CARITAU SURABAYA – Pelecehan atau kejahatan seksual selalu meninggalkan trauma yang mendalam, tak hanya bagi korban tetapi juga orang-orang terdekat korban. Apa yang harus dilakukan jika hal keji itu terjadi pada kerabat, sahabat, atau bahkan keluarga kita?
Marah-marah dan balas dendam?
Menurut dosen Fakultas Psikologi (FPSi) Universitas Airlangga (UNAIR) Margaretha Rehulina, S.Psi, G.Dip.Psych, M.Sc, marah dan rasa ingin membalas dendam hal wajar dan sangat mungkin terjadi.
Apalagi berdasarkan pengamatannya, sebagian besar pelaku kejahatan seksual adalah orang yang dikenal korban, bisa guru, keluarga, bahkan orang tua sendiri. Hal itulah yang justru membuat korban maupun keluarga korban menjadi lebih terpukul.
“Kerusakannya lebih parah karena yang dijarah bukan hanya tubuh, tetapi juga kepercayaan,” tandas Retha, panggilan akrabnya, Selasa (21/12/2021).
Pada beberapa orang, lanjut Retha, sangat mungkin muncul keinginan untuk membalas dendam.
“Karena ketika kita marah, kehilangan, benci, sebenarnya yang ingin dikejar adalah pemuasan kemarahan diri. Jadi ingin memuaskan kebutuhan diri untuk membalas dendam. Padaha ini bukan yang terbaik untuk korban karena sebenarnya kita sedang melayani emosi pribadi,” papar Retha.
Korban Sangat Butuh Dukungan
Retha menandaskan bahwa hal yang perlu dipahami adalah posisi korban kejahatan seksual justru sedang membutuhkan dukungan keluarga atau orang-orang terdekatnya.
“Alih-alih menghabiskan energi dengan marah-marah dan keinginan membalas dendam, lebih baik fokus memberikan dukungan bagi korban untuk melanjutkan hidupnya,” sarannya.
Lantas bagaimana dengan pelaku kejahatan seksual?
Dosen yang kini tengah belajar di University of Melbourne itu sangat menyarankan agar pihak keluarga atau orang terdekat mengakses bantuan hukum jika kejahatan seksual telah terjadi.
“Keluarga bisa membantu polisi agar bisa melakukan penyelidikan lebih cepat, sehingga pelaku atau tersangka dapat segera dihentikan agar tidak melakukan pengulangan kejahatan,” ujarnya.
Pada akhirnya dia menggarisbawahi, dukungan dan bantuan dari lingkungan terdekat adalah hal utama yang dibutuhkan oleh korban.
Jika korban kejahatan seksual adalah anak-anak, dukungan yang sangat diharapkan bukan hanya keluarga, tetapi juga pihak sekolah.
Sejauh ini yang terjadi di Indonesia masih jauh dari harapan Retha karena banyak korban kejahatan seksual justru harus pergi dari sekolahnya.
“Misalkan sampai terjadi kehamilan, itu yang terjadi adalah anak diminta mengundurkan diri dari sekolah. Ini sebenarnya kita justru menambah luka korban dan membuat korban bertambah traumanya. Karena dia bukan hanya trauma diperkosa, tetapi juga trauma diambil haknya dari pendidikan,” pungkasnya. (HAP)
PMJAK Desak Bawaslu DKI Tindaklanjuti Soal Dana Ka...
Yuks Ramaikan Kampanye Akbar Andalan Hati di GOR S...
Masyarakat Bantaeng Sambut Kunjungan Andi Sudirman...
GKJ Pererat Hubungan dengan Warga Melalui Jumat Be...
Demi Kepentingan Kaum Betawi, RK dan Eki Pitung Se...