CARITAU JAKARTA – Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengakui PLN menghadapi tantangan oversupply (kelebihan pasokan) listrik di tengah kondisi pandemi Covid-19.
Melalui keterangannya, Jumat (17/2/2023) Darmawan menjelaskan PLN melalui upaya memitigasi beban Take or Pay (TOP) hingga Rp 47,05 triliun pada tahun 2022 PLN melakukan optimasi kontrak suplai listrik dengan Independent Power Producer (IPP).
"Di tengah kondisi oversupply, kami secara mandiri bernegosiasi dengan IPP untuk memundurkan CODnya supaya oversupply tidak semakin parah. Dan akhirnya kami berhasil memperjuangkan cost saving hingga Rp 47 triliun dari konsultasi bersama dengan 17 IPP secara mandiri untuk mencari titik temu solusi," ujar Darmawan.
Darmawan merinci, sampai dengan akhir tahun 2021 konsultasi bersama dengan IPP telah berhasil menekan TOP sebesar Rp 37,21 triliun. Upaya optimasi kontrak terus dilakukan PLN pada tahun 2022 sehingga TOP yang berhasil ditekan adalah Rp 9,83 triliun.
Darmawan menjelaskan dalam menyiasati kondisi oversupply, PLN juga melakukan berbagai langkah untuk meningkatkan konsumsi listrik. PLN melakukan strategi ekstensifikasi dan intensifikasi untuk menambah konsumsi listrik.
Adapun strategi intensifikasi meliputi program pemasaran tambah daya bagi pelanggan eksisting. Sementara strategi ekstensifikasi meliputi penciptaan demand listrik baru melalui electrifying lifestyle.
“PLN juga menjalankan program akuisisi captive power dengan berkolaborasi dengan industri untuk memakai listrik PLN,” kata Darmawan saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI pada Rabu, (15/2/2023).
PLN juga menjangkau kebutuhan listrik masyarakat melalui electrifying agriculture, electrifying marine dan juga pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan Kawasan Industri.
Hal ini yang kemudian menjadi salah satu penopang kinerja penjualan dan operasional yang lebih efisien pada tahun 2022. "Di tengah kondisi Covid-19, PLN bukan hanya survive tetapi bahkan berhasil membukukan pertumbuhan positif," kata Darmawan.
Langah cerdas PLN mengoptimasi kontrak supply listrik dengan IPP sehingga mampu meningkatkan efisiensi PLN selama pandemi berlangsung mendapat apresiasi Komisi VI DPR RI.
Anggota Komisi VI DPR RI Gde Sumarjaya Linggih menjelaskan ini menjadi perhatian Komisi VI agak tak menjadi beban bagi PLN, mengingat kondisi penurunan konsumsi listrik terjadi karena adanya pandemi Covid-19.
"Ini apresiasi saya kepada pak Darmo dan tentu saja seluruh jajaran PLN. Renegosiasi TOP bisa dilakukan bahkan mencapai Rp 47 triliun," ujar Gde saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI pada Rabu, (15/2/2023).
Senada dengan Gde, anggota Komisi VI DPR RI Herman Haeron juga mengapresiasi capaian PLN. Herman menilai, era rezim TOP mestinya disudahi saja karena menjadi beban PLN ke depannya.
Ia mengatakan Komisi VI mendukung untuk PLN memiliki kontrak baik pengadaan maupun kontrak jual beli listrik yang lebih fleksibel.
"Menurut saya, harus diakhiri era take or pay untuk energi yang basisnya memang bisa dikurangi. Untuk gas memang agak sulit ya, tapi kalau batubara bisa dimanage, pembakarannya bisa disiasati. Jadi bisnis lebih fair, dan ini menguntungkan bagi PLN," ujar Herman.(HAP)
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...