Caritau JAKARTA – Aktivitas fisik dan latihan fisik bisa menjadi strategi terapi yang efektif mengatasi gejala depresi dan kecemasan pada remaja selama masa pandemi COVID-19.
“Saat aktivitas fisik menurun, tingkat kebugaran tubuh juga akan menurun dan hal ini juga dapat meningkatkan masalah kesehatan fisik dan mental,” kata Dr dr Listya Tresnanti Mirtha, SpKO, K-APK, dokter spesialis kedokteran olahraga dan konsultan patient care and community RS Universitas Indonesia, Jumat (15/10/2021).
Menurut dr Listya, saat pandemi COVID-19 aktivitas remaja cenderung sedikit dan menjadikan mereka kurang aktif karena lebih banyak duduk menjalani sekolah secara online, serta pola tidur yang tidak beraturan.
“Duduk yang terlalu lama akan menciptakan beban yang statis sehingga otot akan berkontraksi secara terus-menerus tanpa adanya fase pemanjangan atau pemendekan yang akhirnya dapat mengganggu sirkulasi otot dan menimbulkan kelelahan,” kata staf pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu.
Menurutnya data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2020, kondisi kesehatan mental menyumbang 16% dari beban penyakit dan cedera secara global pada kelompok usia 10-19 tahun.
Apabila gangguan kesehatan mental saat remaja tidak dapat diatasi, maka kemungkinan dapat berlanjut hingga dewasa. Akibatnya dapat merusak kesehatan fisik dan mental, serta membatasi kesempatan menjalani kehidupan yang memuaskan sebagai orang dewasa.
“Konsekuensi dari tidak mengatasi kondisi kesehatan mental remaja meluas hingga dewasa,” kata Listya.
Selain itu pemilihan jenis aktivitas dan latihan fisik selama masa pandemi tetap harus selalu didasarkan pada minat dan usia. Listya mengatakan, dengan tetap aktif bergerak selama masa pandemi akan mengurangi stres, meningkatkan imunitas dan menjaga kebugaran tubuh.
Remaja Laki-Laki Lebih Optimis
Terkait masalah kesehatan fisik dan mental yang dialami remaja pada masa pandemi COVID-19, dr Fransiska Kaligis, SpKJ(K), dokter spesialis ilmu kesehatan jiwa dan konsultan kesehatan jiwa anak RSUI sekaligus staf pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, berpendapat disebabkan akumulasi berbagai faktor.
Beberapa faktor antara lain stres atau takut akan terinfeksi penyakit, rasa takut kehilangan anggota keluarga, masalah ekonomi, kehilangan dukungan keluarga, hilang kesempatan pergi berlibur atau keluar rumah, akses terbatas ke fasilitas layanan kesehatan, kurangnya sosialisasi antar teman, serta kurangnya akses ke sekolah dan fasilitas olahraga.
Fransisika sependapat dengan Listya bahwa pandemi berdampak terhadap kesehatan fisik remaja akibat aktivitas fisik yang kurang, screen time berlebih karena semua serba online, pola tidur yang tidak teratur, serta kebiasaan makan yang berubah.
Penelitian UNICEF yang melibatkan responden sebanyak 8.444 remaja di sembilan negara pada bulan-bulan pertama pandemi menunjukkan, sebanyak 27% melaporkan merasa cemas dan 15% depresi dalam tujuh hari terakhir.
Sebanyak 46% responden melaporkan memiliki motivasi yang kurang untuk melakukan kegiatan yang biasanya mereka sukai, 36% merasa kurang termotivasi untuk melakukan pekerjaan rutin.
Persepsi mereka tentang masa depan juga telah terpengaruh secara negatif, terutama dalam kasus remaja perempuan yang memiliki dan menghadapi kesulitan tertentu. Sebanyak 43% remaja perempuan merasa pesimis tentang masa depan dibandingkan dengan 31% remaja laki-laki.(bim)
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...