CARITAU QATAR – "Bocah lelaki dari Rosario, Santa Fe, baru saja naik ke surga. Dia naik ke galaksi sendiri. Dia dalam momen puncaknya dan tentu saja dia tak sendiri,"
"Lionel Messi telah bersalaman dengan surga," begitu ungkapan magis Peter Drury saat menjadi komentator final Piala Dunia 2022 antara Argentina vs Prancis.
Baca Juga: Tanpa Cristiano Ronaldo, Al Nassr Hancurkan Inter Miami dan Lionel Messi 6-0
Duel La Albiceleste vs Les Blues itu berjalan magis di Lusail, terangkum indah, membuat jantung penonton berdetak kencang. Di lapangan hijau, sejumlah pemain saling menanti harap untuk menjadi yang terbaik.
Selama 120 menit permainan, momentum demi momentum saling direbut kedua tim. Argentina memulai laga dengan keyakinan tinggi, setelah duo pahlawan dari Rosario; Lionel Messi dan Angel Di Maria menutup 45 menit pertama untuk keunggulan timnya. Namun Mega Bintang Prancis, Kylian Mbappe meredam sementara kemenangan Tim Tango, usai dwigolnya memaksakan permainan belum berakhir.
Hal yang hampir sama juga tercipta di waktu tambahan. Gol Messi sempat membuat timnya mengintip juara, sebelum ditahan kembali oleh perjuangan tanpa lelah Sang Petahana. Enam gol yang tercipta oleh kedua tim pun masih belum cukup menentukan siapa yang menjadi pemenang, hingga laga pun harus diakhiri lewat adu penalti.
Baca juga: Sanjungan Komentator Final Piala Dunia 2022 ke Messi: Lionel Messi Telah Bersalaman dengan Surga
Di momen tendangan 12 pas itu, setiap detik berjalan dengan ketidakpastian, penuh duka dan jutaan doa dilantunkan. Singkat cerita, Argentina keluar sebagai juara, usai empat penendangnya yaitu Lionel Messi, Paulo Dybala, Lorenzo Paredes dan Gonzalo Montiel sukses menceploskan bola ke gawang Prancis yang dijaga Hugo Lloris.
Sementara Dewi Fortuna belum menaungi kubu Les Blues; tendangan Kingsley Coman terbentur kokohnya penjagaan Martinez, serta sepakan Tchouameni melenceng tipis di sudut kiri.
"Montiel........" pekik Drury! Argentina berhasil merebut tahta dari lawannya tersebut. Adapun perjuangan tanpa henti Prancis patut diapresiasi. Ini adalah final Piala Dunia terbaik dalam sejarah!
Seluruh pemain Argentina pun meluapkan kebahagiaan yang tiada tara. Tak sedikit di antara mereka yang menangis tersedu-sedu, mengingat sudah lama negara mereka puasa juara dunia. Namun, segala sorotan patut disematkan kepada Lionel Messi. Bagaimana tidak? dia berhasil menciptakan epilog manis bagi karirnya di Tim Tango, setelah karir internasional dirinya berjalan penuh dengan lika-liku.
Tak sampai di situ, kredit khusus juga patut diberikan kepada Di Maria. Kendati dibekap cedera sepanjang turnamen, dia berhasil mendulang kisah gemilang lantaran berhasil menyumbang satu gol di partai final. Torehan tersebut menambah catatan apiknya bersama Argentina, di mana dirinya kerap menjadi pembeda di laga-laga besar.
Kisah heroik Di Maria terselip di antara gemerlapnya sorotan untuk mega bintang Lionel Messi. Kebetulan keduanya sama-sama berasal dari Rosario.
Kota Rosario, Provinsi Santa Fe adalah kota terbesar ketiga di Argentina jika dilihat dari segi jumlah penduduk. Kota tersebut berjarak sekitar 300 kilometer di sebelah barat laut ibu kota Argentina, Buenos Aires.
Dilihat dari rekam jejaknya, Rosario dikenal sebagai daerah penghasil pesepak bola handal di Argentina. Sejumlah nama tenar lahir dan tumbuh besar di Rosario. Sama seperti Messi dan Di Maria, mereka juga pernah mengenakan kostum kebesaran La Albiceleste.
Anda pasti mengenal Marcelo Bielsa, Mario Kempes, Javier Mascherano, Ezequiel Lavezzi, Angel Di Maria, Mauro Icardi, Giovanni Lo Celso, Gabriel Batistuta, dan Ever Banega, bukan?
Baca juga: Messi: Ini adalah Trofi yang Paling Saya Dambakan Sepanjang Hidup
Nama-nama besar yang disebutkan di atas tercipta berkat iklim kompetitif di wilayah tersebut, yang menempa bibit-bibit muda menjadi pemain besar. Iklim yang muncul berkat persaingan sengit antara dua klub kebanggaan kota Rosario, Newell Old Boys dan Rosario Centrall.
Selain lingkungan bola yang membesarkan mereka, sejarah masa lalu pun menempa perjuangan keras mereka. Rosario adalah salah satu pusat industri Argentina sebelum kejayaannya terkoyak pada periode 1990-an.
Setelah asap industri tak lagi membumbung dari cerobong-cerobong asap, masyarakat setempat pun harus bergulat mencari hidup sendiri-sendiri. Dan di masa-masa itulah, Messi tumbuh dan berkembang.
Lantas, bagaimana bocah dari Rosario Bernama Lionel Messi bisa menjadi pesepak bola ataupun atlet terbaik di dunia. Bagaimana masa kecilnya dan apa yang mempengaruhinya?
Lionel Andreas Messi Cuccittini lahir di Rosario, Santa Fe Province, Argentina, 24 Juni 1987 silam. Dia lahir dari pasangan Jorge Horacio Messi, seorang pekerja pabrik besi dan Celia Maria Cuccittini. Merujuk dari garis keturunan ayahnya, dia berasal dari Ancona, sebuah kota di Italia. Di mana leluhurnya, Angelo Messi hijrah ke Argentina pada tahun 1883.
Dia mempunyai dua orang kakak laki-laki, Rodrigo dan Matias, dan seorang saudara perempuan, Maria Sol. Sejak berusia lima tahun, Messi kecil telah bermain untuk klub bola di daerah setempat, Grandiola. Di sini, kilau 'Sang Messiah' akan menjadi pemain handal di masa yang akan datang telah terlihat.
Berkat kelihaian dirinya mengolah si kulit bundar, kakak pertama Messi menjulukki dirinya sebagai La Pulga yang berarti Si Kutu. Julukan itu juga diberikan, mengingat tubuh Messi yang lebih kecil dibanding teman sebayanya saat berusia di bawah sepuluh tahun.
Hal ini cukup beralasan, di mana Messi sempat didiagnosa mengalami kelainan hormon pertumbuhan yaitu Growth Hormone Deficiency. Kelainan ini membuat dirinya tumbuh kerdil dan harus mendapatkan perawatan lebih lanjut jika ingin tumbuh.
"Saya menyuntik kaki saya setiap malam. Saya memulainya di usia 12 tahun. Itu tidak mengesankan buat saya," Messi mengatakan kepada America TV seperti dikutip Daily Mail.
"Awalnya orang tua saya memberi suntikan ketika saya delapan tahun sampai saya belajar. Jarumnya kecil. Tidak terasa sakit, itu adalah hal rutin yang harus saya lakukan dan biasa buat saya." lanjut Messi.
Di tengah kondisi itu, Messi tetap memperjuangkan karir sepak bolanya. Usai tiga tahun menimba ilmu di Grandiola, Messi memutuskan untuk melanjutkan karirnya di Newell's Old Boys di tahun 1994.
Baca juga: Ini Ucapan Selamat dari Ronaldo untuk Messi Usai Bawa Argentina Juara Piala Dunia
Bersama salah satu klub terbesar di daerahnya, La Pulga menorehkan rekor fantastis bagi Newell’s Old Boys junior. Dinukil dari temuan jurnalis Asociacion Rosarino de Futbol, Miguel Martinez, Lionel Messi sukses menorehkan 234 gol dari 176 penampilannya.
Meski menorehkan karir cukup gemilang, Dia pun kembali dipermasalahkan soal pertumbuhannya yang tidak kunjung sembuh. Messi semakin tenggelam dalam tinggi badannya yang kecil, sedang rekan-rekannya tumbuh tinggi menjulang.
Tak ingin pasrah dengan keadaan, keluarganya pun berusaha menyelamatkan bakat yang ada di dalam tubuh Messi, sembari memikirkan bagaimana cara dirinya bisa bertambah tinggi.
Awalnya, segenap keluarga berupaya untuk mengobati La Pulga, namun tidak bisa membiayai terus menerus keperluan terapi hormon yang memakan ribuan dolar per bulan.
Untuk itu, Ayah Messi, Jorge memutuskan mencari klub sepak bola baru untuk menunjang karier Messi selanjutnya. Newell Old Boys pun rela melepaskan aset berharganya tersebut.
Jorge pun berkelana dan mendapat sejumlah tawaran. Dimulai dari River Plate yang mengutarakan niat menggaet Messi muda, namun tak kunjung ada kata sepakat antara kedua belah pihak. Alasannya, biaya pengobatan sang pemain sangat tinggi.
Di momen itulah, sebuah keajaiban tercipta. Dalam buku The Inside Story of the Boy Who Became a Legend, pada pertengahan tahun 2000, Jorge Messi melakukan pembicaraan dengan dua agen sepak bola, Martin Montero dan Fabian Soldini yang memiliki sejumlah kenalan di Eropa.
Montero dan Soldini terpincut dengan aksi Messi dan mengupayakan dapat mengorbitkan pemain berkaki kidal itu. Dua sosok tersebut tanpa ragu merekomendasikan ke salah satu klub terbesar di Spanyol, FC Barcelona.
Baca juga: Raih Golden Ball dan Juara Dunia: Kombinasi Memukau di Ujung Karir Lionel Messi
Di mana, mereka sendiri memiliki rekan yang mempunyai bisnis real estate di Barcelona, yaitu Horacio Gaggioli. Horacio mempunyai rekan bisnis bernama Josep Maria Minguella yang merupakan salah satu pemilik saham di Barcelona dan kenal dekat dengan Direktur Teknis Barcelona saat itu, Carles Rexach.
Singkat cerita, Jorge pun dapat berkomunikasi langsung dan meyakinkan Carles Rexach menggaet Messi. Di akhir tahun 2000, Jorge beserta Messi terbang dari Argentina menuju Barcelona.
Jorge beserta anaknya itu bertemu dengan Montero dan Soldini di bandara. Tak butuh waktu lama, sehari kedatangannya di Benua Biru itupun, Messi langsung diminta untuk menunjukkan skill atau kemampuannya dalam mengolah si kulit bundar di Stadion Miniestadi (Stadion untuk Tim Junior Barcelona).
Alih-alih gugup, Si Kutu itupun tampak berhasil unjuk kemampuannya kala itu, meski baru pertama kalinya bermain di Eropa. Ia bahkan bisa tampil fantastis. Melihat permainan impresif Messi, semua pelatih tim junior Barcelona setuju untuk merekrut Messi yang masih berusia 13 tahun.
Setelah momen tersebut, kisah magis dan fantastis pun ditorehkan Messi. Dia meraih kesuksesan tiada henti Bersama Barca, lewat puluhan trofi yang singgah ke klub katalan itu dan deretan penghargaan yang dia raih. Hingga sekarang, atau 22 tahun lamanya, Messi masih aktif berkarir di Eropa, serta meninggalkan masa kecil penuh kenangannya di Argentina.
Kendati demikian, merujuk Laporan Daily Mail berjudul ‘Rosario Mythical Figure Lionel Messi Hoping Win Biggest Prize World Cup’, Messi tak pernah lupa akan kampung halamannya tersebut. Dirinya dikabarkan pergi ke Rosario dua kali setahun. Diketahui, La Pulga kerap menghabiskan Natal bersama keluarganya di sana dan beberapa minggu saat musim sepak bola berakhir.
"Saat Argentina bermain, grafiti Messi mengenakan kostum Argentina ada di mana-mana. Untuk sebagian besar, dia adalah Duta Besar Rosario. Tapi ini bukan pendapat bulat. Tidak sulit untuk menemukan orang yang berpikir Lionel harus berbuat lebih banyak untuk kota dan sekarang, menjelang akhir karirnya, harus memenuhi janji untuk kembali ke rumah bermain untuk Newell's," tulis media asal Amerika Serikat itu.
Pada 2013 silam, Pemerintah Kota Rosario membangun museum untuk Lionel Messi, yang resmi dibuka pada 2015 silam. Museum Messi tersebut menjadi bagian dari Museo del sol Deportiva Rosario. Ada beragam replika dari trofi-trofi yang sudah diraih oleh La Pulga serta barang-barang kenangan Messi yang disumbangkan oleh keluarganya.
Saking magisnya nama Messi di kota Rosaria, terdapat juga satu fakta menarik. Pada 2014, Pemerintah Rosario membuat aturan cukup aneh, melarang warga Rosario untuk menggunakan Lionel Messi sebagai nama anak mereka.
Di balik itu semua, Rosario telah melekat hebat bagi diri sang Maestro. Sebab di sanalah Messi dan keluarga berasal. Banyak publik yang menilai, bahwa La Pulga tak bakal lama lagi kembali ke kota itu, dan menorehkan cerita-cerita magis lainnya.
Sebelum memenangkan Piala Dunia 2022 Qatar, perjalanan Messi bersama Timnas Argentina sungguh berwarna. Dia pernah mengalami kegagalan beruntun dalam periode berdekatan sekaligus.
La Pulga memulai petualangan di Timnas senior pada 17 Agustus 2005. Saat itu, Messi masih berumur 18 tahun dan mencoba membela Tim Tango melawan Hungaria di partai persahabatan, namun berjalan cukup memilukan.
Berstatus sebagai pemain pengganti, Messi masuk ke lapangan pada menit ke-63. Tapi, Messi cuma punya waktu 43 detik di lapangan karena dia diusir sang wasit usai didakwa melanggar pemain Hongaria, Vilmos Vanczak.
Usai pertandingan, Messi didapat oleh rekan-rekan setimnya tengah menangis sesegukan di pojokan ruang ganti. Wajar mengingat ini adalah laga perdananya di timnas dan kartu merah itu adalah kali pertama didapat sejak debut profesionalnya pada 2004.
"Bukan debut yang saya impikan. Saya melewatinya (Vanczak) dan dia menarik saya. Saya ingin membebaskan diri darinya, sehingga saya terus saja berlari, lalu wasit menilai saya menyikutnya," ujar Messi usai pertandingan saat itu, dikutip Marca.
Lionel Messi juga turut membela Argentina di sejumlah kelompok umur. Dia beserta rekan-rekan lainnya, seperti Di Maria dan Aguero berhasil mengantarkan Tim Tango juara Piala Dunia U-20 tahun 2005 di Belanda. Tiga tahun berselang, dia kembali mengantar negaranya menyabet medali emas Olimpiade 2008 Beijing, China.
Baca juga: Juara di Qatar, Argentina Samai Torehan Jerman Barat
Kendati telah menyumbang trofi untuk Argentina di berbagai kelompok umur, karir Messi di Timnas sepat dipertanyak dunia, maupun publik Argentina sendiri lantaran belum meraih gelar apapun di karir seniornya. Momen inipun terjadi cukup lama, sebelum mencicipi gelar perdana di tahun 2021.
Penyerang berusia 35 tahun itu sempat menyimpan penyelesan terbesarnya kala gagal menyabet gelar juara dunia di tahun 2014. Di mana, Argentina harus tumbang di Brazil usai ditaklukkan Jerman di partai puncak.
"Saat saya di rumahnya, setelah tidak bertemu 10 tahun, dia mengatakan padaku 'Fabi, saya sering terbangun pada malam hari memikirkan final di Brasil selama bertahun-tahun," cerita Fabian Soldini yang pernah menjadi agen Messi.
"Dan saya bisa pastikan pada kalian, kalau hal itu terus menghantui pikirannya," tambah dia, dikutip Infobae.
Kemudian, Messi dibuat tertunduk lesu ketika dua tahun berturut-turut, ditaklukkan Chile dengan cara yang sama; adu penalti. Kegagalan Argentina di Copa America 2015 dan 2016 sempat membuat dirinya frustasi.
Kegagalan yang berulang itulah yang membawa Messi semakin matang dari sisi emosional. Perlahan, Messi bersama Argentina menuai hasil. Tujuh tahun pasca gagal mengenyam Trofi Piala Dunia, Lionel Messi akhirnya menyabet trofi internasional perdananya di ajang Copa America 2021.
Kemenangan tersebut terasa sangat magis, sebab Argentina mempermalukan musuh bebuyutannya yang saat itu berstatus tuan rumah, Brazil. La Albicaleste menang tipis 1-0, lewat gol semata wayang Angel Di Maria pada menit ke-11.
Dan di tahun 2022, Messi pun akhirnya memanen hasil kerja kerasnya. Dia berhasil mendapat trofi yang dia impikan, Piala Dunia. Sebuah kisah manis di usia senja karirnya.
Namun di tengah jutaan sorotan yang tertuju kepada La Pulga, sosok Di Maria yang juga merupakan kelahiran dari Rosario tak bisa luput dari perhatian.
Meski tak banyak orang mengingat Di Maria sebagai salah seorang pencetak gol. Sebab dirinya hanya menyumbang 28 gol dalam 129 penampilan. Namun banyak gol pemain Juventus itu hadir dalam momen penentuan.
Baca juga: Kejutan Piala Dunia 2026: Digelar di Tiga Negara, 11 Kota dan 48 Kontestan
Di Maria kerap menjadi kartu as bagi Tim Tango. Pemain berusia 34 tahun itu mencetak gol satu-satunya Argentina di Final Copa America 2021 di Brazil, sekaligus melepas dahaga negara yang beribukota Buinos Aires itu akan 28 tahun tanpa trofi mayor.
Di Maria pun kembali mencetak gol di laga penting, yaitu Finalissima atau pertandingan yang mempertemukan juara Copa Amerika dengan jawara Piala Eropa. Dia pun mencetak satu gol dalam kemenangan 3-0 La Albiceleste atas Italia.
Dirinya, kembali tampil apik di Piala Dunia 2022 Qatar. Kendati menderita cedera, yang memaksa dirinya tak bisa membela Juventus selama satu bulan. Dirinya pun berhasil mencatatkan tiga penampilan di fase grup, meski absen di babak 16 besar, perempat final dan semifinal.
El Fideo akhirnya diturunkan Scaloni di partai final melawan Prancis, dan berhasil mencetak gol kedua Argentina. Dia pun membuat lini belakang Prancis kelabakan, sebelum akhirnya diganti di menit ke-64.
Teranyar, publik Argentina pun berpesta hebat. Kota-kota besar, seperti di Buenos Aires, Cordoba, hingga Rosario tampak berbahagia. Di Bandara Internasional Ezeiza, Buenos Aires, Lionel Messi keluar dengan menenteng trofi Piala Dunia, ia disambut ratusan ribu masyarakat yang memadati setiap sudut kota.
La Pulga beserta kolega tiba pada pukul 02.20 dini hari waktu setempat. Kendati lelah usai berjuang hebat di Qatar, sekaligus menempuh perjalanan panjang selama 21 jam lamanya, raut wajah bahagia mereka masih terukir jelas.
Di antara gelapnya malam, Lautan rakyat Argentina berpesta pora. Nyaris tidak ada sudut yang lengang sejak dari tempat berhentinya pesawat, sampai saat bus mengangkut rombongan Argentina.
Sementara itu, di Kota Rosario, kota kelahiran sang mega bintang Argentina, Lionel Messi, jalanan juga penuh sesak dengan ribuan manusia. Mereka memenuhi pusat kota yakni di National Flag Memorial.
Di lokasi itu, ratusan ribu warga menyemut merayakan kemenangan timnas Argentina atas Prancis di final Piala Dunia 2022. Mereka meneriakan yel-yel, mengibarkan bendera raksasa hingga menyalakan flare, sembari memuja idolanya tersebut.
Sebuah kepingan-kepingan kisah, yang melengkapi keseluruhan kisah magis perjuangan Skuad Albiceleste. Dan Rosario jadi saksi sejarah panjang, merayakan sang pemenang, menyanjung sang idola dalam waktu yang lama, serta merawat kultur hebat sepak bola di sana.
Penulis: Rahma Dhoni
Baca Juga: Messi Akan Lewatkan Tujuh Laga di MLS Tahun 2024, Kerugian untuk Inter Miami?
argentina juara piala dunia 2022 timnas argentina lionel messi angel di maria dua malaikat kecil rosario profil lionel messi
Cawagub 02 Fatmawati Dua Bulan Keliling 24 Kabupat...
Kampanye Akbar 02 Andalan Hati, Panglima Dozer: Su...
PMJAK Desak Bawaslu DKI Tindaklanjuti Soal Dana Ka...
Yuks Ramaikan Kampanye Akbar Andalan Hati di GOR S...
Masyarakat Bantaeng Sambut Kunjungan Andi Sudirman...