CARITAU MAKASSAR – Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pengadaan lahan Bandara Mangkendek Tana Toraja (Tator) yang merugikan negara Rp7,4 miliar kembali digelar di Pengadilan Tipikor Negeri Makassar pada Selasa (10/5/2022) dengan salah satu saksi Bupati Tator Theofilus Allorerung.
Kali ini Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sulsel menghadirkan enam orang saksi. Selain Bupati Tana Toraja Theofilus Allorerung, dihadirkan lima orang dari Tim Panitia Sembilan yang saat itu bertugas pengadaan lahan.
Baca Juga: Tabungan Nasabah Raib Rp1,4 Miliar, BRI: Jangan Sembarangan Instal Aplikasi
Kelima orang Panitia Sembilan yang dihadirkan adalah mantan Kepala Bapenda Yunus Sirante, mantan Kepala Dinas PU Zeth Jhonsin Tolla, mantan Kepala Dinas Perhubungan Agus Sosang, mantan Kepala Dinas Pertanian Yunus Palayukan dan mantan Kepala Dinas Kehutanan Harris Paridi.
Kasi Penkum Kejati Sulsel Soetarmi mengatakan, keenam saksi dihadirkan karena pada saat kegiatan pengadaan tanah untuk pembebasan lahan bandara Buntu Kuni atau Mangkendek, kesemuanya termasuk Panitia Sembilan pengadaan tanah.
Bupati Theofilus Allorerung pada tahun 2011 itu sudah menjabat Bupati Tana Toraja untuk periode pertama.
"Bahwa dalam kasus bandara Buntu Kuni saat ini disidangkan untuk dua orang terdakwa yaitu Enos Karoma (Mantan Sekertaris Daerah Kabupaten Tana Toraja) sebagai Ketua Panitia Sembilan dan Ruben Rombe Randi (mantan Camat Mengkendek) anggota panitia Sembilan," jelasnya.
Pemilik Tanah Diduga Fiktif
Ketua Tim JPU Kejati Sulsel Adnan Hamzah saat ditemui usai sidang mengatakan, SK pengajuan untuk lahan pembangunan Bandara Mangkendek berdasarkan keterangan Bupati Tana Toraja, sebanyak 140 hektare yang diajukan ke Kementerian Perhubungan.
Akan tetapi, lanjut Adnan, lahan yang disetujui hanya seluas 85 ha. Namun ternyata di kemudian hari, Kementerian Perhubungan kembali menyerahkan keputusan sepenuhanya ke Pemerintah Kabupaten Tana Toraja.
"Akan tetapi tidak ada ketentuan lebih jauh yang mengatur bahwa penetapan lokasi bupati itu masih mengacu kepada SK Kementerian Perhubungan karena memang beda kebutuhan," jelasnya.
Sementara lima orang selaku Panitia Sembilan pada saat diundang musyawarah ganti rugi, saat itu (mereka) belum mendapatkan informasi nama-nama pemilik tanah.
"Bahkan mereka belum mendapatkan daftar nama-nama pemilik tanahnya saat dilakukan musyawarah ganti rugi (fiktif)," ungkapnya.
Menurut Adnan, jika sudah ada nama dan kalau dilihat tupoksinya, seharusnya Panitia Sembilan melakukan penelitian apa hubungan hukumnya antara nama-nama dan bukti tanahnya.
"Nyatanya tidak dilakukan. Kemudian mengenai pengumuman daftar penerima ganti rugi itu juga tidak dilakukan," tandasnya.
Kerugian Negara Rp7,4 Miliar
Pengadilan Tipikor Makassar telah menggelar sidang perdana kasus tersebut pada Selasa (26/4/2022) dengan dua terdakwa yakni mantan Sekda Tana Toraja Enos Karoma dan mantan Camat Mangkendek Ruben Rombe.
Sidang perdana pada persidangan yang diketuai Majelis Hakim Ni Putu Sri Indayani beragendakan pembacaan dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel).
Sementara Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel Soetarmi menjelaskan, dalam surat dakwaan yang dibacakan JPU Adnan Hamzah, terdakwa Enos Karoma dan Ruben Rombe Randi didakwa telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Kedua terdakwa yang bertindak selaku panitia pembebasan lahan atau Panitia Sembilan pembebasan lahan Bandara Buntu Kuni Mengkendek tahun anggaran 2011 diduga telah menyelewengkan anggaran.
Mereka diduga melakukan pembayaran kepada warga yang sama sekali tidak memiliki hak atas lahan tersebut.
"Serta tidak menunjuk Lembaga Penilai Harga Tanah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI Nomor 3 Tahun 2007 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum, " jelas Soetarmi terkait isi dakwaan tersebut.
Soetarmi membeberkan dalam surat dakwaan, kedua terdakwa juga dianggap telah memperkaya diri sendiri, yakni penerima ganti rugi pembebasan lahan Bandara Mangkendek tidak diakui hak penguasaannya, serta penerima ganti rugi dinyatakan tidak berhak menerima ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Putusan Mahkamah Agung RI No. 207K/pdt/2013 tanggal 27 November 2013.
“Sehingga perbuatan terdakwa telah merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp7.369.425.158. Berdasarkan Laporan Hasil Audit dalam rangka penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Bandara Baru di Kecamatan Mengkendek Kabupaten Tana Toraja Tahun Anggaran 2011-2012 yang dilakukan oleh BPKP Nomor]: SR-470/PW21/5/2017 tanggal 16 Agustus 2017," tukas Soetarmi.
Atas perbuatannya tersebut, kedua terdakwa diancam dengan pidana dalam primer Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana, subsidair Pasal 3 Jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.(KEK)
dugaan korupsi pengadaan lahan bandara mangkendek tana toraja tator rp7 4 miliar pengadilan tipikor negeri makassar bupati tator theofilus allorerung
Masyarakat Bantaeng Sambut Kunjungan Andi Sudirman...
GKJ Pererat Hubungan dengan Warga Melalui Jumat Be...
Demi Kepentingan Kaum Betawi, RK dan Eki Pitung Se...
Pertarungan Dukungan Eks Gubernur Foke dan Anies v...
Buka 35.000 Lowongan Pekerjaan, Pj Teguh Resmikan...