CARITAU SURABAYA – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya menjatuhi vonis hukuman 10 bulan penjara kepada terdakwa Bripka Purwanto dan Brigadir Muhammad Firman Subkhi penganiaya wartawan Tempo Nurhadi, lebih ringan dari tuntutan jaksa satu tahun enam bulan penjara.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa masing-masing 10 bulan penjara," kata Muhamad Basir, Ketua Majelis Hakim saat persidangan yang disiarkan akun YouTube AJI Indonesia, Rabu (12/1/2022).
Majelis Hakim menilai, kedua pelaku yang merupakan anggota kepolisian terbukti bersalah melanggar Pasal 18 Ayat (1) UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Kedua pelaku terbukti dengan sengaja melakukan tindakan yang menghambat dan menghalangi kerja-kerja Pers.
"Mengadili dan menyatakan bahwa terdakwa Purwanto dan Firman terbukti secara sah melakukan tindak pidana Pers bersama sebagaimana dakwaan pertama," ungkap Muhamad Basir.
Selain hukuman penjara, majelis hakim mewajibkan kedua terdakwa membayar restitusi kepada korban senilai Rp13,819 juta. Terdakwa juga harus membayar restitusi kepada saksi kunci Fahmi senilai Rp21,85 juta.
Restitusi merupakan uang ganti rugi dari terdakwa kepada korban. Ganti rugi itu menjadi biaya hidup selama kedua korban tidak bisa bekerja karena merasa terancam keselamatannya. Selain itu, peralatan kerja mereka rusak. Restitusi juga masuk dalam tuntutan jaksa.
Tak Memenuhi Harapan Publik
Menanggapi keputusan Majelis Hakim Pengadilan Surabaya, Ahli Hukum Pers Universitas Gadjah Mada (UGM) Herlambang P Wiratman mengungkapkan, hukuman itu dirasakan kurang optimal sebagaimana diatur dalam UU Pers. Ia menilai putusan belum sepenuhnya memenuhi harapan publik.
“Kurang optimal dan belum sepenuhnya memenuhi harapan publik, terutama berkaitan dengan konstruksi peristiwa hukum yang sebenarnya melibatkan begitu banyak pihak atau aktor, termasuk aktor yang memerintahkan kekerasan,” ujar Wiratman dalam keterangan tertulisnya, Kamis (13/01/2022).
Hal penting lainnya, kata Wiratman, hakim tidak menemukan alasan pembenar dan pemaaf dalam persidangan sehingga kedua pelaku harus bertanggung jawab secara hukum.
Menurutnya, ratio decidendi --pertimbangan sebagai dasar atau alasan yang menentukan untuk diambilnya suatu putusan yang dirumuskan dalam amar putusan– telah menegaskan perlunya menghormati dan melindungi peran, fungsi, dan jaminan kebebasan pers.
Selain itu, Wiratman juga menyorot terkait pertimbangan kerugian atas dasar penilaian Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban yang semestinya menjadi dasar untuk menjatuhkan putusan hakim.
Wiratman mengakui bahwa putusan kasus penganiayaan terhadap Nurhadi telah menjadi sejarah penting dalam penegakan hukum pers karena selama ini mekanisme peradilan dalam sejumlah kasus tindak pidana pers terbukti diakhiri dengan adanya upaya impunitas.
Berdasarkan catatan Wiratman, PN Surabaya juga telah menunjukkan kualifikasi baik dalam memanfaatkan kerangka hukum Pasal 18 Ayat (1) UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers yang selama ini jarang digunakan dalam proses penegakan hukum atas kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis.
“Putusan ini menjadi penanda kemenangan kebebasan pers yang harus tetap dijaga dan dihormati oleh semua pihak. Tak terkecuali oleh aparat penegak hukum agar tak berlaku sewenang-wenang dalam kegiatan jurnalistik sebagaimana diakui UU Pers No. 40 Tahun 1999,” tegasnya.
AJI Desak Jaksa Banding
Ketua Umum Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Sasmito Madrim meminta JPU banding terhadap vonis hakim yang menjatuhkan hukuman 10 bulan penjara buat Bripka Purwanto dan Brigadir Muhammad Firman Subkhi.
"Karena ini putusanya dibawah 2/3, kami berharap jaksa akan banding," ujar Sasmito di PN Surabaya, Rabu (12/1/2022).
Menurutnya, putusan hakim PN Surabaya jauh lebih ringan dari tuntutan yakni 1,5 tahun penjara.
"Kami dari AJI menghormati putusannya, tapi ini jauh dari tuntutan yang disampaikan jaksa apalagi dakwaan yang pertama," kata Sasmito.
AJI juga menyesalkan, bahwa dalam sidang putusan hakim juga tidak memerintahkan penahanan terhadap kedua terdakwa, padahal jelas berpotensi mengancam keselamatan Nurhadi.
"Karena Nurhadi selama ini mengalami trauma, ketika sudah dinyatakan di pengadilan bersalah, kami tidak mendengar perintah untuk penahanan kepada kedua anggota polisi yang aktif ini. Kami sangat berharap sebenarnya, eksekusi itu bisa dijalankan secara langsung karena yang menjadi taruhanya adalah jurnalis Nurhadi," pungkasnya. (GIBS)
Masyarakat Bantaeng Sambut Kunjungan Andi Sudirman...
GKJ Pererat Hubungan dengan Warga Melalui Jumat Be...
Demi Kepentingan Kaum Betawi, RK dan Eki Pitung Se...
Pertarungan Dukungan Eks Gubernur Foke dan Anies v...
Buka 35.000 Lowongan Pekerjaan, Pj Teguh Resmikan...