CARITAU JAKARTA – Pengamat Politik dan pendiri lembaga survei Kedai Kopi, Hendri Satrio meminta Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan tidak melakukan usaha-usaha pembenaran agar supaya Pemilu 2024 ditunda.
Diketahui, Luhut mengklaim punya big data yang berisi percakapan dari 110 juta orang di media sosial. Big data itu, kata Luhut, menunjukkan ketidaksetujuan rakyat soal penyelenggaraan pemilu pada masa pandemi. Menurut Luhut, rakyat tak mau uang Rp110 triliun dipakai untuk menyelenggarakan pemilu, atau dengan kata lain lebih baik dipakai untuk pemulihan ekonomi nasional.
Klaim luhut itu dibantah oleh Hendri Satrio. Menurutnya, penundaan pemilu dengan alasan apapun tak boleh dilakukan.
“Yang pertama biaya pemilu cuma 76 triliun kok jadi 110 triliun? Pak Luhut nih gede-gedein aja. Kemudian yang kedua, Pak Luhut aja ngeklaim rakyat gak mau, waktu Gibran sama bobby pilkada dianggap mau?” ujar pria yang akrab disapa Hensat itu kepada Caritau.com, Jumat (11/3/2022).
Karena itu, lanjut Hensat, Pemilu 2024 harus tetap digelar sesuai jadwal.
“Gak boleh lah itu penundaan pemilu, gak usah pake alasan macem-macem lah. Pak luhut sebagai pejabat juga harusnya taat berkomentar, jadi artinya tidak perlu melakukan usaha-usaha pembenaran untuk supaya pemilu ditunda. Itu jahat sekali buat Indonesia kalau sampai pemilu ditunda,” imbuhnya.
Sebelumnya, saat hadir di podcast Deddy Corbuzier, Jumat (11/3), Luhut mengungkapkan fakta-fakta mengejutkan soal isu penundaan pemilu. Selain mengklaim masyarakat tidak setuju pemilu digelar saat pandemi, Luhut juga mengklaim bahwa pemilih Partai Demokrat, Gerindra, dan PDIP mendukung usulan Pemilu 2024 ditunda.
Klaim itu, lagi-lagi didasarkan pada big data berupa percakapan 110 juta orang di media sosial. Padahal seperti diketahui, Demokrat, Gerindra, dan PDIP tegas menyatakan menolak usulan penundaan pemilu.
"Nah, itu yang rakyat ngomong. Nah, ini kan ceruk ini atau orang-orang ini ada di Partai Demokrat, ada di Partai Gerindra, ada yang di PDIP, ada yang di PKB, ada yang di Golkar, di mana-mana kan ceruk ini," kata Luhut.
Dia juga menilai aspirasi-aspirasi dari masyarakat tersebut sebagai bagian dari demokrasi. Persoalan wacana itu diwujudkan atau tidak, nantinya menjadi ranah MPR selaku pihak yang bisa mengubah atau mengamendemen UUD 1945 tentang pasal jadwal pemilu.
"Kalau rakyatnya terus berkembang terus gimana, nanti bilang DPR gimana, MPR bagaimana, ya kan konstitusi yang dibikin itu yang harus ditaati presiden. Konstitusi yang memerintahkan presiden, siapa pun presidennya," ucap Luhut. (DIM)
Pj Teguh Instruksikan Perangkat Daerah Bersinergi...
Fauzi Bowo Ingin Jakarta Dipimpin oleh Orang yang...
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...