CARITAU JAKARTA – PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) melakukan berbagai langkah antisipasi ancaman resesi di mana global saat ini tengah kondisi volatil yang cukup tinggi.
"Benar global itu sedang volatil tinggi dan sedang menghadapi potensi resesi karena kenaikan suku bunga dan inflasi. Untuk itu kami juga karena hanya itu, perkembangan pertumbuhan bisnis juga coba sesuaikan dengan kondisi yang ada dan mengukur likuditas, serta melihat era suku bunga rendah sudah berakhir, dan dimulai suku bunga tinggi," jelas Royke Tumilaar, Direktur Utama BNI, dalam paparan kinerja kuartal III, Senin (24/10/2022).
Oleh karena itu, bank dengan kode emiten BBNI ini mulai menjaga likuiditas dengan penurunan rasio kredit terhadap simpanan atau loan to deposit ratio (LDR) di bawah target, yakni 90%. Adapun per September 2022 LDR BNI berada di posisi 91,2%.
"Pertumbuhan kredit juga kami coba jaga se-konservatif mungkin sehingga kami yakin likuiditas kredit dan permodalan masih cukup aman untuk BNI dalam situasi krisis global seperti sekarang ini," imbuhnya.
Royke menegaskan pihaknya akan tetap menyalurkan kredit secara berhati-hati dan konservatif sehingga rasio kredit macet (non performing loan/NPL) bisa terkendali.
"Jadi secara likuiditas memang tahun depan pasti akan cukup ketat, untuk itu kami sudah antisipatif dalam menjaga likuiditas yang cukup dan pertumbuhan kredit yang sehat," katanya.
Dengan berbagai langkah yang dilakukan BNI, Royke optimistis perseroan cukup baik dalam menghadapi resesi yang akan menjadi ancaman global ke depannya.
Apalagi, tren kinerja ekonomi Indonesia masih tumbuh baik yaitu sebesar 5,4% jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy) pada triwulan II-2022 dan hingga akhir tahun diperkirakan masih pada kisaran di atas 5,3% (yoy), sehingga membuat BNI yakin dapat merealisasikan kinerja positif.
“Tren pertumbuhan ini masih cukup baik dibandingkan dengan banyak negara lain di dunia," tutur Royke.
Sampai dengan September 2022, laba bersih BNI tumbuh 76,8% yoy mencapai Rp 13,7 triliun. Pertumbuhan laba yang sehat ini tetap dapat dicapai meskipun perseroan menerapkan strategi fungsi intermediasi selektif.
Pertumbuhan kredit mencapai 9,1% yoy menjadi Rp 622,61 triliun dengan fokus pada segmen berisiko rendah, debitur Top Tier di setiap sektor industri prospektif, serta regional champion di masing-masing daerah.
Diharapkan, eksposur kredit berkualitas tinggi ini berdampak pada perbaikan kualitas kredit dalam jangka panjang.
Sebagai penopang pertumbuhan kredit, BNI mengandalkan pendanaan terutama dari Current Account Savings Account (CASA) yakni tabungan dan giro. Rasio CASA BNI mencapai 70,9% dari total dana pihak ketiga (DPK). Angka ini merupakan pencapaian yang tertinggi dalam beberapa tahun terakhir ini.
Dengan performa tersebut, Net Interest Income BNI tumbuh 5,2% yoy menjadi Rp 30,2 triliun. Non-Interest Income juga tumbuh baik mencapai 7,8% yoy menjadi Rp11 triliun, yang didorong oleh transaksi digital dan fee dari bisnis sindikasi, sehingga BNI mencetak pendapatan operasional sebelum pencadangan atau Pre-Provisioning Operating Profit (PPOP) sebesar Rp 25,8 triliun atau meningkat 9,7% yoy.(HAP)
jaga likuiditas antisipasi resesi global ini yang dilakukan bni
Pertarungan Dukungan Eks Gubernur Foke dan Anies v...
Buka 35.000 Lowongan Pekerjaan, Pj Teguh Resmikan...
Pj Teguh Instruksikan Perangkat Daerah Bersinergi...
Fauzi Bowo Ingin Jakarta Dipimpin oleh Orang yang...
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...