merupakan salah satu negara di benua Eropa yang lebih dulu terpapar Omicron sebelum Indonesia. Sedangkan Omicron memiliki jangka waktu 1-2 bulan untuk mencapai puncak kasus tertinggi sejak pertama kali virus tersebut berada pada suatu negara. Maka wajar saja jika Perdana Menteri mengumumkan pembebasan masker lebih cepat daripada Indonesia,” kata Laura Navika Yamani, SSi, MSi, PhD, epidemiolog Unair seperti dirilis Humas Unair, Selasa (1/2/2022).
Sebelumnya seperti dirilis Reuter pada Jumat (21/1/2022), PM Boris Johnson mencabut pembatasan pandemi virus Corona, termasuk aturan wajib masker. Pencabutan dilakukan setelah meyakini gelombang varian Omicron telah mencapai puncak di Inggris.
Sementara di Indonesia, menurut Laura, berdasarkan analisis dari Kementerian Kesehatan, Indonesia baru akan mencapai puncak pada Februari, meski masih butuh pemantauan lebih lanjut.
“Mengapa? Karena Omicron memiliki potensi penyebaran lebih tinggi daripada Delta,” imbuhnya.
Oleh sebab itulah, lanjut Laura, pembebasan pemakaian masker di Indonesia masih belum bisa diterapkan karena jumlah kasus tertinggi masih belum terjadi. Jika pun sudah terjadi, sangat dianjurkan untuk tetap mematuhi protokol kesehatan.
“Kecil kemungkinan tidak terdapat varian baru setelah Omicron. Sebisa mungkin kita melakukan suatu hal yang tidak merugikan,” tambahnya
Sejatinya Laura sangat menyayangkan apabila ada kebijakan pembebasan masker dan protokol kesehatan dicabut. Sebab jika dilihat, varian Omicron muncul di benua Afrika dan berakhir marak di benua Eropa.
Lantas jika protokol kesehatan dibebaskan di salah satu negara dan kemungkinan terburuk memunculkan varian baru, maka secara tidak langsung akan berdampak pada negara-negara di sekitarnya.
“Jangan sampai hal ini (kebijkan PM Inggris) dijadikan euphoria ketika kasusnya turun. Bisa diingat kembali bahwa Delta berasal dari Inggris karena terdapat kelonggaran protokol kesehatan sebelumnya,” tegas Dosen FKM tersebut.
Cakupan vaksinasi Inggris memang terkenal sangat tinggi sebelum terjadinya gelombang Omicron. Namun ternyata jebol dengan varian baru tersebut. Artinya gelombang varian Omicron tidak dapat dihindarkan. Oleh karena itu mematuhi protokol kesehatan perlu dilaksanakan tanpa adanya pembebasan.
“Bukan berarti kita harus melaksanakan protokol kesehatan seumur hidup, tapi akan ada saat yang lebih tepat. Toh melaksanakan protokol kesehatan tidak ada ruginya,” ujar perempuan kelahiran Surabaya itu.
Ada saatnya seluruh masyarakat mampu melewati masa pandemi tanpa kekhawatiran sedikit pun, namun untuk msuk ke tahap tersebut tidak ada salahnya melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan demi kenyamanan bersama.
Sementara Inggris, menurut Laura, ada kemungkinan Inggris tidak serta-merta membebaskan pemakaian masker begitu saja karena pemerintah tetap melaksanakan pemantauan melalui 3T (testing, tracing, dan treatment).
“Meskipun begitu setiap negara memiliki regulasinya masing-masing. Ada peraturan yang sesuai jika diterapkan di Indonesia, begitu pula sebaliknya,” pungkas Laura. (HAP)
Fauzi Bowo Ingin Jakarta Dipimpin oleh Orang yang...
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024