CARITAU JAKARTA - Gaya hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah salah satu cara untuk mencegah Pneumonia. Pneumonia adalah infeksi paru-paru, yang salah satunya diakibatkan oleh bakteri S. Penumonia, yang dapat menyebabkan penyakit ringan hingga berat pada segala usia.
PHBS ini meliputi mencuci tangan dengan sabun dan air bersih, menggunakan air bersih, menggunakan jamban sehat, memberantas jentik nyamuk, konsumsi buah dan sayur dan melakukan aktivitas fisik secara rutin.
Baca Juga: Antisipasi Peningkatan COVID-19, Dinkes Kota Bandung akan Vaksinasi Tenaga Kesehatan
Dokter spesialis pulmonologi dan kedokteran respirasi menyarankan orang-orang menutup mulut dan hidung saat batuk, dan tidak merokok serta membatasi kontak dengan asap rokok. Penyebaran penyakit dapat melalui melalui cairan saat pasien batuk atau bersin.
Selain itu, vaksinasi adalah cara terbaik melindungi diri dari penyakit pneumonia pneumokokus, karena membantu melindungi lebih dari 90 jenis bakteri pneumokokus.
Oleh karena itu, lansia dengan usia di atas 65 tahun disarankan agar melakukan vaksinasi. Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2018 menunjukkan, prevalensi pneumonia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan, yaitu sekitar 2% atau naik dari 2013 sebesar 1,8%.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan 2014, kematian akibat pneumonia sebesar 1,19%. Menurut penelitian, beberapa jenis kuman, seperti Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza, serta virus pernapasan, seperti virus penyebab pilek, flu, dan COVID-19 banyak ditemukan pada orang dewasa atau lansia berusia 65 tahun ke atas dengan pneumonia.
Vaksinasi itu sangat penting, khususnya pada kelompok rentan, seperti lansia dan mereka dengan komorbid. Saat ini, terdapat beberapa jenis vaksin untuk mencegah penyakit infeksi saluran pernapasan dan paru, di antaranya adalah vaksin influenza, vaksin pneumokokus, dan vaksin COVID-19.
Selain vaksinasi, dalam mencegah pneumonia, penting juga orang-orang menjaga gaya hidup yang sehat, salah satunya dengan tidak merokok.
Hal ini karena perokok memiliki risiko 2,17 kali lebih tinggi untuk mengalami pneumonia komunitas dibandingkan populasi tidak merokok. Kemudian, individu berusia di atas 65 tahun dan perokok pasien memiliki risiko infeksi pneumonia komunitas 64 persen dibandingkan populasi umum.
Upaya deteksi dini pneumonia bisa dilakukan melalui pengamatan gejala, seperti batuk, demam, dan sesak. Pada orang tua, tanda-tanda pneumonia seringkali ditandai dengan menurunnya nafsu makan. Tanda lainnya adalah dahak bisa berwarna kehijauan, nyeri dada, serta nafas cepat dan cenderung pendek.
Sementara itu, dilansir dari Antara, diagnosis pneumonia bisa dilakukan dari tanda gejala yang timbul tersebut, serta dapat juga dilakukan pemeriksaan fisik, seperti foto toraks atau CT scan, kondisi dahak, pemeriksaan darah, pemeriksaan cairan pleura dan bronkoskopi.
Dari sisi faktor risiko, riwayat penyakit sebelumnya, seperti penyakit kronik PPOK, asma, gagal jantung serta kondisi yang meningkatkan risiko aspirasi mukus dari mulut dan hidung serta penyakit yang dapat melemahkan sistem imun tubuh, termasuk di antaranya.
Pada 12 November bukan hanya diperingati sebagai Hari Kesehatan Nasional untuk Indonesia, tetapi juga Hari Pneumonia Sedunia. Masyarakat kini banyak mengenal pneumonia karena COVID-19, tapi sebenarnya pneumonia merupakan suatu peradangan akut parenkim paru yang dapat disebabkan oleh berbagai jenis bakteri, virus, jamur dan juga parasit.
Pada umumnya penyakit ini dibagi menjadi dua kelompok besar, yakni pneumonia komunitas (community-acquired pneumonia/CAP), pneumonia didapat di rumah sakit (hospital-acquired pneumonia/HAP) dan pneumonia terkait ventilator (ventilator-associated pneumonia).
Data yang dikumpulkan dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) menunjukkan bahwa saat ini terjadi perubahan dominansi penyebab pneumonia komunitas. Awalnya, S. pneumoniae (pneumokokus) merupakan penyebab 90 hingga 95% kasus.
Namun, angka ini semakin berkurang seiring dengan meningkatnya penggunaan antibiotik dan vaksinasi pneumokokus, hingga menjadi berkisar antara 5 hingga 15% pada beberapa studi terbaru di Amerika Serikat dan sebesar 20 hingga 25% dari data studi di Benua Eropa.
Penyebab terbanyak pneumonia komunitas lainnya adalah Haemophilus influenzae (7%), Staphylococcus aureus (4%), Klebsiella pneumoniae (6%), Bakteri Gram Negatif lain (4%), Mycoplasma pneumoniae (8%), Chlamydophila pneumoniae (7%), Legionella spp (3%), dan virus (10%).
Untuk pneumonia di rumah sakit, data dari delapan rumah sakit besar di Indonesia pada tahun 2020-2021 menunjukkan, telah terjadi pergeseran pola resistensi kuman yang didapat pada sampel sputum dari bakteri gram positif menjadi bakteri gram negatif, seperti pseudomonas aeruginosa, Acinetobacter baumannii, dan
bakteri enterik gram negatif.
Karena itu, semua pihak perlu memberi perhatian penting agar pneumonia dapat dikendalikan dengan lebih baik, salah satunya terkait penggunaan antiobiotik dalam pengobatan pneumonia akibat bakteri yang harus bijak.
Selain itu, yang juga harus menjadi perhatikan semua pihak terkait penggunaan antibiotik yang berlebih dan kurang (underuse) karena sama-sama tidak akan memunculkan efek menguntungkan pada tubuh.
Pneumonia tergolong penyakit yang dapat mematikan, tetapi juga dapat dicegah dan kalaupun seseorang terkena, maka dapat disembuhkan asalkan dapat dikenali dan diobati sejak dini. Pada kelompok rentan, para pakar kesehatan sepakat agar mereka mendapatkan vaksinasi pneumonia. (IRN)
Baca Juga: Polandia Sebut Jumlah Kematian Akibat Legionnaires Capai 16 Orang
pneumonia paru-paru infeksi paru-paru gaya hidup bersih dan sehat phbs vaksinasi
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...