CARITAU JAKARTA - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyoroti ikhwal gugatan yang telah diajukan oleh sekelompok masyarakat terkait penerapan sistem proposional terbuka (pemilu terbuka) menjadi proposional tertutup (pemilu tertutup) di kontestasi Pemilu 2024.
Baca Juga: PDIP Siap Jadi Oposisi Jika Prabowo-Gibran Menang, Ini Kata Anies
Peneliti Perludem, Kahfi Adlan Hafiz mengatakan, fenomena gugatan soal pemilu terbuka menjadi tertutup yang memaksa MK untuk ikut serta memutuskan gugatan bakal berbahaya.
Hal itu lantaran, kedepanya bakal berimplikasi bahwa DPR atau pemerintah tidak lagi dapat merubah sistem pemilu yang telah ditetapkan pada sidang uji materi dari lembaga tersebut.
"Jadi dalam kesimpulan, kami tegaskan bahwa akan sangat berbahaya ketika sistem pemilu itu diputuskan oleh MK," kata Kahfi di Jakarta, Rabu (31/05/2023).
Menurut Kahfi, jika dalam agenda sidang putusan MK mengabulkan gugatan untuk melaksanakan pemilu tertutup sebagai sistem yang dinilai telah memenuhi unsur konstitusionalz maka sistem lain yang meliputi kepemiluan akan menjadi inskonstitusional.
Dirinya menjelaskan, maksud dari inkonstitusional itu lantaran, para pembentuk Undang-Undang dalam hal ini Pemerintah dan DPR tidak lagi dapat mengganti sistem pemilu tertutup menjadi
sistem pemilu lainya baik sistem proposional terbuka, sistem mayoritas dan sistem campuran.
Berdasarkan hal itu, Kahfi mengatakan, sejatinya sistem pemilu di Indonesia harus menjalankan metode evaluasi setiap usai menyelenggarakan Pemilu per lima tahun sekali.
Selain itu, ia menegaskan bahwa pihaknya juga mendesak MK untuk menolak gugatan yang dilayangkan sejumlah orang tersebut melalui agenda sidang putusan hukum yang akan digelar dalam waktu dekat ini.
Dirinya menambahkan, dengan keputusan MK yang menolak untuk ditetapkanya sistem pemilu tertutup, maka penentuan terkait gugatan itu akan diambil alih melalui pembentuk Undang -Undang atau akrab disebut dengan istilah open legal policy.
"Mungkin sekarang sistem pemilu yang lebih relevan adalah sistem proporsional, tapi di masa depan nanti bisa jadi yang lebih relevan adalah sistem campuran atau sistem mayoritas. Ketika MK memutuskan satu sistem yang konstitusional, maka tidak ada ruang evaluasi sistem di masa depan," tandas Kahfi. (GIB/DID)
Baca Juga: Survei Internal PKS, Mantan Gubernur NTB Layak Maju Pilkada DKI
Akademisi Unhas: Andalan Hati Punya Rekam Jejak Ku...
Mesin Pemenangan 02 Semakin Besar, 1.200 Relawan D...
Sudah Dirasakan Maysarakat, Ini Sederet Bukti Kine...
Komitmen Prabowo dalam Memulihkan UMKM dan Ketahan...
Cawagub 02 Fatmawati Rusdi Dinobatkan Sebagai Pere...