CARITAU MAKASSAR – Iptu Yusuf Purwantoro, mantan Bendahara Brimob Polda Sulsel, kembali menjalani sidang kode etik yang dipimpin Kepala Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Sulsel Kombes Pol Agoeng Adi Koerniawan selaku Ketua Majelis Etik, di Ruang Sidang Propam Polda Sulsel pada Selasa (15/2/2022).
Tim Penuntut Umum Propam Polda Sulsel yang dipimpin Kaurbinetika Subditwabprof Propram Polda Sulsel Kompol Dominin, menuntut Iptu Yusuf Purwantoro dengan Pasal 12 ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah RI Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri, Pasal 7 ayat 1 huruf b serta Pasal 11 huruf c Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri.
"Pasal 13 ayat (1) huruf a berbunyi 'anggota kepolisian RI diberhentikan tidak dengan hormat dari dinas Polri apabila dipidana penjara, apabila putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap dan menurut pertimbangan pejabat yang berwewenang tidak dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas Polri'," kata Kompol Dominin.
Pembuktian poin a, terduga pelanggar Iptu Yusuf Purwantoro Spd NRP 74070421 (Pamasat Brimob Polda Sulsel) adalah benar anggota polri aktif yang diduga melakukan pelanggaran kode etik Polri.
"Poin b, pertama, berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai hukum tetap maka perbuatan terduga pelanggar yang melakukan tindak pidana penipuan, berkekuatan tetap sesuai keputusan sesuai petikan putusan Mahkamah Agung RI Nomor 55 KJPid/2021 tanggal 2 Februari 2021 dengan putusan berupa pidana penjara selama satu tahun," bebernya.
Kedua, kata dia, fakta dari perbuatan terduga pelanggar tersebut di atas berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Makassar nomor 115b/2020 pada 1 Juni 2020, yang mana Iptu Yusuf Purwantoro terbukti secara sah dan meyakinkan bersama melakukan tindak pidana penipuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 378 KUHPidana sehingga dikenakan hukuman penjara selama 2 tahun 6 bulan.
Poin b, Putusan Pengadilan Tinggi Makassar nomor 426/Pid/2020 PT Makassar tanggal 17 September 2020 yang menerima permintaan banding terdakwa dari jaksa penuntut umum dan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Makassar nomor 115Pid/B/2020 PN Makassar 1 Juli 2020.
Di mana permintaan banding terdakwa dikabulkan dan memutuskan perbuatan itu tidak merupakan perbuatan pidana dan membebaskan segala perbuatan terdakwa dari tuntutan hukum, serta memulihkan hal terdakwa dalam kemampuan kedudukan harkat serta martabatnya dan memerintahkan terdakwa untuk segera dibebaskan.
"Poin C, petikan putusan MA nomor 55 KJPid/2021 tanggal 2 Februari 2021 yang mengabulkan permohonan Kasasi dari pemohon Kasasi dalam hal ini Jaksa Penuntu Umum Kejari Makassar dan membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Makassar nomor 115Pid/B/2020 PN Makassar 1 Juli 2020 yang menyetakan terdakwa Yusuf Purwantoro terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penipuan. Menjatuhkan hukuman pidana terhadap terdakwa dengan penjara satu tahun dan menetapkan masa penahanan yang telah dijatuhi terdakwa dikurangi seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan," jelasnya.
Poin D, kata dia, terduga pelanggar secara terbukti dan secara sah melakukan tindak pidana penipuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 378 KUHPidana yang berbunyi, 'Barangsiapa dengan sengaja memiliki dengan melawan hak sesuatu barang yang sama sekali atau sebagiannya termasuk kepunyaan orang lain dan barang itu ada dalam tanganya bukan karena kejahatan, dihukum karena penggelapan, dengan hukuman penjara selama-lamanya 4 tahun'.
"Terduga pelanggar telah menjalani putusan pidananya, setelah adanya putusan petikan MA nomor 55 KPid/2021 tanggal 2 Februari 2021 sehingga ia menjalani pidana sejak 23 Maret 2021-20 September 2021 di Lapas Makassar," jelasnya.
Sanksi Administratif PTDH
Penjelasan mengenai putusan pengadilan yang telah mempunyai hukum tetap atau inckrah terhadap kaitannya dengan putusan pidana dapat ditemukan dalam Peraturan Perundang-undangan pada penjelasan Pasal 2 ayat 1 UU nomor 22 tahun 2002 tentang Grasi, sebagaimana telah diubah UU nomor 5 tahun 2010 tentang yang dimaksud dalam putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau inkrah adalah putusan pengadilan tingkat pertama yang tidak diajukan banding atau kasasi dalam waktu yang ditentukan oleh UU hukum acara pidana.
Sesuai fakta dan penjelasan di atas, menurut Kompol Dominin, maka dapat disimpulkan bahwa unsur pasal dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai hukum tetap, dalam perkara ini terpenuhi. Iptu Yusuf terbukti melanggar Pasal 7 ayat 1 huruf B peraturan Kapolri nomor 14 tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri.
"Oleh karena itu, mohon kiranya ketua, wakil ketua dan anggota sidang kode etik untuk menjatuhkan putusan bahwa terduga pelanggar telah tebukti secara sah dan menyakinkan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah RI Nomor 1 Tahun 2003 tentang pemberhentian anggota Polri, Pasal 7 ayat 1 huruf b serta Pasal 11 huruf c Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri," bebernya.
Selain itu, menjatuhkan sanksi yang sifatnya bukan administratif, di mana perbuatan pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela, kewajiban pelanggar meminta maaf di sidang etik Polri dan atau secara tertulis kepada pimpinan Polri atau pihak yang dirugikan.
"Sanksi yang sifatnya administratif berupa rekomendasi Pemberhentian Dengan Tidak Hormat (PTDH) sebagai anggota Polri," tandasnya.
Pinjam Rp1,3 Miliar
Kabid Propam Polda Sulsel, Kombes Pol Agoeng Koerniawan mengatakan, sidang etik itu sudah digelar dua pekan lalu.
"Minggu lalu memang belum selesai karena harapannya ada komunimasi dari tergugat pelanggar dan putusan perdata dari yang bersangkutan," ungkapnya saat ditemui usai sidang.
Untuk sidang etik terhadap Iptu Yusuf Purwantoro yang digelar tadi, kata dia, mengenai pembacaan tuntutan.
"Pemeriksaan saksi sudah selesai tinggal dari pendamping, tapi dia minta waktu dan sisa waktu itu masing-masing memungkinkan, sehingga kami tunda sidang minggu depan, dengan harapan ada perdamaian di luar persidangan ini. Kalau memang tidak ada mau tidak mau untuk kepastian hukum kita harus putus," jelasnya.
Sementara A Sofyan Rauf Radja, pengacara korban A Wijaya yang juga pihak penggugat mengatakan, tuntutan yang dilayangkan kepada Iptu Yusuf, ketika mengacu kepada Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri memang sangat tepat dilakukan PTDH.
"Kalau mengacu pada UU Kapolri memang sangat tepat untuk dilakukan pemecatan karena di situ citra selaku Polri sudah tercoreng menurut penuntut," jelasnya.
Dengan adanya penundaan putusan kode etik, selalu kuasa pelapor tetap membuka diri kepada terpelanggar Iptu Yusuf untuk menyelesaikan utang piutang kepada A Wijaya sebesar Rp1 miliar.
"Kami sebagai pelapor tetap membuka diri penyelesaian secara damai," tandasnya.
Sebelumnya, mantan Bendahara Brimob Polda Sulsel Iptu Yusuf Purwantoro menjalani sidang kode etik di Ruang Sidang Propam Polda Sulsel dan terbukti melakukan penipuan terhadap seorang pengusaha.
Iptu Yusuf Purwantoro disidang kode etik karena terbukti melakukan perkara tindak pidana penipuan bernomor 115/ Pid.B/ 2020/ PN Makassar, terhadap seorang pengusaha bernama A Wijaya yang merupakan kawan sekolahnya dulu.
Fakta persidangan membuktikan, Iptu Yusuf Purwantoro mengakui uang yang ia pinjam sebesar Rp1,3 miliar dengan alasan ingin membayar uang tunjangan kinerja (tukin) seluruh personel Brimob Polda Sulsel yang ternyata telah ia gunakan untuk kebutuhan lain.
Di sidang dia mengakui jika uang itu digunakan untuk usaha tanah kavling serta uang diberikan ke Kombes Pol Totok Lisdianto (mantan Dansat Brimob Polda Sulsel).
"Jujur uang itu kamu gunakan untuk apa?" tanya Ketua Majelis Hakim sidang kode etik Propam Polda Sulsel, Kabid Propam Polda Sulsel Kombes Agoeng Adi Koerniawan kepada Iptu Yusuf Purwantoro.
"Izin komandan (dipakai) buat usaha (tanah kavling)," jawab Iptu Yusuf Purwantoro.
Setelah mendengar keterangan saksi-saksi dan terdakwa, akhirnya majelis hakim menunda sidang kode etik hingga batas waktu yang tak ditentukan.
Kabid Propam Polda Sulsel Kombes Agoeng Adi Koerniawan mengatakan, sebenarnya perkara ini pidananya sudah jalan dan yang bersangkutan atas nama Iptu Yusuf Purwantoro sudah divonis 1 tahun dan yang bersangkutan sudah menjalani 5 bulan dan bebas bersyarat.
"Karena yang bersangkutan sudah inkracht maka kami lakasanakan sidang kode etik profesi terkait layak atau tidak layaknya sebagai anggota polri lagi," ucapnya.
Agoeng mengungkapkan alasannya menunda sidang karena pihaknya masih membutuhkan keterangan saksi dan masih ingin mendalami kasus tersebut.
"Mungkin dalam satu minggu ataukah dua minggu ke depan, di luar persidangan ini bisa terpakai kata sepakat atau mediasi silahkan, sehingga permasalahan menjadi selesai dan yang bersangkutan ada tanggungan dinas maupun kepada saudara A Wijaya," bebernya.
Saat ditanya apakah ada kemungkinan pemecatan terhadap terdakwa Iptu Yusuf Purwantoro. Agoeng enggan membeberkannya.
"Kalau kemungkinan (pemecatan) ada-ada saja. Nah kita harus kepastian kalau berbicara hukum," tuturnya.
Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan putusan perkara tindak pidana penipuan yang menjerat mantan Bendahara Brimob Polda Sulsel Iptu Yusuf Purwantoro sebagai terdakwa.
Dalam putusannya bernomor 55 K/Pid/ 2021, MA menyatakan mengabulkan permohonan kasasi yang diajukan oleh JPU Kejaksaan Negeri Makassar dan membatalkan putusan Pengadilan Tinggi (PT) Makassar nomor 426/ Pid/ 2020/ PT Makassar tanggal 17 September 2020 yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri Makassar nomor 115/ Pid. B/ 2020/ PN Makassar tanggal 9 Juli 2020.
MA menyatakan terdakwa Yusuf Purwantoro telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penipuan dan menjatuhkan pidana penjara selama 1 tahun.
Tak hanya itu, MA juga menetapkan masa penahanan yang akan dijalani terdakwa. Di mana masa penahanannya dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. (KEK)
mantan bendahara brimob polda sulsel jalani sidang kode etik.
Cara Upgrade Skill Gaming dengan Samsung Galaxy A1...
Masuk Minggu Tenang, Pj Teguh Pastikan Jakarta Ber...
Cawagub 02 Fatmawati Dua Bulan Keliling 24 Kabupat...
Kampanye Akbar 02 Andalan Hati, Panglima Dozer: Su...
PMJAK Desak Bawaslu DKI Tindaklanjuti Soal Dana Ka...