CARITAU JAKARTA – - Aktor Deva Mahenra melakukan debut akting di atas panggung untuk pementasan seri monolog ‘Di Tepi Sejarah’ dengan memerankan tokoh Sjafruddin Prawiranegara.
Monolog tersebut mengambil judul ‘Kacamata Sjafruddin’ yang dibuat Titimangsa Foundation dan KawanKawan Media bekerja sama dengan Direktorat Perfilman, Musik dan Media Kemendikbudristek.
"Sebenarnya mungkin bisa dibilang akhirnya berjodoh dengan Sjafruddin. Bukan saya yang akhirnya tertarik memerankan tokoh Sjafruddin, tapi Sjafruddinlah yang sepertinya memilih saya untuk bermain atau melakonkan," kata Deva dalam keterangan tertulis yang diterima Caritau, Jumat (15/4/20220.
Kemampuan akting Deva Mahendra di dunia film, tentu tak usah diragukan lagi. Namun pentas monolog, menurut Deva memiliki tantangannya sendiri.
Sebagai seorang yang telah memilih aktor sebagai jalan hidup, Deva merasa dirinya juga harus mencoba semua spektrum keaktoran termasuk pentas panggung.
Apalagi, mengingat banyak rekan aktor lainnya yang telah melakukan debut di panggung terlebih dahulu.
Menurut Deva, perbedaan terbesar antara berakting untuk film dan pementasan teater terletak pada skala persiapan. Jika berakting untuk film, lanjutnya, kesempatan untuk memperbaiki adegan akan selalu ada.
Sementara di atas panggung, tidak ada kesempatan untuk memperbaiki ketika pentas dimulai.
"Persiapan menentukan kesiapan, fokus, disiplin, ketenangan. Saya belajar banyak hal," tuturnya.
Senada dengan Deva, sutradara Yudi Ahmad Tajudin mengatakan bahwa permainan di atas panggung merupakan sesuatu yang dilakukan secara kontinu atau tidak terpenggal dalam waktu dan tempat yang sama.
Mengingat hal tersebut, menjadi penting bagi Yudi untuk mengarahkan keaktoran Deva secara disiplin termasuk melakukan latihan olahtubuh, eksplorasi vokal, dan membongkar pemahaman tentang akting.
Yudi mengatakan dirinya terbuka untuk bekerja sama dengan tim produksi baru, termasuk dengan aktor seperti Deva yang belum pernah berkolaborasi sekalipun, selama mereka menyatakan kesediaan diri untuk "bertualang" bersama visi sutradara.
"Karena buat saya, penciptaan pertunjukan itu selalu petualangan, ya, tidak pernah bisa dipastikan dari awal bagaimana hasilnya. Mungkin juga karena saya sutradara eksperimental, jadi tidak pernah desainnya kukuh di awal, selalu dicoba-coba sambil jalan," katanya.
Deva mengatakan dirinya mengesampingkan agenda lainnya atau tidak mengambil tawaran pekerjaan lain demi mendapatkan ketenangan sehingga lebih fokus untuk mendalami peran panggung.
Dengan persiapan yang cukup, termasuk durasi berlatih dan mendalami peran, Deva mengaku kesulitan-kesulitan dapat ia lewati.
Selain itu, dirinya juga merasa terbantu dengan membaca sejumlah referensi buku mengenai tokoh Sjafruddin yang dipinjamkan sutradara kepada dirinya.
"Saya jujur, ya, selama ini tahunya Sjafruddin Prawiranegara itu hanya sebatas Gubernur pertama Bank Indonesia," tuturnya.
Usai bergabung bersama proyek kolaborasi ini, Deva mengaku dirinya mendapat banyak pengetahuan mengenai latar belakang tokoh Sjafruddin dalam konteks sejarah Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI).
"Tidak ada kesulitan berarti karena ini kerja kolektif dan saya berada di tengah-tengah orang yang tahu banget apa yang mereka lakukan. Jadi, saya tinggal masuk ke peran, dan semuanya akan berjalan dengan baik," katanya.
Mengenai Sjafruddin Prawiranegara sendiri, ia merupakan pahlawan, negarawan dan ekonom Indonesia yang lahir pada 28 Februari 1911.
Sjafruddin terlibat aktif dalam percaturan politik di awal kemerdekaan dan sempat memimpin Indonesia sebagai Ketua Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI).
Selama masa Demokrasi Liberal, ia menjabat sebagai Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia pertama. Selanjutnya, ia menjadi Perdana Menteri Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), pemerintah tandingan yang ditumpas dengan operasi militer.
Syafruddin meninggal pada 15 Februari 1989 di Jakarta karena serangan jantung. Syafruddin sebelumnya menderita bronkitis, dan ia rubuh di rumahnya sekitar jam 6 sore pada hari itu juga sebelum dilarikan ke Rumah Sakit Pondok Indah dan dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Tanah Kusir. (RIO)
deva mahenra monolog titimangsafoundation monolog ‘di tepi sejarah’
Demi Kepentingan Kaum Betawi, RK dan Eki Pitung Se...
Pertarungan Dukungan Eks Gubernur Foke dan Anies v...
Buka 35.000 Lowongan Pekerjaan, Pj Teguh Resmikan...
Pj Teguh Instruksikan Perangkat Daerah Bersinergi...
Fauzi Bowo Ingin Jakarta Dipimpin oleh Orang yang...