CARITAU BEIJING – Wakil Menteri Luar Negeri China Le Yucheng memberikan peringatan bahwa strategi Amerika Serikat dan sekutunya di Indo-Pasifik akan berpotensi menimbulkan kekacauan yang sama seperti ekspansi NATO ke Eropa Timur yang dinilai sebagai pemicu konflik Rusia-Ukraina.
Hal itu dikatakan Yucheng saat berbicara dalam Forum Internasional untuk Keamanan dan Strategi yang digelar oleh Tsinghua University, Beijing, Sabtu (19/3/2022).
Baca Juga: UNHCR: Skema 'Rumah untuk Ukraina' di Inggris Rentan Eksploitasi
Yucheng menuturkan, saat ini sejumlah negara menentang strategi Indo-Pasifik yang disebut olehnya sebagai bentuk Provokasi Kekacauan.
"Memprovokasi kekacauan, membangun kelompok kecil yang tertutup dan eksklusif, mengarahkan kawasan itu terpecah dan terbagi berdasarkan blok-blok," ujar Le Yucheng.
Yucheng mengungkapkan, jika memang terbentuk, strategi itu akan menimbulkan konsekuensi yang tidak bisa dibayangkan dan mendorong kawasan Asia-Pasifik ke tepi jurang.
"Strategi Indo-Pasifik sama berbahayanya dengan strategi NATO yang sedang berusaha melakukan ekspansi ke wilayah timur Eropa," ujar Yucheng.
Menurut Yucheng, krisis dan konflik yang terjadi di Ukraina didasari oleh mentalitas perang dingin dan politik kekuasaan.
Yucheng juga mendesak bawahan Presiden Amerika Serikat Joe Biden untuk mengimplementasikan pernyataan positif Biden saat berbincang via video call dengan Presiden China Xi Jinping hari Jumat (18/3/2022).
Dalam percakapan jarak jauhnya, Presiden Negeri Tirai Bambu itu meminta Amerika Serikat dan NATO untuk dapat berdialog dengan Rusia dalam rangka mengatasi sumber permasalahan dari krisis di Ukraina.
Selain itu, Xi Jinping juga menentang sanksi-sanksi yang diterapkan negara barat terhadap Rusia yang dianggapnya sebagai keputusan diskriminatif.
"Sikap China sendiri sudah jelas terhadap Ukraina dan pesan utamanya adalah, China selalu mendorong perdamaian dunia," kata Menteri Luar Negeri China Wang Yi.
Hingga saat ini, sikap China tetap konsisten menentang sanksi sejumlah negara terhadap Rusia sebagai konsekuensi dari operasi militernya di Ukraina.
Bahkan hubungan dagang dan ekonomi antara China dengan Rusia, China dengan Ukraina, tetap berlangsung normal hingga saat ini.
Melihat sikap China yang terlalu lunak kepada Rusia, Amerika Serikat, NATO dan sekutunya sangat kecewa. Mereka sebelumnya berharap China segera meminta Rusia untuk mengakhiri serangan militer terhadap Ukraina.
Sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB, China dianggap tidak secara tegas untuk mendukung atau menentang konflik antara Rusia dan Ukraina.
Kendati demikian, Le Yucheng dalam keterangannya mengatakan, sanksi Amerika Serikat dan Barat terhadap Rusia atas masalah Ukraina sungguh sudah keterlaluan.
Seperti dilansir Straits Times dari laporan Reuters, Minggu (20/3/2022), Yucheng juga memahami sudut pandang negeri beruang merah itu terhadap sikap dan perlakuan NATO.
Menurut Yucheng, NATO seharusnya tidak melakukan ekspansi lebih jauh ke timur Eropa, yang membuat kekuatan nuklir seperti Rusia 'terpojok' dan harus mengambil tindakan dalam situasi tersebut.
Sanksi Barat ke Rusia Keterlaluan
Yucheng menambahkan warga Rusia kehilangan aset luar negeri tanpa alasan. Selain itu, Beijing juga menentang sanksi ekonomi terhadap Rusia atas tindakannya terhadap Ukraina, yang menurut Beijing sepihak dan tidak disahkan oleh Dewan Keamanan PBB.
"Sanksi terhadap Rusia semakin keterlaluan," kata Yucheng dalam sebuah forum keamanan di Beijing seperti dilansir Antara dari Reuters.
Diketahui, hingga saat ini Beijing belum mengutuk tindakan Rusia di Ukraina atau menyebutnya sebagai invasi, meskipun telah menyatakan keprihatinan mendalam karena situasi harus sampai pada titik peperangan.
Sebagai informasi tambahan, meskipun Beijing telah menyatakan keprihatinan mendalam atas situasi di Ukraina yang menyebabkan konflik antar kedua negara tetangga tersebut, namun, hingga saat ini negeri yang mendapatkan julukan sebagai salah satu negara kekuatan ekonomi dunia itu belum mengutuk dan menyebut tindakan Rusia sebagai invasi.
"Sejarah membuktikan berkali-kali, sanksi tidak dapat menyelesaikan masalah. Sanksi hanya akan merugikan rakyat biasa, berdampak pada sistem ekonomi, keuangan dan memperburuk ekonomi global," tandas Le Yucheng. (GIBS)
Baca Juga: Inggris Janji Cabut Sanksi ke Rusia, Asal…
china peringatkan amerika serikat indo - pasific perang rusia versus ukraina
Masyarakat Bantaeng Sambut Kunjungan Andi Sudirman...
GKJ Pererat Hubungan dengan Warga Melalui Jumat Be...
Demi Kepentingan Kaum Betawi, RK dan Eki Pitung Se...
Pertarungan Dukungan Eks Gubernur Foke dan Anies v...
Buka 35.000 Lowongan Pekerjaan, Pj Teguh Resmikan...