CARITAU JAKARTA – Melonjaknya harga kedelai membuat para produsen atau perajin tempe – tahu merana. Mereka mengaku akan melakukan mogok produksi jika permasalahan tingginya harga kedelai impor ini tidak segera diselesaikan pemerintah.
Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tempe-Tahu Indonesia (Gakoptindo), Aip Syarifudin, Senin (14/2/2022).
"Sebagian yang mau mogok di daerah Jakarta, Jabodetabek dan beberapa daerah lainnya," kata Ketua Umum Gakoptindo Aip Syarifudin seperti dilansir tribunnews.
Namun, Aip menghimbau kepada anggotanya agar tidak melakukan mogok nasional. Menurutnya, lebih baik menaikkan harga jual tempe Rp 1.000, sehingga harga tempe ukuran 500 gram dari Rp5 ribu menjadi Rp6 ribu.
Salah satu pertimbangan untuk tetap produksi tempe – tahu, kata Aip, adalah demi memenuhi kebutuhan masyarakat kecil, apalagi saat ini banyak yang terkena COVID-19.
"Kasihan masyarakat yang kena Covid. Tolong dibilang ke masyarakat, bahwa kami menaikkan harga tempe - tahu terpaksa, kalau harga kedelai tidak naik, kami tidak menaikkan," ucap Aip.
Naik Hampir 60%
Kenaikan harga kedelai sebenarnya sudah sering terjadi. Namun kali ini, Aip menilai harga kedelai sudah naik terlalu tinggi.
Aip menjelaskan, harga kedelai pada tahun lalu sebesar Rp7.000 per kg dan kemudian naik menjadi Rp9.000 per kg, dan saat ini sudah Rp 11.000 per kg. Itu artinya harga kedelai sudah naik hampir 60%.
"Harga Rp 9 ribu pada tahun lalu, itu kami tidak tahan. Akhirnya kami demo tidak produksi tiga hari di Desember, makanya awal Januari tidak ada tempe - tahu," kata Aip.
Melihat kondisi kenaikan harga kedelai yang sudah mencapai Rp 11 ribu per kilo gram, kata Aip, membuat produsen tempe-tahu sekala kecil dengan produksi 20 kilo gram menjadi berhenti beroperasi.
"Mungkin ada 10 persen hingga 20 persen dari jumlah 160 ribu pengrajin tempe tahu yang ada di berbagai wilayah tidak produksi," kata Aip.
Di Bandung, para perajin tempe – tahu juga menjerit. Menurut Ketua Paguyuban Tahu Tempe Jabar, M. Zamaluddin, harga kedelai di daerahnya sudah mencapai Rp11.250 per kg. Sama seperti ungkapan Aip, Zamaluddin pun mengaku anggotanya terpaksa mogok produksi jika harga kedelai terus melambung tinggi.
Solusi terus menaikkan harga jual juga tak ingin mereka pilih lantaran dianggap akan merugikan konsumen tempe – tahu yang kebanyakan rakyat kecil. Belum lagi jika memikirkan nasib para pedagang tahu-tempe yang ikut kena imbas atau penjaja makanan yang mengandalkan tahu-tempe sebagai bahan baku.
“Kalau konsumen ketinggian harganya, kasihan kan korbannya konsumen juga. Kalau libur, mereka yang berjualan tahu dan tempe ini lumayan banyak seperti tukang cuanki, siomai, gorengan juga mereka banyak yang libur,” ujarnya.
Saat ini, tutur Zamaludin, para perajin sudah menaikkan harga tempe-tahu imbas tingginya harga kedelai. Sebelum kenaikan bahan baku, para perajin biasa menjual tahu Rp48.000 – 50.000 per papan.
Kemungkinan mereka terpaksa menaikan harga tahu sekitar Rp5.000 per papan untuk mengatasi tingginya biaya produksi. Sementara untuk harga tempe, Zamaludin memprediksi harganya bisa naik hingga 30%.
Salah satu yang dikeluhkan perajin tempe-tahu adalah peran pemerintah yang dinilai minim menyelesaikan persoalan ini. Menurut Zamaludin, dulu harga bisa dikontrol ketika impor kedelai dipegang oleh Bulog.
“Kalau ada kenaikan harganya masih sempat turun lagi, naiknya tidak lama. Kalau sekarang kenaikannya terus, enggak ada turunnya,” keluh Zamaludin seperti dilansir liputan6.com .
Para perajin lewat paguyuban yang dipimpin Zamaludin, sudah pernah menyampaikan keluhan ini kepada pemerintah daerah yakni Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) serta Subdit Ekonomi Polda Jabar. Tapi sejauh ini, respon dari pemerintah masih belum memuaskan mereka karena hanya menjawab dengan kalimat ‘akan diusahakan’ saja.
Minta Kemendag Turun Tangan
Jeritan dari perajin tempe-tahu ini membuat Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel bereaksi. Rahmat Gobel meminta pemerintah lewat Kementerian Perdagangan (Kemendag) segera turun tangan agar harga kedelai kembali turun dan stabil.
“Tugas Kementerian Perdagangan memang seperti itu. Tidak bisa membiarkan masyarakat bertarung sendiri,” kata Rachmat Gobel dikutip dari Antara.
Sebagai informasi, harga kedelai melambung tinggi disebabkan terjadinya fluktuasi harga internasional, khususnya di Amerika Serikat. Produsen terbesar kacang kedelai di dunia saat ini dipegang oleh Brazil, Amerika Serikat, Argentina, dan China.
Namun kenaikan harga kedelai tak bisa terus dibiarkan. Pasalnya, menurut Rachmat Gobel tempe-tahu merupakan makanan rakyat dan digemari oleh seluruh lapisan masyarakat. Selain itu, para produsen dan perajin tempe-tahu juga mayoritas merupakan masyarakat bawah atau golongan ekonomi lemah.
Karena itu, katanya, fluktuasi harga dan kenaikan harga kedelai bisa mengganggu lapangan kerja dan lapangan usaha.
“Di tengah kondisi pandemi COVID-19 ini, semua pihak, khususnya pemerintah untuk bekerja lebih sungguh-sungguh agar kemiskinan tak terus naik,” pinta Rachmat Gobel. (DIM)
harga kedelai perajin tempe-tahu mogok produksi rachmat gobel
PMJAK Desak Bawaslu DKI Tindaklanjuti Soal Dana Ka...
Yuks Ramaikan Kampanye Akbar Andalan Hati di GOR S...
Masyarakat Bantaeng Sambut Kunjungan Andi Sudirman...
GKJ Pererat Hubungan dengan Warga Melalui Jumat Be...
Demi Kepentingan Kaum Betawi, RK dan Eki Pitung Se...