CARITAU JAKARTA – Cuaca di Jakarta pagi itu sedang cerah berawan. Namun langit seolah diselimuti kabut, menutupi indahnya angkasa yang biasanya dibungkus warna biru. Kabut tebal itu ternyata terjadi karena polusi udara. Merujuk pada data US Air Quality Index (AQI US), indeks kualitas udara di Jakarta dalam beberapa pekan terakhir selalu berada pada level yang mengkhawatirkan.
Patmono (46), seorang driver transportasi online, berkisah bahwa sudah beberapa pekan terakhir kesehatannya terganggu karena polusi udara di Jakarta.
"Ya begitulah. Sekalipun udara di Jakarta menjadi penyakit, kita harus tetap ke luar ruangan untuk mencari nafkah. Kalau tidak, mau makan apa anak istri kita kan?" kata Patmono (46), Kamis (17/8/2023).
Dengan menggunakan motor matic berwarna hitam, dia menerabas apapun bentuk situasi di jalanan Ibu Kota. Hari ini, Patmono mengaku hanya mendapatkan sepuluh orderan, meski dia telah menarik selama delapan jam lamanya.
Jumlah tersebut, kata dia, tidak sebanding dengan risiko yang dihadapi di lapangan. Panas terik, medan jalan yang sulit, ancaman kriminalitas hingga potensi kecelakaan tak membuat dia sedikitpun gentar demi menyiapkan bekal untuk keluarga kecilnya.
Dia sadar betul dengan polusi udara di Jakarta yang saat ini ramai diperbincangkan. Di jalanan, debu-debu tak kasat mata dan kepulan asap keluar dari kendaraan senantiasa mengintai para pengendara maupun penumpang.
Patmono menegaskan buruknya kualitas udara adalah hal yang lazim dia hadapi selama kurang lebih lima tahun berprofesi sebagai driver ojek online.
"Terkait polusi udara di Jakarta, bukannya itu udah sejak dari dulu ya. Kenapa baru sekarang ribut-ribut ya?" terang dia.
Meski begitu, dia menyadari betul kondisi kesehatannya yang akhir-akhir ini mulai rentan. Dalam beberapa minggu ini, ayah dua anak itu menerangkan matanya yang mudah perih, flu ataupun hidung tersumbat, serta batuk yang diobati belum kunjung sembuh.
"Mungkin bisa jadi karena polusi, tapi saya belum mengecek secara langsung ke rumah sakit. Belum ada uang," keluhnya.
Hal yang tidak jauh berbeda diceritakan Lianto (32), seorang wartawan yang berdomisili di Jakarta Timur. Hari ini, dia mendapatkan tugas untuk mencari perayaan-perayaan unik masyarakat dalam menyambut kemerdekaan.
Sebagai seorang jurnalis, meliput di lapangan adalah barang wajib untuk mendapatkan sumber-sumber informasi yang dikemas menjadi berita. Lianto turut mengikuti isu tentang polusi di Jabodetabek, serta paham dengan pelbagai risikonya. Sikapnya jelas, yakni disiplin menggunakan masker dan rajin minum air putih.
"Jika masih terjangkau tempatnya, saya biasanya menggunakan transportasi umum alih-alih menggunakan sepeda motor. Namun perlu saya tegaskan, tidak semua daerah di Jakarta memiliki akses transportasi yang memadai," terangnya.
Berdasarkan US Air Quality Index (AQI US), indeks kualitas udara di DKI Jakarta di angka 155 pada peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-78, Kamis (17/8/2023). Angka tersebut menjadi yang terburuk nomor dua di dunia, setelah Kuwait.
Bahkan di hari-hari sebelumnya, DKI Jakarta dan sekitarnya seperti Kota Tangerang Selatan kerap menduduki posisi teratas sebagai tingkat polusi udara terburuk di muka bumi ini. Hal tersebut lantas menjadi ironi; Warga Ibu kota masih terjajah udara kotor.
"Ironis memang, kita masih belum mendapatkan hak untuk mendapatkan udara yang bersih. Masyarakat Jakarta yang menggelar upacara dan perayaan pun harus menerima kenyataan terpapar polusi udara," tambahnya.
Pernyataan mereka berdua hanyalah sedikit harapan jutaan orang Jakarta yang berjuang di luar ruangan. Padahal pada dasarnya setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat termasuk menghirup udara yang bersih. Kini, masyarakat tengah menanti gebrakan apa yang diupayakan oleh setiap pemangku kebijakan.
"Di momen kemerdekaan ini, saya berharap pemerintah benar-benar mencari solusi untuk menjernihkan udara di Jakarta. Jangan hanya sebatas polemik saja, lalu hilang lagi seperti yang sudah-sudah," tutur Lianto.
Kualitas udara di Jakarta sudah sangat mengkawatirkan dan membahayakan Kesehatan. Kementerian Kesehatan membeberkan dampak negatif polusi udara bagi Kesehatan manusia antara lain gangguan saluran pernafasan, kanker, penyakit kulit, dan gangguan kehamilan.
Dampak paling besar mengarah pada saluran pernafasan karena udara kotor yang mengandung zat berbahaya langsung kita hirup melalui hidung lalu masuk ke paru-paru.
Tidak main-main karena udara kotor bisa mengandung zat seperti particulate matter (PM) yang bisa ditemukan pada asap rokok, ozone (O3) di limbah pabrik, nitrogen dioksida (NO2) dari pembangkit listrik, sulfur dioksida (SO2) dari kendaraan bermotor, dan karbon monoksida (CO) hasil buangan dari kendaraan bermotor serta pemanas rumah tangga.
Selain Patmono dan Lianto, banyak korban lain sudah berjatuhan. Tak hanya dari rakyat kecil yang memang setiap hari berjuang di jalanan dan terpaksa menghirup udara kotor, bahkan petinggi negara sekelas presiden pun ikut jadi korbannya.
Menurut Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, Presiden Joko Widodo sudah sepekan lebih sakit batuk-batuk akibat buruknya polusi udara di Jabodetabek.
"Presiden minta dalam waktu satu minggu ini ada langkah konkret (solusi polusi udara di jabodetabek) karena Presiden sendiri sudah batuk, katanya sudah hampir 4 minggu beliau belum pernah merasakan seperti ini," kata Sandiaga di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (14/8).
"Kemungkinan, dokter menyampaikan, ada kontribusi daripada udara yang tidak sehat dan kualitasnya buruk," imbuh dia.
Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi juga mengeluhkan buruknya kualitas udara di tempat tinggalnya. Cucu kesayangan Pras bahkan harus masuk ke ruang IGD di Bintaro karena mengidap penyakit ISPA akibat mengisap udara yang tinggi akan polutan.
“Terus terang, saya punya cucu juga kena, jam 19.00 WIB masuk ke Rumah Sakit di Bintaro gara-gara persoalan debu ini, asap debu ini,” ujar Prasetyo di Gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu (16/8/2023).
Setelah masuk ke rumah sakit dan di identifikasi, dia menyatakan bahwa cucunya terkena ISPA. Prasetyo pun juga merasa bahwa kondisinya saat ini kurang baik karena kondisi udara tersebut.
“Cucu saya kena ISPA, saya juga tidak tahu nih, suara saya begini gatel-gatel, saya minum susu banyak juga hari ini,” jelasnya.
Masalah polusi udara di Jakarta dan sekitarnya sudah membuat resah masyarakat. Lantas, apa penyebab utama polusi di Ibukota? Kementerian, Pemda, Dinas maupun Organisasi Nirlaba (NGO) pun tampak tidak satu suara menyampaikan penyebab polusi di Ibukota.
Ketua Kampanye WALHI Jakarta, Muhammad Aminullah menjelaskan polusi di Jakarta tidak hanya berasal dari transportasi, melainkan juga dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara di sekitarnya.
Diterangkan Aminullah, penyebab polusi udara bisa berasal dari sumber bergerak dan tidak bergerak. Sumber bergerak mengacu pada aktivitas transportasi kendaraan yang membuang gas karbondioksida. Sementara sumber tidak bergerak adalah aktivitas pembuangan karbondioksida di suatu tempat dan berkelanjutan. Seperti halnya pembangunan proyek jalan, kawasan industri, pabrik, dan PLTU batu bara.
"Kami melihat sebabnya karena kepentingan ekonomi dan politik. Intinya pemerintah tidak seberani itu untuk memperketat aturan lingkungan ke perusahaan, akhirnya yang jadi korban masyarakat," terang Aminullah, dikutip BBC Indonesia.
Berdasarkan data Global Energy Monitor, sebanyak 16 PLTU berbasis batu bara berada tak jauh dari Jakarta. Persebarannya adalah 10 PLTU di Banten dan enam PLTU di Jawa Barat. Yang terdekat dengan Monumen Nasional (Monas) Jakarta Pusat adalah PLTU Cikarang Babelan, Bekasi, Jawa Barat yaitu sejauh 25,87 km.
Senada, Kepala Center of Industry, Trade and Investment Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Andry Satryo Nugroho membantah penilaian KLHK. Menurutnya, emisi PLTU turut menyumbang polusi udara di Jabodetabek, khususnya Jakarta.
"Menurut saya, ini akal-akalan KLHK saja untuk mendorong adanya transformasi kendaraan bermotor dari konvensional menuju berbasis listrik. KLHK perlu berani menentukan bahwa industri manufaktur juga, tidak hanya PLTU batu bara, tapi dari industri-industri lain, seperti petrokimia, besi dan baja, sampai semen yang juga jadi kontributor (polusi udara)," terang Andry.
Sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) lewat Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) KLHK Sigit Reliantoro membantah penyebab utama polusi di Jakarta adalah PLTU. Dia mengklaim hal tersebut dibuktikan dengan hasil satelit Sentinel-5P yang memuat informasi sebaran tropospheric column density untuk beberapa gas termasuk gas nitrogendioksida (NO2).
Lewat gambar satelit yang dia tampilkan, Sigit menjelaskan PLTU Suralaya yang terletak di Cilegon Banten tidak menunjukkan penyebaran ke Jakarta, melainkan bertiup ke arah Selat Sunda. "Kita juga melakukan studi untuk PLTU, juga untuk menjawab apakah PLTU masuk ke Jakarta atau tidak. Sudah terkonfirmasi, bahwa sebagian besar masuk ke Selat Sunda, tidak ke arah ke Jakarta.
"Kalau ada kan pasti gambarnya menyatu. Nyatanya, itu ada di sini (Banten). Jadi arah anginnya ke sana (arah selat Sunda), di gambar satelit tadi," terang Sigit lewat Media Briefing: Kualitas Udara di Wilayah Jabodetabek, Minggu.
Sigit menjelaskan kembali, penyebab kualitas udara buruk di Jakarta lebih banyak karena faktor lokal, seperti 44% di antaranya dari transportasi. Kemudian, Sektor industri energi 25,17 %, manufaktur industri 10%, perumahan 14% dan komersial 1%. Diketahui, menurut data KLHK tahun 2022, terdapat 24,5 juta kendaraan bermotor dan lebih dari 19,2 juta adalah sepeda motor.
Sementara itu, Plt Deputi Bidang Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan menjelaskan faktor kualitas udara di DKI Jakarta dan sekitarnya yang akhir-akhir ini terus memburuk. Kata dia, kualitas udara buruk dipicu oleh musim kemarau yang sedang berlangsung.
"Bahwa kecendrungan kualitas udara biasanya tergantung musim, seperti saat ini musim kemarau kualitas udara cendrung naik dan seperti yang kita lihat sekarang," kata dia kepada sejumlah awak media di Jakarta Timur, beberapa waktu yang lalu.
Untuk faktor selanjutnya, Ardhasena menjelaskan perihal siklus harian tingkat polusi udara. Kata dia, publik mesti mengetahui bahwa paparan polusi udara pada dini hari menuju pagi lebih tinggi dibandingkan waktu siang dan sore hari. Sedangkan faktor ketiga, buruknya kondisi udara di Jakarta dipengaruhi adanya fenomena lapisan inversi.
"Karena kita ada di wilayah urban, saat ini musim kemarau, ada fenomena yang namanya lapisan inversi. Ketika pagi di bawah itu cenderung lebih dingin di permukaan dibanding di atas. Sehingga itu mencegah udara untuk naik dan terdispersi. Itu juga penjelasan mengapa Jakarta itu keliatan keruhnya di bawah dibanding di atas karena setting ibu kota itu kita hidup bersama," tandasnya.
Pada Senin (14/8/2023) kemarin, Presiden Joko Widodo menggelar rapat terbatas (Ratas) dengan jajaran menteri dan Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono untuk membahas masalah polusi udara di Jakarta. Dalam Ratas tersebut, Jokowi mendesak ada langkah kongkrit yang dikerjakan, mulai jangka pendek sampai jangka panjang.
Untuk jangka pendek, Jokowi meminta adanya intervensi untuk memperbaiki kualitas udara, seperti rekayasa cuaca untuk memancing hujan, mempercepat batas emisi, perbanyak ruang terbuka hijau hingga penerapan sistem campuran kerja (hybird working). Dalam jangka menengah dan panjang, masyarakat diminta untuk beralih ke transportasi massal, hingga penguatan aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
Adapun, PJ Heru Budi Hartono selepas Ratas merespon dorongan Presiden Jokowi tersebut. Kata dia, PNS di lingkungan DKI Jakarta akan bekerja lewat sistem WFH dengan komposisi 50 banding 50 atau 40 banding 60. Kebijakan WFH ini akan diuji coba selama tiga bulan, serta dimulai pada 28 Agustus mendatang. Untuk instansi swasta, Heru hanya mengimbau untuk ikut menerapkan model kerja campuran ini.
Poin lainnya yang bakal diupakan Pemprov DKI adalah untuk setiap orang yang memiliki kendaraan 2400 cc di Jakarta didorong disiplin menggunakan BBM jenis Pertamax Turbo. Namun, hal ini sangat bergantung pada kesadaran warga. Kemudian, Pemprov DKI akan mengetatkan aturan bangunan hijau, seperti penambahan ruang terbuka hijau dan penanaman pohon secara masif.
Langkah lain yang tengah diupayakan adalah mendorong masyarakat menggunakan transportasi publik. Salah satunya penerapan 4 ini 1, atau empat orang minimal dalam satu mobil.
Di sisi lain, Koalisi IBUKOTA yang terdiri dari sejumlah organisasi seperti Greenpeace dan Walhi menilai Ratas yang digelar di Istana Negara belum menyentuh akar masalah polusi Jakarta. Lewat keterangan resminya, hasil Ratas tersebut masih jauh dari tuntutan Koalisi IBUKOTA melalui gugatan warga negara atau citizen lawsuit (CLS) mengenai Hak Udara Bersih yang telah dimenangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 16 September 2021.
"Alih-alih fokus menangani masalah isu polusi udara di Jakarta dengan menjalankan putusan pengadilan, pemerintah justru mengeluarkan sejumlah usulan kebijakan yang sejauh ini terbukti kurang efektif seperti penerapan uji emisi kendaraan bermotor dan sistem 4 in 1 untuk mobil pribadi yang berasal dari luar Jakarta," tulis Koalisi IBUKOTA.
Untuk itu, Koalisi IBUKOTA meminta adanya reformasi kebijakan dan keterbukaan informasi publik terkait industri, pabrik, dan PLTU batubara penyumbang polusi udara. Mereka juga mendesak para tergugat dan turut tergugat menjalankan putusan CLS
"Kami meminta pemerintah berhenti mencari alasan untuk melepas tanggung jawab pengendalian polusi udara. Meminta pemerintah berhenti memberikan solusi palsu dalam upaya memulihkan kualitas udara Jakarta," terangnya.
Dengan sejumlah gebrakan di atas, puluhan juta warga Jakarta dan sekitarnya menggantung harapan setinggi-tingginya agar langit tempat dia berteduh kembali berwarna biru. Tentu pemerintah dan masyarakat mesti sehaluan, agar tidak ada lagi 'udara buruk Ibu Kota' yang menjajah dan mengintai kehidupan mereka. (RAHMA DHONI)
Baca Juga: Anies Baswedan Dinilai Salah Satu Penyumbang Polusi Udara Jakarta
polusi udara di jakarta kualitas udara jakarta terburuk di dunia berita kesehatan bahaya polusi udara
PMJAK Desak Bawaslu DKI Tindaklanjuti Soal Dana Ka...
Yuks Ramaikan Kampanye Akbar Andalan Hati di GOR S...
Masyarakat Bantaeng Sambut Kunjungan Andi Sudirman...
GKJ Pererat Hubungan dengan Warga Melalui Jumat Be...
Demi Kepentingan Kaum Betawi, RK dan Eki Pitung Se...