CARITAU MAKASSAR – Profesi nelayan bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah. Dihantam ombak, terkena hujan, hingga kapal terbalik kerap kali menghantui seorang nelayan. Para nelayan Bugis-Makassar memiliki mantra-mantra khusus saat melaut agar berkah dan selamat, serta doa agar ikan tangkapan tak pernah kosong.
Nelayan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan orang yang mata pencaharian utamanya adalah menangkap ikan.
Perairan yang menjadi daerah aktivitas nelayan ini dapat merupakan perairan tawar, payau maupun laut.
Namun menjadi seorang nelayan merupakan hal yang tidak mudah, sebab membutuhkan keahilan khusus untuk menerjang cuaca yang berubah-ubah setiap saat serta mengahadapi terjangan ombak yang kuat.
Begitulah kira-kira yang disampaikan seorang nelayan bernama Muhlis yang kerap menjual tangkapannya di Pelabuhan Paotere, Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Menurutnya menjadi seorang nelayan harus mempunyai jiwa dan mental pemberani.
“Kalau jiwa dan mental kita lemah, mending jammaki jadi nelayan. Nelayan itu sangat mempunyai resiko yang sangat tinggi. Jadi kalau hanya setengah-setengah mending urungkan saja niatta jadi nelayan,” tutur Muhlis saat ditemui tim Caritau.com di Pelabuhan Paotere.
Muhlis menceritakan, menjadi seorang harus bisa menjadi gesit dan harus siap siaga untuk menjaga jaring dan tidak boleh tidur ketika jaring telah dipasang.
“Jadi menjaga jaring ini seperti menjaga harta kita, kapan jaring tidak diperhatikan maka hasil yang didapatpun tidak memuaskan,” bebernya.
Sedikit tangkapan ikan juga kerap didapatinya. Meskipun sedikit ia tetap mensyukurinya.
“Bulan ini agak menurun, karena perubahan cuaca. Meskipun bagitu, Alhamdulillah saya tidak pernah membawa pulang ikan dengan hampa,” pungkas Muhlis.
Menjadi seorang nelayan ternyata bukan soal bagaimana cara menggunakan kapal saja, lalu kemudian siap untuk melaut, akan tetapi ada mantra dan syarat-syarat yang harus dilakukan sebelum dan setelah berada di lokasi penebaran jaring.
Nelayan yang berasal dari Pulau Sarappo Caddi, Kabupaten Pangkep itu mengatakan, tak sembarang orang pergi melaut, pasti ada-ada saja tradisi yang dilakukan.
“Kalau dari tradisi leluhur saya, sebelum pergi melaut ada mantra-mantra Bugis-Makassar yang dibaca setelah itu membaca Surat Al-Fatihah dan memohon kepada tuhan semoga perjalan bisa sampai ke tujuan dan kembali dengan selamat pula,” jelasnya.
Muhlis yang berprofesi sebagai nelayan selama 21 tahun itu punya syarat jika ingin melaut harus membawa pisang manis dan itu merupakan kewajiban dalam tradisi leluhurnya.
“Pisang manis ini fungsinya untuk diletakkan di tempat di mana saya akan menyebar jaring. Sebelum diletakkan terlebih dahulu saya harus membacakan Mantra-mantra Bugis-Makassar. Alhamdulillah ketika saya melaut saya tidak pernah pulang dengan tangan kosong,” tandasnya.
Hal senada juga diungkapkan Mansyur Dg Kebo. Selama puluhan tahun melaut ia tak pernah pulang dengan tangan kosong.
"Kita ini turun temurun sebagai nelayan, mulai dari buyut sampai cucu yang sekarang, malu jadi orang makassar jika tidak handal dalam melaut, makanya ikuti ajaran-ajaran para leluhur sebelum pergi menangkap ikan agar hasil tangkapannya banyak," terang lelaki berkumis tebal itu di atas kapalnya.
Meski kedengaran aneh ritualnya namun hasil yang didapatkan ternyata jauh lebih banyak jika melaut dengan cara yang biasa dilakukan oleh nelayan pada umumnya.
"Jika nelayan biasanya langsung menebar jaring di lokasi yang dianggapnya banyak ikan yang lalu lalang, saya punya cara sendiri sebelum menebarkan jaring ke laut, yaitu terlebih dahulu melemparkan pisang manis ke lokasi yang akan ditebari jaring, bukan sebagai umpan tapi sebagai perayu ikan agar mendekat, karena menurut kakek-kakek saya, raja ikan paling suka sama pisang manis," ungkapnya dengan nada sedikit serius.
Selain pisang manis, lanjut ayah tiga anak itu ritual selanjutnya yakni para pelaut harus membalik celana dalamnya.
"Kalau ritual ini saya tidak pernah dijelaskan oleh leluhur apa maksudnya, mereka hanya bilang balik saja celana dalamnya setelah menebar jaring," tambahnya sembari mengerutkan dahi.
Tidak sampai di situ saja, setelah melakukan ritual tersebut hal yang harus dilakukan selanjutnya yakni membaca mantra ajaib.
"Ini yang paling penting, membaca mantra kalau istilah orang makassar baca-bacanya, adapun mantra tersebut ada di dalam kitab suci ummat Islam atau Al-quran yaitu tiga surah terakhir yang kita kenal dengan 3 Qul ( Al-Ikhlas, Al-Falaq dan An-Nas)," ujarnya.
Mantra ini tiada lain sebagai bentuk pujian, Ia melanjutkan. Juga ucapan syukur kepada pemilik laut dan bumi.
"Karena segala hal yang ingin kita kerjakan tidak boleh terlepas dari sang pencipta, agar apa yang diharapkan dari pekerjaan tersebut menuai hasil yang baik," bebernya.
Dari pengakuannya, selama ia memakai ritual dan mantra leluhurnya itu, hasil tangkapannya selalu berlimpah ruah.
"Alhamdulillah selama saya melaut selama 20 tahun lebih, hasilnya selalu memuaskan," pungkasnya sambil tersenyum tipis dengan kumisnya yang khas. (KEK)
ikan tak pernah kosong mantra-mantra nelayan bugis-makassar saat melaut menjaring ikan pelaut
PMJAK Desak Bawaslu DKI Tindaklanjuti Soal Dana Ka...
Yuks Ramaikan Kampanye Akbar Andalan Hati di GOR S...
Masyarakat Bantaeng Sambut Kunjungan Andi Sudirman...
GKJ Pererat Hubungan dengan Warga Melalui Jumat Be...
Demi Kepentingan Kaum Betawi, RK dan Eki Pitung Se...