CARITAU GAZA - Sejumlah warga Palestina yang dibebaskan pada akhir pekan lalu mengaku menderita selama ditahan di penjara-penjara Israel. Pembebasan tersebut sebagai bagian dari kesepakatan jeda kemanusiaan dengan kelompok perlawanan Hamas
Laith Othman, pemuda 17 tahun asal Ramallah, mengatakan bahwa situasi di dalam penjara "sangat buruk".
"Mereka melarang kami keluar dari sel, makanannya sangat buruk, waktu untuk mandi sangat singkat, " dikutip dari video yang Al Jazeera, Senin (27/11/2023).
Baca Juga: Warga Israel Bawa Enam Senjata Api Ditahan Polisi Kuala Lumpur
Dia menambahkan bahwa Israel mengancam akan menahan lagi para tahanan jika mereka "merayakan pembebasan" itu.
Warga Palestina lainnya, Raghd Al-Fanni, mengaku menjalani kehidupan yang sangat sulit selama ditahan di penjara Israel apalagi setelah serangan 7 Oktober 2023.
Dia mengungkapkan bahwa para tahanan tidak mendapatkan kebutuhan-kebutuhan dasar sebagai manusia.
"Air keran rasanya seperti klorin," ujar perempuan itu.
Perempuan lain yang ditahan oleh Israel, Fareed Najm, juga mengungkapkan bahwa para tahanan tidak diberi air minum bersih dan makanan yang cukup.
Warga Palestina itu juga mengaku dipermalukan dalam perjalanan pulang.
"Kami telah banyak menderita di penjara ... Mereka selalu memperlakukan kami dengan cara yang sangat buruk," kata Najm.
Muhammad Abu Naim juga mengungkapkan bahwa para tahanan Palestina menjalani hidup yang menderita selama di penjara.
"Saya dibebaskan dalam keadaan telanjang dengan celana boxer, tanpa ponsel atau apa pun. Kami telah disiksa di penjara. Kami mendengar teriakan keras dari bagian dari penjara lain, terutama tahanan dari Gaza, dan melihat banyak darah," katanya.
Kondisi tersebut juga diperparah oleh otoritas penjara Israel yang sesuka hati menghajar dan menyiksa para tahanan perempuan Palestina. Hal tersebut disampaikan oleh Maysoon Musa Al Jabali, seorang warga perempuan yang telah dibebaskan.
Setelah ditahan lebih dari delapan tahun, dia dibebaskan dari penjara Israel berdasarkan kesepakatan pertukaran sandera antara Israel dan kelompok perlawanan Palestina Hamas.
Dia menambahkan para sipir Israel juga tak segan menyemprot para tahanan Palestina dengan gas beracun dan hanya memberi sedikit makanan.
Dilansir dari Antara, Jabali yang ditahan Israel sejak Juni 2015, mengatakan bahwa kondisi di penjara Israel memburuk sejak 7 Oktober 2023, ketika milisi Hamas menyerang Israel.
Dia menggambarkan periode itu sebagai "masa-masa sulit".
“Israel merampas segalanya dari para tahanan perempuan setelah 7 Oktober,” kata Jabali, yang dijatuhi hukuman 15 tahun penjara karena penikaman di pos pemeriksaan Rachel’s Dome (Masjid Bilal) di dekat Betlehem di Tepi Barat, yang melukai seorang tentara perempuan Israel.
“Para sipir Israel menyiksa para tahanan perempuan dengan memukul, menyemprot dengan gas, dan mengirim mereka ke sel isolasi,” kata dia, menambahkan.
“Para sipir memberi tahu kami bahwa mereka bebas melakukan apa saja," ujarnya.
Tahanan perempuan di penjara Israel juga menghadapi kekurangan makanan. Menurut Jabali, pihak penjara menyediakan makanan bagi 80 tahanan tetapi jumlahnya hanya cukup untuk 10 orang.
Dia menambahkan bahwa para tahanan perempuan juga menerima "beberapa kabar tentang apa yang sedang terjadi di luar."
Meski sudah dibebaskan, Jabali mengatakan bahwa "warga Palestina yang merdeka tidak ingin kebebasan mereka diperoleh dengan cara seperti ini.”
Jabali tiba di Kota Al Bireh di Tepi Barat tengah bersama 33 tahanan anak-anak setelah mereka dibebaskan berdasarkan kesepakatan pertukaran sandera.
Ratusan warga Palestina berkumpul di Lapangan Baljiyat di kota itu untuk menyambut para tahanan yang dibebaskan sambil mengibarkan bendera Palestina, Hamas, dan Fatah, menurut koresponden Anadolu di lokasi.
Akhir pekan lalu, Israel dan kelompok perlawanan Palestina Hamas menyetujui jeda kemanusiaan dan menghentikan sementara serangan Israel di Jalur Gaza, yang telah menghancurkan hampir segalanya, termasuk bangunan tempat tinggal, rumah sakit, dan sekolah.
Pada hari itu, Israel dan Hamas juga menukar 24 warga Israel dan warga asing dengan 39 warga Palestina dari penjara-penjara Israel.
Pada Sabtu, kedua pihak juga bertukar sandera gelombang kedua, yang terdiri dari 39 warga Palestina dan 13 warga Israel serta empat warga asing.
Dikutip dari Anadolu, jeda kemanusiaan selama empat hari antara tentara Israel dan Hamas mulai berlaku pada Jumat (24/11) di seluruh Jalur Gaza, yang memungkinkan pertukaran tawanan dan pengiriman bantuan.
Pada hari itu, Hamas menukar 24 warga Israel dan warga asing yang disandera dengan 39 warga Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel.
Menurut perjanjian, total 50 sandera Israel akan ditukar dengan 150 tahanan Palestina secara bertahap selama empat hari.
Israel memperkirakan sedikitnya 239 warga Israel ditahan oleh pejuang Hamas menyusul serangan lintas batas yang dilakukan kelompok perlawanan Palestina itu pada 7 Oktober 2023.
Israel mengatakan gencatan senjata dapat diperpanjang jika pejuang Hamas terus membebaskan sandera setidaknya 10 orang per hari. Sumber Palestina mengatakan hingga 100 sandera bisa dibebaskan, menurut laporan Reuters. (IRN)
Baca Juga: Afsel: Tragedi Luar Biasa di Gaza Jika Gencatan Senjata Gagal
israel palestina jalur gaza hamas serangan udara pendudukan israel Operasi badai Al-Aqsa pejuang hamas Jeda Kemanusiaan konflik israel dan palestina
Masuk Minggu Tenang, Pj Teguh Pastikan Jakarta Ber...
Cawagub 02 Fatmawati Dua Bulan Keliling 24 Kabupat...
Kampanye Akbar 02 Andalan Hati, Panglima Dozer: Su...
PMJAK Desak Bawaslu DKI Tindaklanjuti Soal Dana Ka...
Yuks Ramaikan Kampanye Akbar Andalan Hati di GOR S...