CARITAU JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperingatkan semua pihak agar tidak menghalang-halangi secara sengaja proses penyidikan perkara suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan yang menjerat Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi.
"Kami mengingatkan agar tidak ada pihak yang sengaja menghalangi proses penyidikan yang sedang kami lakukan ini," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri kepada awak media, Jumat (7/1/2022).
Ali bahkan menegaskan, lembaga antirasuah memastikan tidak segan menjerat pihak-pihak yang menghalangi dengan berbagai cara agar proses penyidikan terhambat.
Berdasarkan penelusuran KPK, Wali Kota Rahmat Effendi diduga mengintervensi untuk menetapkan beberapa lokasi untuk pembangunan proyek pada tanah milik swasta, serta memilih pihak swasta yang lahannya akan digunakan untuk proyek pengadaan, serta meminta tidak memutus kontrak pekerjaan.
Proyek-proyek di antaranya, pembebasan lahan sekolah di wilayah Rawalumbu senilai Rp21,8 miliyar, pembebasan lahan polder 202 senilai Rp25,8 miliyar, pembebasan lahan Polder Air Kranji senilai Rp21,8 miliyar, serta melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp15 miliyar.
Sebagai bentuk komitmen para pemilik tanah yang mendapat ganti rugi dari Pemkot Bekasi, Wali Kota Rahmat Effendi diduga meminta sejumlah uang dengan menggunakan modus uang diberikan dengan label ‘Sumbangan Masjid’ sehingga tidak dicurigai.
Para pihak swasta pemilik tanah yang terlibat dalam proyek itu menyerahkan sejumlah uang melalui perantara orang-orang kepercayaan Rahmat, seperti Kepala Dinas Perumahan, Pemukiman dan Pertahanan Kota Bekasi Jumhana Lutfi yang menerima uang Rp 4 miliar dari pihak swasta yang bernama Lai Bui Min alias Anen (LBM).
Lalu Camat Jatisampurna Wahyudin yang menerima uang sejumlah Rp3 miliar dari Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin. Juga mengatasnamakan sumbangan ke salah satu masjid yang berada di bawah yayasan milik keluarga Rahmat Effendi sejumlah Rp100 juta dari Direktur PT Kota Bintang Rayatri dan PT Hanaveri Sentosa Suryadi (SY).
Wali Kota Rahmat Effendi juga diduga menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai pada Pemerintah Kota Bekasi sebagai pemotongan terkait jabatan yang diembannya di Pemerintah Kota Bekasi.
Uang tersebut diduga dipergunakan untuk operasional Rahmat Effendi yang dikelola oleh Lurah Kati Sari Mulyadi (MY) alias Bayong, yang pada saat dilakukan operasi tangkap tangan, tersisa Rp600 juta.
Sementara terkait pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di pemerintah Kota Bekasi, Wali Kota yang akrab disapa Pepen itu diduga menerima uang sebesar Rp30 juta dari Direktur PT MAN Energindo yakni Ali Amril melalui M Bunyamin.
Para tersangka telah dicokok KPK melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Rabu (5/1/2022) dan saat itu menangkap 14 orang. Sembilan di antaranya kemudian ditetapkan sebagai tersangka.
Sembilan tersangka terdiri dari lima penyuap yakni, Ali Amril (AA), Lai Bui Min (LBM) alias Anen, Direktur PT Kota Bintang Rayatri dan PT Hanaveri Sentosa Suryadi (SY) dan Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin (MS).
Sedangkan tersangka penerima suap yakni Wali Kota Rahmat Efendi (RE), Sekertaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kota Bekasi M Bunyamin, Mulyadi alias Bayong Lurah Kati Sari, Camat Jati Sampurna Wahyudin (WY), dan Kepala Dinas Perumahan Kota Bekasi Jumhana Lutfi ( JL).
Saat ini seluruh tersangka diamankan di Rutan KPK yang terletak di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan untuk menjalani proses pengembangan perkara lebih lanjut. (GIB).
Fauzi Bowo Ingin Jakarta Dipimpin oleh Orang yang...
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024