CARITAU JAKARTA – Tuntutan legalisasi ganja untuk pengobatan medis (ganja medis) terus digaungkan di Indonesia. Salah satu yang menjadi sorotan dan menjadi perbincangan serius di media sosial adalah aksi seorang ibu, Santi Wirastuti yang membentangkan poster meminta ganja medis dilegalkan untuk mengobati penyakit Celebral Palsy yang diderita anaknya.
“Tolong anakku butuh ganja medis,” begitu pesan yang ditulis sang ibu di sela-sela kegiatan masyarakat di kawasan car free day Jakarta, Minggu (26/6/2022).
Baca Juga: CariGrafis : MK Tolak Gugatan Uji Materi Aturan Ganja Medis.
Sebelum Santi, beberapa orang juga ikut memperjuangkan legalisasi ganja medis. Ada tiga orang ibu bernama Dwi, Santi dan Novi yang sama-sama memiliki anak yang menderita penyakit Celebral Palsy.
Bagi mereka, penderita penyakit Celebral Palsy pengobatan yang paling efektif untuk mengatasi kejang yang sering terjadi akibat rangsangan syaraf motorik berlebih sejauh ini hanya dapat disembuhkan dengan zat Cannabinoid yang hanya ditemukan pada satu jenis tanaman di dunia yaitu tanaman ganja (cannabies).
Pemanfaatan penggunaan ganja medis untuk mengobati penyakit Celebral Palsy yang diderita anaknya itu bukan tanpa dasar, mengingat pengobatan medis lain nya dan pengobatan alternatif lainnya sudah ditempuh tiga ibu itu namun tidak menunjukan perubahan terhadap kondisi kesehatan anak-anaknya.
Bahkan yang menyayat hati, salah satu dari mereka yaitu Dwi harus rela kehilangan anak tercintanya, Musa menghadap sang khalik karena penyakit tersebut. Meski kehilangan buah hati, tetap tak menyurutkan semangat perjuangan ibu Dwi untuk menuntut pemerintah agar segera merevisi regulasi mengenai narkotika.
Ibu Dwi bersama dua orang ibu yang saat ini masih meperjuangkan kesehatan anaknya lantas memberanikan diri berjuang dengan menggugat UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika melalui Judicial review ke Mahkamah Konstitusi.
Bagi mereka, sebagai ibu yang mengandung selama sembilan bulan, gugatan tersebut bukan bentuk representasi pembangkangan terhadap negara, melainkan sebagai bentuk setitik cahaya, secerca harapan dalam berikhtiar memulihkan kondisi kesehatan anak-anak mereka melalui pengobatan ganja medis.
Didampingi Penasihat Hukum Lingkar Ganja Nusantara (LGN) Singgih Tomi Gumilang, kini tiga ibu dan mungkin ribuan ibu lain yang merasakan hal sama telah menanti harapan dan mukjizat besar menunggu hasil dari keputusan Mahkamah Konstitusi mengenai perubahan UU Narkotika.
"Kebetulan saya sebagai tim kuasa hukum para pemohon uji materiil MK dengan nomor 106/PUU-XVlll/2020 tersebut sedang menunggu agenda putusan MK atas permohonan tersebut," kata Tomi kepada caritau.com, Senin (27/6/2022).
Tomi menuturkan, sejak pengajuan proses permohonan Judicial review dilayangkan ke Mahkamah Konstitusi, hingga hari ini belum ada jawaban lebih lanjut mengenai kapan agenda sidang putusan permohonan judicial review yang telah diajukan akan digelar. Padahal di satu sisi, Tomi berujar, anak dari kliennya tersebut hingga detik ini terus menanti pengobatan ganja medis demi menjaga kondisi kesehatannya.
"Terus terang, sebenarnya, anak pemohon ibu Santi dan ibu Novi, membutuhkan obatnya sekarang. Ironinya, sampai detik ini MK belum mengirimkan undangan sidang dengan agenda putusan, yang sudah kita nantikan," ujar Tomi.
Menurut pria lulusan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret ini, peraturan yang mensyaratkan regulasi mengenai legalisasi ganja untuk medis merupakan kebutuhan yang harus dijadikan pertimbangan oleh pemerintah, mengingat di Indonesia saat ini banyak masyarakat yang menderita penyakit langka yang kondisinya membutuhkan pengobatan ganja medis untuk menyembuhkan penyakit yang dideritanya.
"Jika disesuaikan dengan kebutuhan hari ini, yang sangat mendesak adalah legalisasi ganja medis. Karena banyak sekali warga Indonesia yang memiliki penyakit yang sampai saat ini hanya bisa dibantu pengobatannya dengan ganja medis. Dan mereka membutuhkannya sekarang," terang Tomi.
Narasi tersebut menurut Tomi, dapat dilihat secara objektif melalui pendekatan ilmiah mengingat sejumlah negara telah melakukan riset lalu kemudian resmi merubah aturan narkotika yang menempatkan ganja sebagai tanaman yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan medis bahkan rekreasional.
"Sebagai contoh, Thailand adalah negara pertama di Asia tenggara yang melegalisasi ganja untuk kepentingan medis ataupun rekreasional. Langkah ini sebagai salah satu cara paling masuk akal yang dilakukan pemerintah Thailand untuk memenuhi aspek kesehatan masyarakatnya serta memulihkan kondisi ekonomi pasca pandemi covid 19," ucap Tomi.
Punya Pengalaman Terapi Ganja
Tomi yang juga aktif menjadi dewan pengawas Yayasan Sativa Nusantara yang merupakan salah satu Badan Hukum yang bekerja sama dengan Lingkar Ganja Nusantara (LGN) dalam riset dan ilmu pengetahuan menceritakan pengalamanya mengenai ketertarikan dirinya seputar tanaman ganja.
Tomi mengungkapkan, latar belakang terkait alasan dirinya memantapkan sikap untuk turut andil dalam memperjuangkan legalisasi ganja medis di Indonesia dimulai saat menginjak bangku perkuliahan. Saat itu dirinya menderita penyakit bronkitis sehingga mengharuskan dirinya rutin melaksanakan konsultasi dan berobat jalan ke rumah sakit.
Singkat cerita, di tengah perjalanan konsultasi dan pengobatan yang rutin dilakukannya, Tomi mengaku diajak ayahnya berobat ke salah satu dokter yang berpraktek di daerah Sepanjang, Sidoarjo, Jawa Timur. Saat berobat di sana awalnya Tomi tidak merasakan situasi berbeda dengan tempat lain karena dalam berkonsultasi dokter tersebut normal saja memberikan resep untuk menebus obat farmasi di apotik terdekat.
"Awalnya saya menganggap pengobatan konvensional saja, saya diberikan obat farmasi yang ditebus menggunakan resep dokter," ujar Tomi.
Namun di tengah perbincangan menjelang akhir konsultasi, dokter tersebut menyampaikan hal yang menurut Tomi aneh dan baru pertama kali didengarnya mengingat yang diucapkan oleh dokter itu merupakan rekomendasi penggunaan tanaman yang acap kali dinilai negatif dan dimusuhi oleh negara Indonesia untuk penyembuhan penyakitnya.
"Entah itu sebuah kebetulan atau apa, tiiba dokternya nyeletuk begini, 'Sepertinya mas ini modelan anak nongkrong. Kalau mas lagi pas nongkrong, terus kalau ada rokok teman mas yang asapnya baunya beda, itulah terapimu' ingat mas tapi dokter ndak bisa meresepkan hal itu karena dilarang," ujar Tomi menirukan ucapan salah satu dokter kepada dirinya dan sang ayah.
Tak lama kemudian, sebagai anak tongkrongan yang akhirnya paham dengan anjuran sang dokter, Tomi kemudian kembali mengkontrol kesehatanya di Dokter yang sama didampingi sang ayah. Saat dilakukan pengecekan mengenai kondisi dahak dalam saluran bronkitis nya dokter lalu mengatakan terdapat perubahan yang signifikan mengenai kondisi kesehatan dirinya.
"Setelah saya turuti ajurannya sebagai anak nongkrong, 1 bulan kemudian saya cek kondisi dahak dan dokternya menyatakan, 'ini bagus kondisinya, bisa secepat ini berarti obatnya manjur ya?”, tutur Tomi menirukan Dokter.
"Lalu saya jawab, 'ini karena saya turuti anjuran dokter' lalu ayah saya berkata, 'itulah yang saya takutkan dok, kalau anak saya ditangkap polisi," ujar Tomi mencontohkan percakapan dirinya bersama dokter dan ayahnya.
Berdasarkan pengalaman tersebut, Tomi mengaku telah membulatkan tekat untuk ikut andil dalam berjuang mendorong legalisasi ganja di Indonesia untuk kepentingan medis. Hal itu dilakukan Tomi mengingat saat ini banyak orang-orang yang menderita sakit yang membutuhkan terapi ganja medis termasuk adik kandungnya sendiri.
"Semenjak hari itulah, saya menemukan alasan mengapa saya harus jadi advokat. Karena saya berniat memperjuangkan orang-orang sakit yang butuh kanabis medis tapi apes gara-gara undang-undang, termasuk juga adik kandung saya, yang hari ini hidup dengan Celebral Palsy akibat kesalahan penanganan oleh salah satu dokter di salah satu RS di Surabaya," tegas Tomi.
Aktif Mengadvokasi Legalisasi Ganja di LGN
Setelah mengetahui manfaat tanaman ganja untuk pengobatan serta pengalaman dari sakit bronkitis yang dideritanya, Tomi memutuskan untuk menggali lebih dalam mengenai pengetahuan sejarah, budaya hingga manfaat lain terkait tanaman ganja. Melalui salah seorang temannya yang bergerak sebagai aktivis, akhirnya Tomi menemukan tempat yang dapat menyalurkan rasa keingintahuannya mengenai tanaman ganja.
"Saya mengenal LGN 2012 awalnya karena saya bertanya ke almarhumah Wulan Wulsky direktur Yayasan Stigma, LSM yang memperjuangkan hak-hak wanita dan AIDS. Beliau bilang ke saya bahwa ada salah satu organisasi yang cocok dengan apa yang ingin saya perjuangkan selama ini. Kemudian beliau mengarahkan saya untuk bertemu dengan Dhira Ketua Umum LGN," ungkap Tomi.
Kemudian setelah diskusi, Tomi berkesempatan untuk mengunjungi salah satu tempat yang terletak di Situ Gintung, Ciputat, Jakarta Selatan yang kemudian diketahui oleh Tomi merupakan sekretariat LGN. Sesampainya di sana, Tomi lalu menyempatkan diri untuk berdiskusi dengan Dhira kemudian bergabung menjadi anggota dan dipercaya menjadi salah satu pengurus LGN.
"H+3 setelah diskusi itu, saya diantar ke Rumah Hijau LGN di Situ Gintung, yang hari ini menjadi lokasi Kebun Kumara untuk membeli buku Hikayat Pohon Ganja. Lalu saya mengajukan diri menjadi relawan LGN kepada Dhira Narayana Ketua LGN. Dhira menyambut baik, dan saya langsung diberikan mandat menjadi social media director LGN yang pertama," imbuh Tomi.
Tanggapan Passif Permohonan Riset Ganja di Indonesia
Tomi menjelaskan, selama ini LGN bersama Yayasan Sativa Nusantara (YSN) telah berupaya untuk mengajukan permohonan penelitian mengenai manfaat tanaman ganja yang ditujukan melalui Kementrian Kesehatan (Kemenkes).
"Kalau bahasanya perhatian langsung, saya berargumen belum pernah. Singkat cerita Kementerian Kesehatan Republik Indonesia memberikan surat ijin rekomendasi riset, tetapi dengan kalimat bersayap," kata Tomi.
Meski permohonan itu diterima, upaya penelitian mengenai tanaman ganja masih belum dapat tercapai dikarenakan pemerintah melalui Badan Narkotika Nasional (BNN) belum dapat menunjukan sikap serius dan terkesan pasif dalam merespon permohonan yang telah diajukan.
"Karena amanah surat tersebut melibatkan BNN dan BNN memilih pasif dalam hal ini, sehingga sampai hari ini riset kanabis masih menjadi wacana yang sebenarnya harus direalisasikan segera oleh Bangsa Indonesia," imbuhnya.
Kendati demikian, Tomi mengungkapkan, seharusnya penanganan terhadap pecandu narkotika, penyalah guna narkotika, dan korban penyalahgunaan narkotika difokuskan pada upaya rehabilitasi melalui mekanisme asesmen yang komprehensif dan dapat dipertanggungjawabkan.
Tomi menilai, upaya penindakan denga cara-cara represif (penangkapan) terhadap para pengguna narkoba saat ini tidak relevan dan tidak sesuai dengan tujuan dari peraturan Undang-Undang No 35 tahun 2009 yang mengutamakan aspek dekriminalisasi terhadap pengguna ataupun korban penyalahgunaan narkoba.
Menurut Tomi, kondisi hari ini dengan ditemukanya kasus sejumlah aparat yang memberikan hukuman penjara kepada para penyalah guna narkoba menimbulkan aspek ketidakadilan dalam penangannya.
"Di sini saya sependapat dengan pak Wamenkumham, bahwa dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika dalam pelaksanaannya belum memberikan konsepsi yang jelas tentang pecandu narkotika, penyalah guna narkotika, dan korban penyalahgunaan narkotika dengan bandar ataupun pengedar narkotika," terang Tomi.
Sebagai praktisi hukum, Tomi berharap revisi Undang-Undang Narkotika yang dalam waktu dekat bakal dilaksanakan pemerintah (Kemenkumham) bersama DPR RI dapat mendorong pemanfaatan ganja untuk kepentingan medis serta mewujudkan aspek keadilan dan aspek humanis dalam penanganan pemberantasan narkoba di Indonesia.
"Sebagai praktisi, menurut saya justru di sini pemerintah melalui hukum harus hadir dalam keadaan mendesak seperti ini. Tujuan Undang-Undang tentang Narkotika yakni menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bagi kami di LGN, legalisasi ganja yang ideal adalah yang kita cita citakan di manifesto LGN di website LGN.or.id," pungkasnya. (GIBS)
Baca Juga: IDI Sebut Penggunaan Ganja Medis Masih Perlu Kajian Mendalam
cerita seorang pengacara sembuh berkat ganja medis berjuang legalisasi ganja di indonesia ganja medis cimeng daun ganja celebral palsy
Cara Upgrade Skill Gaming dengan Samsung Galaxy A1...
Masuk Minggu Tenang, Pj Teguh Pastikan Jakarta Ber...
Cawagub 02 Fatmawati Dua Bulan Keliling 24 Kabupat...
Kampanye Akbar 02 Andalan Hati, Panglima Dozer: Su...
PMJAK Desak Bawaslu DKI Tindaklanjuti Soal Dana Ka...