CARITAU JAKARTA – Polda Metro Jaya menolak laporan Haris Azhar dan koalisi masyarakat sipil atas dugaan tindak pidana gratifikasi oleh Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan beserta sejumlah orang dan entitas korporasi terkait bisnis pertambangan di Papua.

Ketua Bidang Advokasi dan Jaringan YLBHI Zainal Arifin mengungkapkan, sikap kepolisian (Polda Metro Jaya) yang menolak laporan mereka dengan alasan tidak jelas, adalah sebagai bentuk pengingkaran terhadap penegakan hukum pidana.

"Bahkan ketika kami meminta tanda terima laporan polisi mereka juga tidak mau memberikan, kemudian mereka berkelit tidak bisa mengeluarkan Laporan Polisi (LP) dan hanya bisa mengeluarkan Laporan Informasi (LI)," kata Zainal Arifin di Polda Metro jaya, Rabu (23/3/2022).

Zainal menjelaskan, ketika pihaknya melakukan diskusi dengan koalisi dan menyepakati untuk menerima dan meminta tanda terima laporan informasi, namun pihak kepolisian juga turut mengingkari dan tidak mau memberikan laporan tanda terima tersebut.

"Mereka mengingkari untuk memberikan tanda terima laporan informasi, dan akhirnya laporan kami hanya dikategorikan sebagai surat-menyurat biasa," jelas Zainal

Terkait kasus ini, menurut Zainal, jelas membuktikan bahwa kepolisian melakukan disparitas (perbedaan) terhadap kasus-kasus yang melibatkan pejabat publik dengan kasus-kasus yang menimpa masyarakat.

"Jelas ini telah membuktikan bahwa ada disparitas terhadap kasus-kasus yang melibatka pejabat dengan kasus-kasus yang menimpa masyarakat," tutur Zainal.

Senada dengan Zainal, Kepala Advokasi dan Pengacara Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Nelson Nikodemus Simamora mengatakan pihaknya sempat berdebat dengan petugas di Ditreskrimsus Polda Metro Jaya sebelum akhirnya laporan ditolak.

"Setelah berdebat selama beberapa jam, akhirnya pihak Ditreskrimsus memutuskan untuk menolak laporan kita," kata Nelson

Nelson menyebut salah satu alasan yang disampaikan polisi saat menolak laporan terhadap Luhut adalah kasus korupsi tidak bisa dilaporkan.

"Alasannya dalam tindak pidana korupsi tidak bisa membuat laporan, itu alasan yang bagi kami alasannya yang dibuat-buat untuk menolak laporan," tutur Nelson.

Nelson menilai penolakan ini membuktikan adanya kesenjangan proses hukum terhadap masyarakat sipil.

"Seperti yang terjadi pada Direktur Lokataru Haris Azhar dan Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Fatia Maulidiyanti, di mana ketika pejabat melaporkan langsung ditindak dan sebaliknya, ketika sipil melaporkan selalu akan kendala," tandas Nelson.

Sebelumnya, isu tuduhan keterlibatan Luhut dalam bisnis di Papua di konten YouTube Haris Azhar dengan tajuk "Ada Lord Luhut Di balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan 8008AJaya!! Jenderal BIN Juga Ada!!", berujung pada penetapan tersangka Haris dan Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti.

Keduanya ditetapkan tersangka atas dugaan pencemaran nama baik yang dilayangkan oleh Luhut dalam surat yang terdaftar dengan nomor STTLP/B/4702/IX/2021/SPKT/POLDA METRO JAYA, pada 22 September 2021.

Dalam percakapan di video itu, disebut bahwa PT Tobacom Del Mandiri, anak usaha Toba Sejahtera Group terlibat dalam bisnis tambang di Intan Jaya, Papua. Luhut merupakan salah satu pemegang saham di Toba Sejahtera Group. (GIBS)