CARITAU DEPOK – Malam berjalan perlahan menuju larut. Sabtu (27/11/2021) pukul 19.30 wib, seorang perempuan tua duduk menjaga tiang aluminium berukuran panjang 150 cm dan tinggi 80 cm berbentuk tiang gawang yang digunakannya sebagai tempat menggantung kerupuk dagangan.
Lalu-lalang kendaraan roda dua dan roda empat di depannya, di Jalan Sonokeling Raya, Kelurahan Baktijaya, Kota Depok –yang merupakan salah satu kota satelit metropolitan Jakarta-- hanya bisa diketahui Rukiyah (67) dari deru mesin karena pengelihatannya sudah tak lagi berfungsi.
Setiap hari Rukiyah yang akrab disapa nenek Iyah mulai berdagang sekitar 18.30 wib dan pulang sekitar 22.30 wib. Harga kerupuk yang ditawarkannya berkisar Rp 8.000 plastik kecil dan Rp 15.000 plastik besar.
Meski dengan nafas berat dan badan terbungkuk, nenek Iyah selalu ramah melayani satu persatu pembeli yang datang membeli kerupuk.
Malam Minggu itu rejeki berpihak kepadanya. Sedikit demi sedikit uang hasil penjualan masuk ke saku bajunya. Iyah baru akan beranjak pulang saat deru lalu-lalang mulai berkurang sekitar 22.30 wib.
"Saya tutup kalo jalanan sudah mulai sepi. Artinya saya harus pulang dan istirahat di rumah," ungkap Iyah.
Jika mujur, nenek Iyah bisa mengantongi antara Rp 150 ribu - Rp 250 ribu sehari dengan pendapatan bersih sekitar 30%. Namun jika sepi, dia mengantongi Rp 50 ribu.
“Tapi pernah juga dapat Rp 30 ribu dan bahkan tak laku satupun,” katanya tersenyum.
Tuhan Sayang Saya
Nenek Iyah hijrah ke Kota Depok pada tahun 2009 dan sempat menjadi penghuni yayasan tuna netra sebelum akhirnya memutuskan mengontrak rumah petak ukuran 3 meter x 4 meter untuk hidup sendiri.
Demi memenuhi kebutuhan hidup, perempuan kelahiran Desa Karang Tengah, Kecamatan Ampel Gading, Pemalang, Jawa Tengah itu menjual kerupuk.
Nenek Iyah telah sebatang kara setelah 13 tahun lalu sang suami menghadap Illahi. Puluhan tahun mengikat janji suci, mereka tak diberi amanah memiliki anak.
"Saya tinggal sendiri. Suami saya meninggal tahun 2008. Saya sering teringat suami saya mas, beliau adalah satu-satunya orang yang saya cintai. Ikhlas saya atas kepergiannya," kata Iyah di rumah petaknya.
Kepergian sang suami tak membuat Iyah frustasi dan justru memberanikan diri pergi meninggalkan kampung halaman, demi memenuhi kebutuhan hidup tanpa harus mengharap belas kasihan orang lain.
"Walaupun keadaan saya seperti ini, saya selalu bersyukur mas, masih bisa mencari nafkah. Tuhan sayang sama saya," ungkapnya.
Kini dengan langkah yang mulai melambat, Iyah tetap berjualan setiap hari. Rasa lelah dan capek faktor usia tak menjadi penghambat menjemput rejeki.
Setiap lepas maghrib, Iyah berjalan menjunjung aluminium dan dagangan yang beratnya sekitar 1 kg menuju tempatnya mangkal sekitar 50 meter dari rumah kontrakan. Dengan langkah pelan dan kerap berhenti untuk meraba kondisi jalan, Iyah tak patah semangat. Tak jarang warga membantu Iyah agar sampai di tempatnya berdagang.
Begitulah berbekal doa dan niat ikhlas, nenek Iyah akan terus menapaki hidup dengan berjualan kerupuk, meski bagi dirinya malam bakal selalu gelap dan yang pasti bakal semakin larut.(GIB)
keren? semoga nenek iyah selalu diberikan kesehatan serta kebaikan selalu menyertai setiap harinya
Masyarakat Bantaeng Sambut Kunjungan Andi Sudirman...
GKJ Pererat Hubungan dengan Warga Melalui Jumat Be...
Demi Kepentingan Kaum Betawi, RK dan Eki Pitung Se...
Pertarungan Dukungan Eks Gubernur Foke dan Anies v...
Buka 35.000 Lowongan Pekerjaan, Pj Teguh Resmikan...