CARITAU JAKARTA – Kabar hengkangnya ratusan perusahaan di Karawang Jawa Barat dalam beberapa pekan terakhir ramai menuai soroton dan komentar dari sejumlah pihak, karena migrasi ditenggarai akan berdampak bagi ekonomi masyarakat yang telah bertahun-tahun mengais rejeki di kawasan industri terbesar se Asia Tenggara itu.
Informasi mengenai hengkangnya ratusan perusahaan di Karawang dikonfirmasi oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Menurut catatan Apindo, faktor utama penyebab ratusan perusahaan itu hengkang dikarenakan tingginya upah di kawasan industri terbesar se-Asia tenggara itu. APINDO juga menyebut perpindahan terjadi dalam kurun waktu lima tahun yakni sejak 2018-2022.
Menanggapi hal itu, Ketua Umum Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) Ilhamsyah Boing menilai, faktor utama ratusan pabrik yang memilih untuk bermigrasi dari Karawang ke Jawa Tengah tak lain dampak dari kebijakan politik upah murah yang dibuat oleh pemerintah, sehingga menimbulkan tingginya disparitas (perbedaan) upah dan kesenjangan upah antara satu daerah dengan daerah lainnya.
"Faktor utama terjadinya relokasi itu tidak lain dari faktor tingginya disparitas upah antara wilayah satu dengan wilayah lain. Kita tau bahwa UMK Jawa Tengah hanya Rp1,8 juta dan itu sangat rendah jika dibandingkan dengan wilayah Jabodetabek," kata Boing kepada caritau.com, Rabu (6/7/2022).
Sehingga menurut Boing, klaim Apindo yang menyebut penyebab eksodus ratusan perusahaan karena upah inggi adalah hal yang keliru.
Boing mencontohkan upah di Karawang yang tidak ada artinya jika dibanding dengan upah di negara-negara lain, termasuk jika dibandingkan dengan keuntungan yang dihasilkan dari produktivitas para buruh.
"Jadi narasi yang dibangun Apindo itu keliru, bukan itu. Justru upah Karawang sederhana dan biasa-biasa saja kalau dibandingkan dengan negara lain. Justru yang menjadi problem itu karena standar upah yang di Jawa Tengah yang terlalu kecil," tegas Boing.
Boing pun mengimbau pemerintah mendorong kenaikan upah di Jawa Tengah dan daerah lain yang upah minimumnya masih rendah agar mengurangi disparitas sangat tinggi.
"Upah di Jawa tengah itu yang harusnya didongkrak lebih tinggi. Hal itu juga berlaku di daerah-daerah lain guna mengurangi disparitas antara satu dengan yang lainya," tutur Boing.
Selain itu, isu mengenai perpindahan ratusan perusahaan di Karawang adalah blufing atau gertakan Apindo untuk membargain pemerintah dalam rangka mendorong dan mendukung UU PPP dan UU Cipta Kerja yang menurut Boing sangat merugikan buruh.
“Ini adalah upaya Blufing Apindo untuk melegitimasi upah yang dinilainya terlalu tinggi. Padahal persoalanya bukan upah di Karawang yang terlalu tinggi, tapi upah di Jawa Tengah yang terlalu rendah,” terang Boing.
"Jadi framing pengusaha exodus itu adalah upaya Apindo membergain negara agar tidak ada lagi perbaikan dalam UU Cipta Kerja," tambah Boing.
Kondisi ketimpangan upah antara satu daerah dengan daerah lainnya tentu akan membuat para pengusaha berbondong-bondong memindahkan pabriknya dari Karawang menuju Jawa tengah.
"Tentu bagi pengusaha atau perusahaan akan sangat menguntungkan bila pabriknya pindah ke Jawa Tengah karena upah di sana jauh lebih murah jika dibandingkan di Jakarta ataupun Jabodetabek," ujar Boing.
Boing menuturkan, apabila pemerintah tidak segera melakukan langkah-langkah evaluasi, maka fenomena perpindahan ratusan perusahaan akan terus terjadi selagi sistem pengupahan di Indonesia saat ini belum dibenahi.
Boing menegaskan, faktor utama penyebab terjadinya perpindahan ratusan perusahaan di Karawang bukan karena upah tinggi, melainkan disebabkan kebijakan mengenai pemberlakuan Peraturan Pemerintah No 78 tahun 2015 tentang Pengupahan.
"Nah ini alasan kita waktu itu begitu kerasnya untuk menolak adanya pemberlakuan PP 78 tahun 2015 yang menetapkan upah berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Jadi ini yang menyebabkan disparitas upah di Indonesia," terang Boing.
Selain itu, UU Cipta Kerja juga semakin memperburuk penetapan upah di daerah. Hal itu dapat dilihat dari baleid-baleid yang tercantum pada pasal-pasal UU Cipta Kerja yang merevisi aturan perhitungan kenaikan upah lebih rendah jika dibandingkan PP 78 tahun 2015.
"Ini adalah dampak dari turunan politik upah murah yang dulu itu berlaku untuk persaingan antar negara yang ingin menarik investasi dari luar untuk masuk ke negara mereka. Sekarang aturan tersebut dijadikan daya tarik bagi pemerintah daerah untuk menarik investasi yang bertujuan untuk mendongkrak APBD mereka dengan menetapkan upah sekecil-kecilnya," ujar Boing.
Guna mengantisipasi serta mengatasi fenomena exodus, pemerintah pusat harus membuat sistem upah layak bagi kaum pekerja (buruh) dengan memberlakukan aturan standarisasi upah nasional.
"Harusnya pemerintah membuat aturan atau sistem upah layak nasional yang mengacu pada standarisasi yang diberlakukan secara nasional, sehingga akan memperkecil perbedaan upah antara satu daerah dengan daerah lain," ujar Boing. (GIBS)
upah tinggi kpbi legitimasi uu cipta kerja exodus perusahaan
Fokus Beri Layanan Hukum, LQ Indonesia Lawfirm/Quo...
Bawaslu Ungkap Dugaan Pelanggaran pada Masa Tenang...
Tinjau Tempat Pemungutan Suara, Pj Teguh Pastikan...
Suasana Pencoblosan Pilkada 2024 di Jakarta
Pj Teguh Imbau Warga Gunakan Hak Pilih dan Jaga Ke...