CARITAU JAKARTA – Bandara Soekarno Hatta (Soetta) hari itu penuh sesak. Kondisi yang sebetulnya sudah biasa terjadi di Soetta yang merupakan bandara tersibuk di Indonesia. Hal yang tidak biasa, ternyata kerumunan orang yang memadati Bandara Soetta adalah masyarakat yang baru tiba di luar negeri dan tengah menunggu giliran untuk menuju tempat karantina.
Mereka mayoritas adalah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) atau Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang diberi fasilitas karantina gratis oleh pemerintah. Faktanya, fasilitas itu kini sudah mulai susah diperoleh sehingga mereka harus berhari-hari tertahan di kawasan bandara, menunggu giliran untuk masuk ke fasilitas karantina seperti Wisma Atlet Kemayoran yang dijadikan Rumah Sakit Darurat Covid-19 atau RSDC.
Seorang petugas Bandara Soetta menceritakan penumpukan orang mulai membludak pada akhir pekan lalu. Kejadian itu pun sempat terekam dan videonya viral di media sosial. “Iya memang ada penumpukan, itu 2-3 hari lalu. Mereka PMI yang nyari tempat karantina sampai sehari-dua hari,” kata dia yang enggan disebutkan namanya, seperti dilansir cnnindonesia, Rabu (22/12/2021).
Karena tak kunjung mendapat tempat, pihak bandara akhirnya mencoba mencarikan solusi. Para PMI akhirnya dimasukkan ke dalam bus yang disediakan pihak bandara, sebagai tempat karantina sementara. Beberapa PMI bahkan sampai harus bermalam di bus sampai dua hari lamanya.
Para TKI/PMI ini memang tidak seberuntung penumpang berduit yang mampu membayar sendiri fasilitas karantina di hotel. Namun, carut marut pelaksanaan karantina ini memunculkan banyak masalah baru, mulai dari oknum petugas yang mematok harga tinggi, hingga akhirnya ada suap menyuap demi lolos dari kewajiban karantina.
Kasus selebgram Rachel Venya menjadi contoh paling heboh. Ia berhasil menyuap oknum TNI yang bertugas di Satgas Covid-19, demi mendapatkan fasilitas gratis di Wisma Atlet Kemayoran dan kemudian bisa melenggang bebas meski baru menjalani tiga hari karantina saja.
Tunggu 29,5 Jam Masuk Karantina
Seorang warga negara Indonesia (WNI) bernama Riza Nasser mengalami langsung ruwetnya mencari tempat untuk karantina sepulangnya dari luar negeri.
Riza tak mampu membayar biaya karantina mandiri di hotel yang biayanya dipatok Rp 8,2 juta oleh petugas di bandara. Biaya itu sudah ditentukan oleh petugas dan hanya hotel tersebut yang bisa dipilih sebagai lokasi karantina. Sungguh kenyataan yang sangat pahit untuknya.
"Mereka sudah mematok langsung, hanya ini hotel yang ada dan Anda harus dikarantina di sini. Tidak tidak ada opsi lain," kata Riza dalam program Rosi yang ditayangkan Kompas TV, Minggu (19/12/2021).
Riza pun mencoba mencari alternatif lain dengan mengutarakan keberatannya ke petugas bandara. Namun sang petugas malah mengarahkannya ke anggota TNI. Menurut petugas itu, ia bisa mendapatkan karantina gratis jika dapat diskresi dari anggota TNI yang mengatur jalannya proses karantina di bandara saat itu. Malang, justru ia mendapat amarah dari anggota TNI. Meski kemudian, barulah ia mendapat diskresi dan diperbolehkan bergabung dengan para PMI yang juga sedang terlantar menunggu dibawa ke lokasi karantina gratis.
"Saya menunggu di belakang itu, saya melihat ada 60 lebih orang yang bernasib sama dengan saya," ucap Riza.
Di kelompok tersebut, Riza berkenalan dengan seorang warga yang sudah menunggu di bandara sejak jam 07.00 pagi wib, sementara saat itu sudah pukul 21.00 wib. Warga itu baru saja pulang dari Pakistan. Keduanya terdampar di bandara hingga akhirnya datang seorang petugas pada pukul 02.00 dini hari.
Ternyata sang petugas hanya mendata warga yang hendak dikarantina. Riza mengaku proses pemindahan ke tempat karantina begitu panjang dan memakan waktu lama. Bayangkan saja, dari mulai antri jam 7 pagi, ada yang baru mendapat kamar karantina pada pukul 13.30 keesokan harinya. Itu artinya total 29,5 jam penantian yang menguras mental dan tenaga.
Praktik Mafia Hotel Karantina di Bandara
Pengalaman Riza dipatok harga Rp8,2 juta untuk karantina di hotel membuka tabir adanya praktik mafia hotel karantina di Bandara Soetta. Bahkan di media sosial banyak warga mengaku dipatok harga hingga puluhan juta rupiah untuk tarif hotel karantina di hotel bintang dua dan bintang tiga di Jakarta dan sekitarnya.
Artis Nikita Mirzani jadi salah satu korbannya. Ia mengaku dapat pengalaman tak menyenangkan saat terpaksa harus menyewa hotel mahal untuk karantina sepulang dari Turki.
Sejak tiba di Indonesia, Nikita Mirzani sudah merasakan ada sesuatu yang aneh. Artis yang dikenal dengan bodi seksinya itu merasa janggal dengan tata cara melakukan karantina untuk orang yang baru pulang dari luar negeri.
"Dari bandara ada tiga pintu yang harus kita lewatin, bukan cap imigrasi doang. Cap imigrasi belakangan setelah seleasi karantina. Jadi, paspor kita otomatis disita," kata Nikita Mirzani, dikutip dari kanal YouTube ‘MOP Channel’, Kamis (29/7/2021).
Menurut Nikita, di pintu pertama dilakukan pemeriksaan kesehatan. Sementara di pintu kedua, pemeriksaan persuratan, termasuk keterangan sudah vaksin.
"Pintu ketiga mau keluar. Di situ lah pas kita mau ambil koper, disamperin Satgas Covid-19 menanyakan sudah pesan kamar hotel buat karantina di mana? Kalau belum pesan mereka menawarkan," ujar Nikita lagi.
Singkat cerita, karena menurut sang petugas ketersediaan hotel biasa sudah penuh, akhirnya Nikita terpaksa mengambil hotel bintang lima yang harga sewanya sungguh fantastis, Rp22 juta per malam. "Karena gue capek, ya udahlah gue bayar," ujar perempuan yang akrab disapa Niki ini melanjutkan.
Tarif Resmi Hotel Karantina
Isu adanya mafia hotel karantina di bandara ditampik oleh juru bicara Juru Bicara Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito. Prof Wiku, sapaan akrabnya menyatakan, masyarakat yang baru kembali ke Indonesia bisa melihat hotel resmi yang menyediakan layanan karantina di laman https://quarantinehotelsjakarta.com.
"Semua daftar hotel dimasukkan dalam web D-Hots, ada harganya di situ. Tadi kami minta PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia) menampilkan berapa sisa kamar yang ada," kata Wiku dikutip dari Kompas TV, Rabu (22/12/2021).
Harga hotel karantina yang terpampang di laman tersebut bervariasi. Lama masa karantina dan kelas hotel (bintang 1-5) jadi faktor pembeda harga. Namun biaya tersebut sudah termasuk 21% pajak dan service dan akan dikenakan biaya tambahan lagi jika konsumen meminta double bed.
Fasilitas yang didapatkan dari harga hotel karantina adalah makan tiga kali sehari, laundry lima pakaian per hari, transportasi dari bandara ke hotel, biaya tenaga kesehatan dan tes PCR dua kali.
Saat ini, tambah Wiku, telah tersedia 16.500 kamar hotel untuk karantina bagi pelaku perjalanan luar negeri, hanya saja 70% dari kamar tersebut sudah terisi.
"Saat ini tersedia 16.500 kamar, saat ini 70% terisi. Sejauh ini PHRI telah komit untuk menambah jumlah kamar bila diperlukan, terutama untuk hotel bintang dua dan tiga," ujar Wiku.
Pemerintah boleh saja berdalih dengan mengeluarkan daftar hotel resmi, namun faktanya masih banyak orang seperti Riza dan bahkan artis setenar Nikita Mirzani jadi korban carut marutnya manajemen karantina di Indonesia. (DIM)
carut marut karantina bandara soetta karantina bandara soetta
GKJ Pererat Hubungan dengan Warga Melalui Jumat Be...
Demi Kepentingan Kaum Betawi, RK dan Eki Pitung Se...
Pertarungan Dukungan Eks Gubernur Foke dan Anies v...
Buka 35.000 Lowongan Pekerjaan, Pj Teguh Resmikan...
Pj Teguh Instruksikan Perangkat Daerah Bersinergi...