CARITAU JAKARTA - Penerapan kebijakan jalan berbayar atau ERP Jakarta seharusnya dibarengi dengan penerapan angkutan secara terintegrasi. Hal tersebut diungkapkan pengamat Transportasi Djoko Setijowarno.
Dikatakannya, penerapan jalan berbayar dapat direalisasikan apda tahun 2024. Mengingat, masih perlunya sosialisasi dan penyiapan angkutan secara terintegrasi.
Baca Juga: Ucapkan Selamat Tahun Baru Imlek 2024, Pj Heru Harap Bawa Keberkahan dan Kesehatan
Dirinya pun menyebut, saat ini kondisi angkutan umum di wilayah sekitar Jakarta masih perlu dibenahi kembali.
"Sebaiknya tahun depan atau 2024 mulai dioperasikan ERP ini dan telah LRT Jabodebek beroperasi tahun ini (dapat menambah kapasitas angkutan umum) dan masih ada sisa waktu untuk sosialisasi ke warga," kata dia dalam keterangannya, Rabu (18/1/2023).
Dia mengatakan, akses transportasi umum bagi warga Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Bodetabek) yang masih butuh jaringan angkutan umum yang lebih banyak. Utamanya bagi pekerja di Jakarta.
Dengan penerapan ERP, otomatis sebagian orang akan diberi pilihan, menggunakan moda transportasi lain, atau terpaksa membayar. Untuk opsi pertama, maka akses transportasi umum menjadi hal penting yang perlu dicapai.
Djoko melihat angkutan umum menuju Jakarta dari kawasan Bodetabek masih minim. Lain halnya di Kota Jakarta, cakupan layanan angkutan umum sudah dapat meng cover seluruh kawasan permukiman yang ada.
"Seperti diketahui layanan transportasi umum di Bodetabek masih sangat buruk. Hampir 99 persen lebih perumahan di Bodetabek tidak terlayani transportasi umum. Sedangkan Kota Jakarta layanan transportasi umum sudah meng cover 92 persen wilayahnya. Hingga jalan-jalan kecil di perkampungan Kota Jakarta sudah ada layanan angkot Jaklingko," ungkapnya.
Dalam kaitannya ke ERP, dinilai perlu adanya sinergi antar pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Misalnya, upaya untuk membenahi sara transportasi umum di Jabodetabek.
"Efisiensi Public Service Obligation (PSO) KRL Jabodetabek dengan beberapa skenario yang dilakukan Direktorat Jenderal Perkeretaapian diperoleh sekitar 208 miliar - 475 miliar. Anggaran hasil efisiensi PSO ini dapat digunakan untuk membenahi transportasi umum di Bodetabek, sehingga warga Bodetabek yang bekerja di Jakarta tidak merasa dizolimi. Hal ini dilakukan dalam upaya untuk terus mendorong migrasi private ke public transport," paparnya.
Lebih lanjut, Djoko mengatakan kalau penerapan ERP jadi salah satu upaya pengendalian kemacetan. Karena, ada pembatasan secara tidak langsung dengan penerapannya.
"Untuk mengatasi kemacetan di Jakarta, diperlukan kemauan besar untuk melaksanakan strategi guna membatasi penggunaan kendaraan pribadi. Salah satunya dengan penerapan kebijakan jalan berbayar elektronik," kata dia.
"Kalau kebijakan ganjil genap dan 3 in 1, Pemprov. DKI Jakarta lebih banyak mengeluarkan anggaran untuk pengawasan, penjagaan dalam penegakan aturan ganjil genap. Untuk penerapan ERP, Pemprov. DKI Jakarta akan mendapatkan pemasukan yang bisa dipakai untuk mendanai subsidi angkutan umum," sambungnya.
Dalam pelaksanaan nantinya, Dinas Perhubungan DKI Jakarta bisa melakukan uji coba di salah satu ruas terlebih dahulu. Baru secara bertahap akan menyasar ke lokasi-lokasi lainnya.
"Untuk tarif, sebaiknya DKI Jakarta juga mematangkan kisaran tarif dan perhitungan tarif. Di sisi lain, ia juga mengingatkan Dishub DKI Jakarta untuk mengendalikan kemacetan lebih efektif. Selain menerapkan ERP, Dishub DKI Jakarta juga bisa menerapkan strategi penerapan tarif parkir yang progresif di pusat kota, serta pajak kendaraan progresif," pungkas Djoko Setijowarno. (DID)
Baca Juga: Pemprov DKI Sinergikan Perangkat Daerah Guna Kurangi Polusi Udara
penerapan erp jalan berbayar transportasi umum pemprov dki jakarta
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...