CARITAU JAKARTA – Dokter optometri dan praktisi vision therapy dari VIO Optical Clinic Andri Agus Syah OD FPCO FAAO mengingatkan para orang tua mewaspadai kebutaan pada anak. Salah satu hal yang patut diwaspadai saat ini adalah kebiasaan bermain gawai atau gadget pada anak.
Terlalu sering bermain gawai bisa membuat mata anak Anda menjadi minus dan silinder yang dikenal dengan fenomena Myopia Booming. Fenomena ini merebak di masa pandemi lantaran intensitas anak menggunakan HP untuk belajar online ataupun bermain meningkat drastis.
Selain dari paparan gadget, beberapa gangguan mata yang dapat memicu kebutaan di antaranya mata minus dan silinder yang tinggi yang terjadi akibat bentuk kornea mata seseorang yang tidak beraturan sehingga penglihatan orang yang mengalaminya menjadi buram. Kondisi ini bisa terjadi karena faktor keturunan, kebiasaan buruk seperti membaca terlalu dekat.
“Semakin tinggi ukuran mata minus atau silindernya maka risikonya semakin besar untuk mengalami penyakit ablasi retina yang bisa berujung kebutaan," katanya.
Untuk itu, jangan sepelekan timbulnya mata minus dan silinder pada anak usia dini karena hal tersebut jika tidak ditangani dengan baik bisa berujung kebutaan.
“Tingkat kebutaan di antara anak-anak di Indonesia sudah mencapai empat persen atau setara dengan 1.4 juta orang. Jika diakumulasikan, tingkat kebutaan di Indonesia adalah 3 juta orang atau 1,5 persen dari populasi. Di mana ada satu orang yang mengalami kebutaan setiap menitnya di negara ini,” ujar Andri di Jakarta, Minggu (23/10/2022).
Baca juga : Kampung Lali Gadget: Kampung Ramah Anak untuk Membentuk Karakter Mereka
Beberapa hal mendasar terkait masala kesehatan mata, kata Andri kurang mendapatkan perhatian dari masyarakat. Hal itu menjadi salah satu faktor tingkat kebutaan yang terbilang tinggi di Indonesia.
“Masyarakat perlu tahu bahwa banyak gangguan pada mata yang bisa menurunkan fungsi penglihatan bahkan sampai memicu kebutaan," kata dia.
Selain mata minus dan silinder, penyakit berikutnya adalah ablasi retina, yang mana mata seseorang bisa lepas dan memicu kebutaan secara permanen. Risikonya meningkat seiring bertambahnya usia, namun tak tertutup kemungkinan menimpa orang muda.
Selanjutnya, keratokonus yakni kondisi kornea yang semakin menipis dan memiliki bentuk seperti mengerucut. Selanjutnya katarak, yang merupakan yang ditandai dengan lensa mata yang menjadi keruh hingga membuat penglihatan nampak tidak jelas. Kondisi ini seringkali disebabkan oleh penuaan, namun bisa juga dialami oleh anak-anak yang terlahir dengan katarak.
Berikutnya, glaukoma yang merupakan penyakit yang terjadi akibat rusaknya saraf mata dan tingginya tekanan bola mata seseorang. Seseorang yang mengalami glaukoma, lapan pandangnya menjadi sempit karena penyakit satu ini menyerang penglihatan tepi.
Berikutnya degenerasi makula yang menyebabkan hilangnya pusat penglihatan seseorang. Selanjutnya, retinopati diabetik yang rentan dialami penyintas diabetes.
Kemudian retinitis pigmentosa yang mana juga dapat menjadi salah satu penyebab kebutaan. Meskipun prosesnya berlangsung lambat namun berlangsung secara progresif pada keseluruhan penglihatan. Kebanyakan orang mengalami retinitis pigmentosa adalah hasil dari faktor keturunan atau diwarisi dari orang tuanya.
“Penting sekali untuk selalu melakukan pemeriksaan mata secara rutin untuk bisa mendeteksi penyakit-penyakit yang bisa membahayakan mata. Dengan melakukan pemeriksaan dapat mencegah kebutaan,” kata spesialis mata dr Vega Casalita SpM. (FAR)
GKJ Siap Kawal Hasil Pilkada 1 Putaran untuk Pramo...
Peluang Pilkada Jakarta Dua Putaran, RK-Suswono Bi...
Percepat Pembangunan Jakarta, Pj Teguh Lantik Peja...
Pj Teguh Apresiasi DPRD DKI Jakarta Setujui Raperd...
Dorong Edukasi Gen Z, Desie Minta Dispusip DKI Sel...