CARITAU QATAR – Brazil lagi-lagi harus terhenti langkahnya di Piala Dunia 2022 dengan kurang memuaskan. Air mata Neymar jatuh berderai usai mereka disingkirkan Kroasia melalui drama adu penalti dengan skor akhir 2-4 di Education City Stadium pada Jumat (9/12/2022) malam.
Bukan sebuah epilog yang ideal tentunya bagi Neymar, di mana Piala Dunia 2022 ini bisa saja adalah Piala Dunia terakhir baginya. Dilansir dari Aljazeera, ketika ditanya oleh reporter ESPN sesaat setelah laga usai, ia masih belum yakin apakah dirinya akan kembali memperkuat ‘Selecao Canarinho’ di masa depan.
“Jujur, saya tidak tahu,” ujar Neymar kepada reporter ESPN dikutip dari AlJazeera.
“Saya pikir berbicara sekarang itu buruk karena ini momen yang menyakitkan. Mungkin saya tidak berpikir jernih. Mengatakan bahwa ini adalah akhirnya akan membuat saya terburu-buru, tetapi saya juga tidak menjamin apa pun. Mari kita lihat apa yang terjadi ke depan, ” lanjutnya.
Sebelumnya di sebuah wawancara sebelum Piala Dunia bergulir, Neymar mengindikasikan bahwa Piala Dunia 2022 mungkin akan menjadi Piala Dunia terakhirnya.
“Saya tidak dapat menjamin bahwa saya akan memainkan Piala (Dunia) lainnya,” ujar Neymar kepada media Brazil Globo dikutip Aljazeera.
“Sejujurnya saya tidak tahu. Saya akan bermain seperti ini yang terakhir. Mungkin saya akan memainkan (Piala Dunia) lainnya, mungkin tidak. Tergantung. Akan ada pergantian pelatih dan saya tidak tahu apakah pelatih itu akan menyukai saya,” tutupnya.
Setetes Air Mata, Tugas Berat Kenari Muda Selanjutnya
Tangis Neymar saat dikalahkan Kroasia kemarin adalah sebuah gambaran, entah apakah itu kekecewaan, atau penyesalan. Yang jelas, air mata tersebut akan terasa sangat berat di mata para punggawa muda Brazil, mereka adalah pemikul beban ‘Selecao Canarinho’ di era yang akan datang.
Brazil seakan sedang dihantui oleh beban dan ekspektasi masyarakat mereka sendiri. Sebagai tim tersukses sepanjang sejarah dengan lima gelar Juara Dunia, tentunya membuat masyarakat berekspektasi tinggi untuk membawa pulang si trofi emas di setiap turnamen.
Namun faktanya, sejak mereka mengangkat trofi Piala Dunia 2002, mereka selalu gagal dalam menembus Final Piala Dunia di lima edisi terakhir. Pencapaian terbaik mereka hanyalah Semi Final 2014, yang tentunya masih segar dalam ingatan kita saat Tragedi Mineirazo, saat mereka digasak habis Jerman dengan skor telak 7-1 di depan publik sendiri. Sebuah sejarah kelam bagi para burung Kenari, di mana mereka tidak punya tempat untuk sembunyi saat itu.
Di antara para pemain Brazil lainnya, mungkin Neymar lah yang paling merasa terbebani. Dicap sebagai salah satu pemain Brazil yang akan masuk dalam buku sejarah, ia selalu dikagumi oleh masyarakat Brazil sebagai seorang idola, sosok contoh bagi anak-anak yang saat ini sedang bermain sepak bola jalanan di sudut kota Rio de Janeiro, yang sedang bermimpi dirinya akan bermain sepak bola di panggung tertinggi FIFA.
Bukan tanpa alasan, Neymar adalah pemain dengan segudang prestasi. Pertama debut saat usianya 17 tahun, pria 30 tahun itu saat ini telah mencetak lebih dari 100 gol di tiga klub yang berbeda, di mana ia merupakan satu dari tiga pemain yang dapat melakukan hal tersebut.
Ia telah menorehkan banyak trofi baik di level individu atau klub yang ia bela. Dimulai dari pesepakbola terbaik di tahun 2011 bersamaan dengan berhasil meraih FIFA Puskas Award di tahun yang sama. Empat trofi Juara Liga Prancis, 4 trofi Piala Super Prancis, 3 Piala Prancis, dan 2 Piala Liga Prancis bersama PSG saat ini.
Puncak karir Neymar dapat dikatakan pada saat dirinya masih berseragam Barcelona. Ia saat itu berhasil mengangkat trofi paling bergengsi di Benua Biru, yakni ‘si kuping besar’, Trofi Liga Champions bersama Messi dan Suarez yang pada saat itu adalah trio paling mengerikan di dunia.
Gelar Neymar bersama timnas Brazil juga terbilang cukup sukses. Di tengah inkonsistensi Brazil dalam beberapa tahun terakhir, Neymar mampu membawa Brazil memenangkan Piala Konfederasi pada 2013, dan Medali Emas Olimpiade 2016 di Rio de Janeiro, Brazil.
Neymar adalah pemain hebat, dan bahkan mungkin adalah salah satu pemain terbaik dalam era sepak bola modern. Namun, sesosok manusia hebat tetaplah manusia, terkadang dapat retak apabila memikul beban berat terlalu lama. Piala Dunia 2014, 2018, dan 2022 adalah sebuah beban yang tidak sanggup lagi ia pikul bersama Brazil.
Meski saat ini Brazil duduk di peringkat 1 FIFA, namun harus diakui secara fakta di lapangan bahwa Brazil bukanlah tim terbaik dunia saat ini. Tentu saja Brazil adalah tim yang mumpuni, mereka dikelilingi oleh para pemain berbakat dan bahkan pemain bintang dari generasi ke generasi. Namun apabila kita lihat dari segi mental, maka Brazil era Ronaldo, Ronaldinho, dan Roberto Carlos adalah yang terbaik.
Brazil saat ini sedang menjalani era terburuk di Piala Dunia dalam sejarah sepak bola mereka. Di lima turnamen terakhir, mereka hanya mampu mencapai semifinal sekali. Rekor terburuk sebelumnya terjadi di antara tahun 1974 sampai 1990, yang pada era tersebut mereka berhasil mencapai dua semifinal dalam lima kompetisi Piala Dunia terakhir.
Hal ini tidak lepas dari ekspektasi masyarakat. Di lima Piala Dunia terakhir, para pemain Brazil terlihat bermain sambil memikul beban dan bayang-bayang para pendahulunya yang sukses membuat Selecao Canarinho berjaya. Tidak peduli sebesar apa namanya, pemain sehebat Neymar sekalipun bisa retak karena tekanan luar biasa yang menyelimuti pada burung kenari muda tersebut.
Piala Dunia 2022 berakhir sama seperti beberapa edisi sebelumnya. Hanya menelan kekecewaan, begitulah yang ada di raut wajah Neymar, saat sang kompatriot Marquinhos gagal melesakkan penalti terakhir yang sekaligus mengubur mimpi para punggawa Selecao dalam mengakhiri puasa Piala Dunia mereka untuk yang kesekian kalinya secara beruntun.
Tangis Neymar mungkin akan menjadi tangisan terakhirnya di Piala Dunia, sebab dirinya juga tidak yakin apakah akan mendapat kesempatan lagi bermain di Piala Dunia. Yang jelas, apabila ini adalah Piala Dunia terakhirnya, tentunya akan menjadi epilog yang kurang berkesan di akhir kariernya.
Namun, pada wawancara Beinsport sebelum Piala Dunia 2022, ia mengatakan bahwa apapun yang terjadi ia akan merasa puas.
"Tidak, dalam karier saya, saya telah mencapai hal-hal di luar imajinasi saya. Jadi, jika itu berakhir hari ini, saya akan tetap menjadi orang paling bahagia di dunia," ujar Neymar kepada Beinsport.
Neymar mungkin memang sudah ‘legowo’, namun tentunya tugas beratnya akan dipikul oleh para penerusnya. Mampukah para Kenari Muda yang akan datang memikul beban tersebut menuju laga puncak Piala Dunia selanjutnya? Ataukah Selecao Canarinho harus kembali puasa gelar untuk beberapa tahun yang akan datang? (ZAS)
air mata neymar di qatar tandai era terburuk brazi di piala dunia brazil tersingkir di perempat final piala dunia 2022 brazil kalah adu penalti dari kroasia era terburuk brazil
Fauzi Bowo Ingin Jakarta Dipimpin oleh Orang yang...
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024