CARITAU JAKARTA – Presiden Jokowi mengumumkan pencabutan izin usaha pertambangan (IUP) sebanyak 2.078 perusahaan tambang mineral dan batubara, 192 izin kehutanan seluas 3.126.439 hektare dan Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan seluas 34.448 hektare.
Hal tersebut disampaikan oleh Presiden Jokowi dalam konferensi pers di Istana Negara, Jakarta Pusat pada Kamis, (6/1/2022) lalu.
Menurut Jokowi, pencabutan izin tersebut dikarenakan perusahaan-perusahaan pemilik izin tersebut tidak pernah menyampaikan rencana kerja meski izin usaha sudah diberikan selama bertahun-tahun.
Jokowi menambahkan, alpanya perusahaan-perusahaan tersebut berdampak pada tersanderanya pemanfaatan sumber daya alam untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
"Izin-izin pertambangan, kehutanan dan juga penggunaan lahan negara terus dievaluasi secara menyeluruh, izin-izin yang tidak dijalankan, yang tidak produktif, yang dialihkan ke pihak lain, serta yang tidak sesuai dengan peruntukan dan peraturan kita cabut," ujar Jokowi dalam konferensi pers, di Istana Negara, Jakarta Pusat, Kamis (6/1/2022).
Presiden Jokowi dalam siaran persnya mengklaim langkah tersebut sebagai bentuk evaluasi besar-besaran dalam rangka memperbaiki tata kelola sumber daya alam untuk pemerataan dan transparansi guna mengkoreksi ketimpangan, ketidakadilan hingga kerusakan alam.
Pencabutan dan Pengelolaan Izin Tambang
Diketahui, sebelumnya Presiden Jokowi saat menghadiri Kongres Ekonomi Umat II MUI pada awal Desember 2021 secara gamblang menegaskan akan menertibkan tanah-tanah terlantar yang kemudian akan diberikan kepada kelompok dan perusahaan dengan syarat mempunyai kelayakan studi (feasbilility studies).
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan setelah pencabutan, izin dan pengelolaan usaha akan diberikan kepada perusahaan-perusahaan yang kredibel, serta kalangan kelompok usaha masyarakat.
"Oleh kelompok-kelompok atau organisasi keagamaan, BUMD, Perusahaan (Kredibel) bahkan Koperasi," ungkap Bahlil di kantor Kementrian Investasi, BKPM, Jakarta, Jumat (7/1/2022).
Menurut Bahlil, Pengalihan izin dan pengelolaan usaha ini nantinya akan dialihkan ke pihak-pihak tersebut sesuai aturan yang akan diterbitkan oleh kementrian Investasi/BKPM.
"Kelompok masyarakat, organisasi keagamaan, Pengusaha, maupun BUMD yang akan mengelola usaha yang dicabut izinnya akan diseleksi terlebih dahulu oleh Kementrian Investasi/BKPM," ungkap Bahlil.
Menurut Bahlil, kelompok usaha yang nantinya terpilih untuk mengelola usaha akan berkolaborasi dengan kelompok pengusaha yang juga dipilih oleh pemerintah.
Selain berkolaborasi, Bahlil menambahkan, nantinya sejumlah perusahaan yang dinilai kredibel akan ikut mengambil alih dengan pengaturan pengalihan usaha yang ditentukan berdasarkan ukuran usaha serta kapasitas kelompok usaha yang akan mengambil pengelolaan.
"Kalau yang gede-gede Sekali tidak mungkin kita kasih ke koperasi. Kita memberikan izin usaha yang dialihkan berdasarkan dengan kemampuannya. Pengusaha-pengusaha besar dapat juga, tapi yang kredibel. Jangan pengusaha yang sudah ada nodanya, yang sudah dicabut izin usahanya," ujar Bahlil.
Respons Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)
Menyikapi kebijakan tersebut, Sekretaris Jendral Konsorsium Pembaruan, Agraria Dewi Kartika mengatakan, kebijakan tersebut memang selayaknya dilakukan oleh pemerintah. Sebab Izin-izin pertambangan, perkebunan, dan kehutanan merupakan penyebab utama konflik agraria di Indonesia.
"Konflik agraria di Indonesia akibat dari praktek-praktek perampasan tanah dan tumpang tindih perizinan dengan tanah garapan masyarakat, pemukiman,kampung dan desa-desa," ungkap Dewi dalam siaran pers KPA Selasa (11/1/2022).
Dewi mengungkapkan, pencabutan izin-izin tambang, perkebunan, dan kehutanan harus sejalan dengan penghentian proses pemberian serta perpanjangan izin pada lingkaran pengusaha dan pengusaha besar.
Ia menambahkan, tidak berjalannya pencabutan atau sanksi tegas terhadap perusahaan-perusahaan yang telah menyalahkan izin-izin konsensi di ketiga sektor tersebut juga menjadi salah satu penyebab mandegnya penyelesaian konflik agraria di Indonesia.
Berdasarkan data KPA sepanjang tahun 2021 dari 207 letusan konflik agraria, 121 (58%) diantaranya diakibatkan tiga sektor, yakni pertambangan, kehutanan dan perkebunan. Konflik tersebut terjadi di atas tanah seluas 476.416.892 hektar dengan korban 189.628 KK. sektor perkebunan selalu menjadi penyumbang konflik tertinggi selama dekade terakhir.
Dewi menambahkan, jika pencabutan izin tidak sejalan dengan penghentian proses pemberian perpanjangan izin kepada pengusaha, maka letak persoalan konflik agraria struktural dan ketimpangan akan terus terjadi.
"Karena dari sinilah letak persoalan konflik agraria struktural dan ketimpangan itu terjadi" ungkap Dewi.
Dewi menambahkan, menurut Data Badan Pusat Statistik Tahun 2013, rasio penggunaan tanah di Indonesia mencapai 0,68. Artinya 1% penduduk menguasai 68% tanah.
Berdasarkan data tersebut menurut Dewi, ketimpangan itu disebabkan oleh monopoli dan penguasaan tanah oleh korporasi-korporasi skala besar pada sektor pertambangan, kehutanan dan perkebunan.
"Pencabutan izin-izin ini harus diwaspadai, Jangan sampai hanya sebatas langkah akrobatik pemerintah yang hanya sekedar mengamankan investasi dan proyek strategis nasional dalam pemulihan ekonomi dengan mengatasnamakan kepentingan rakyat, bukan untuk penyelesaian konflik dan perombakan ketimpangan agraria,"ujar Dewi.
Dalam hal ini, menurut Dewi, pemerintah harus membuka informasi terkait izin-izin yang telah dicabut, agar publik dapat mengawasi, dan juga melihat apakah tanah-tanah atau kawasan hutan yang isinya telah dicabut tersebut memang tumpang-tindih dengan masyarakat,konflik atau sebatas tanah kosong dan terlantar.
Hal tersebut menurut Dewi untuk memperjelas apakah kebijakan pencabutan ini hanya sebatas alasan produktifitas atau memang untuk redtribusi penguasaan tanah dan penyelesaian konflik agraria.
"Secara luasan, kebijakan pencabutan izin-izin belum mencerminkan semangat untuk mengatasi ketimpangan agraria di Indonesia, terutama di sektor pertambangan, kehutanan serta perkebunan,"ujar Dewi. (GIB)
PMJAK Desak Bawaslu DKI Tindaklanjuti Soal Dana Ka...
Yuks Ramaikan Kampanye Akbar Andalan Hati di GOR S...
Masyarakat Bantaeng Sambut Kunjungan Andi Sudirman...
GKJ Pererat Hubungan dengan Warga Melalui Jumat Be...
Demi Kepentingan Kaum Betawi, RK dan Eki Pitung Se...